Sudah Bayar Uang Muka Rumah Rp 50 Juta tapi Proyek Terhenti, Ada Solusi?

indotim.net (Kamis, 29 Februari 2024) – Memiliki rumah bisa jadi menjadi impian setiap orang. Namun, bagaimana jika sudah membayar uang muka (DP) namun proyek rumah malah terhenti tanpa penjelasan yang jelas? Apa langkah yang dapat diambil dari segi hukum dalam situasi seperti ini?

Hal tersebut menjadi pertanyaan yang muncul bagi pembaca Detik’s Advocate. Pertanyaan yang mungkin ada di benak banyak orang adalah, bagaimana seharusnya menangani situasi seperti ini?

Selamat pagi pak

Saya bulan September 2022 sudah melakukan akad KPR rumah dengan developer dengan membayar DP sebesar Rp 50 juta. Lokasi rumah berada di belakang Polsek Cipayung. Sebelum melakukan pembayaran DP, kami merasa yakin untuk membayar DP karena telah ada 2 bangunan yang sedang dibangun di lokasi tersebut, meskipun belum selesai. Satu bangunan baru mencapai tahap pondasi, sedangkan satu bangunan lagi sudah setengah jadi.

Tanya ke RT setempat katanya tanah lagi di urus perizinan. Tapi sampai dengan sekarang rumah yang dimaksud belum kunjung ada progresnya. Berulang kali dipertanyakan kepada developer yang bersangkutan mereka alasan bahwa tukangnya sedang istirahat, lagi musim hujan dan lainnya.

Setelah kami mencari informasi lebih lanjut, ternyata terdapat permasalahan terkait tanah yang masih belum diselesaikan. Di Surat Pemesanan Rumah (SPR) tidak jelas kapan pembangunan rumah akan dimulai. Kami terus memberikan tekanan kepada pihak pengembang proyek tersebut, namun hingga saat ini tidak ada tanggapan yang kami terima.

Bagaimana saya bisa mendapatkan kembali uang muka yang sudah saya bayarkan?

Kami sudah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian, namun hingga saat ini belum ada tanggapan yang diterima dari pihak terkait.

Tolong masukkannya pak

Setelah mengalami kondisi seperti yang dialami oleh Bapak, tentu sangat membingungkan dan mengecewakan. Namun, jangan panik karena masih ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyelesaikan masalah ini.

Terima kasih atas pertanyaan yang Anda sampaikan. Kami akan dengan senang hati memberikan jawabannya.

PERDATA

Kami berasumsi bahwa terdapat Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai landasan perjanjian antara Anda dan pihak pengembang. Oleh karena itu, penyelesaian masalah yang dihadapi saat ini sepenuhnya bergantung pada isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang telah disepakati sebelumnya.

Aturan hukum terkait Perjanjian Pengikatan Jual Beli rumah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PP 14/2016) Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PP 12/2021).

Pada Pasal 1 Angka (11) PP 12/2021 dijelaskan bahwa, Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan kesepakatan antara pelaku pembangunan dan pihak lain untuk jual beli rumah atau satuan rumah susun. PPJB dapat dilakukan sebelum atau saat proses pembangunan rumah susun, rumah tunggal, dan rumah deret, serta harus dibuat di hadapan notaris.

READ  7 Tips Merawat Innova Zenix Hybrid agar Sistem Hybrid Tetap Optimal

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (I) PP 12/2021, PPJB dilakukan setelah developer memenuhi persyaratan kepastian atas:

  • Status kepemilikan tanah
  • Hal yang diperjanjikan
  • Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
  • Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
  • Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen)

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (J) PP 12/2021, PPJB minimal harus mencakup:

  • Identitas para pihak
  • Uraian obyek PPJB
  • Harga Rumah dan tata cara pembayaran
  • Jaminan pelaku pembangunan
  • Hak dan kewajiban para pihak
  • Waktu serah terima bangunan
  • Pemeliharaan bangunan
  • Penggunaan bangunan
  • Pengalihan hak
  • Pembatalan dan berakhirnya PPJB
  • Penyelesaian sengketa

Oleh karena Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) berbentuk perjanjian, maka pada umumnya tunduk pada ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang lain atau lebih.

Selain itu, PPJB juga mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, empat syarat harus terpenuhi, yaitu adanya kesepakatan, kedua pihak cakap, terdapat hal tertentu, serta sebab yang sah secara hukum.

Terhadap isi dari PPJB yang telah ditandatangani harus dijalankan oleh semua pihak dengan penuh tanggung jawab, sehingga berlaku sesuai dengan Pasal 1338 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHPerdata, dimana setiap perjanjian yang sah dianggap sebagai undang-undang bagi pihak yang terlibat; Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Berdasarkan ketentuan hukum yang disebutkan sebelumnya, jika developer tidak memenuhi kewajibannya, konsumen dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Ketidakpatuhan dalam memenuhi tanggung jawab dapat mengakibatkan Wanprestasi, yaitu kelalaian atau ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajiban. Detail mengenai kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata:

“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.

Masalah proyek rumah yang mangkrak setelah membayar DP sebesar Rp 50 juta tentu menjadi kekhawatiran besar bagi banyak orang. Bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini?

Lebih lanjut, Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Hukum Perjanjian, menjelaskan tentang Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu :

  • Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukannya;
  • Melakukan apa yang dijanjikannya, namun tidak sebagaimana yang dijanjikan;
  • Melakukan apa yang dijanjikannya, namun terlambat;
  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

PIDANA

Selain itu, perbuatan pengembang tersebut juga dapat dipersoalkan berdasarkan hukum yang mengatur di bidang konsumen. Hal ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). Pasal 4 UU 8/1999 menyatakan bahwa:

“Hak konsumen meliputi berbagai aspek penting, antara lain:

  • Kenyamanan, Keamanan, dan Keselamatan: Konsumen berhak untuk merasa aman, nyaman, dan terlindungi saat menggunakan barang atau jasa.
  • Hak Memilih: Konsumen memiliki hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan jaminan yang dijanjikan.
  • Informasi yang Jelas: Konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang barang atau jasa yang mereka gunakan.
  • Hak untuk Didengar: Konsumen berhak untuk menyuarakan pendapat dan keluhan terkait barang atau jasa yang mereka gunakan.
  • Perlindungan dan Penyelesaian Sengketa: Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan penyelesaian sengketa secara patut.
  • Pendidikan Konsumen: Konsumen berhak mendapatkan pembinaan dan pendidikan terkait konsumsi yang baik.
  • Perlakuan yang Jujur: Konsumen berhak diperlakukan secara benar, jujur, dan tidak diskriminatif.
  • Kompensasi dan Ganti Rugi: Konsumen berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi jika barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan kesepakatan.
READ  Modus Pungli di Rutan KPK: Tahanan Mendapat Fasilitas Istimewa dan Akses ke Ponsel

Selain itu, hak konsumen juga diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk melindungi kepentingan konsumen secara menyeluruh.”

Dari ketentuan di atas, tindakan developer selaku penjual yang tidak memenuhi janji kepada Anda sebagai pembeli dianggap sebagai pelanggaran hak konsumen. Sebagai akibat dari pelanggaran ini, penjual dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 7 Huruf (g) UU 8/1999 yang mengharuskan penjual memberikan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian jika barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan kesepakatan.

Apabila pembeli merasa keberatan dengan barang yang dibelinya karena tidak sesuai perjanjian, dan penjual menolak untuk memberikan ganti rugi, maka timbul sengketa konsumen. Terhadap permasalahan sengketa konsumen, penyelesaiannya dapat ditempuh melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 45 Angka (1) UU 8/1999).

Menurut Pasal 45 Angka (4) UU 8/1999, jika penyelesaian sengketa konsumen di luar Pengadilan melalui BPSK tidak berhasil, pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Gugatan dapat diajukan oleh konsumen atau ahli warisnya, kelompok konsumen dengan kepentingan yang sama, lembaga perlindungan konsumen, pemerintah, instansi terkait jika barang atau jasa mengakibatkan kerugian besar atau korban yang tidak sedikit (Pasal 46 Angka (1) UU 8/1999).

Jika Anda telah memberikan uang muka sebesar Rp 50 juta untuk rumah namun proyeknya terhenti, apa yang harus dilakukan?

Jika dalam pemilihan pengembang properti tersebut Anda tertarik dengan penawaran surat atau brosur dari iklan promosi yang diberikan, namun hasilnya tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka ketentuan Pasal 8 Angka (1) Huruf (f) UU 8/1999 bisa diberlakukan.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasanya.

Selain itu, sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8 UU 8/1999 juga diatur dalam Pasal 62 Angka (1) UU 8/1999. Pasal tersebut mengatur bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dikenai pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp. 2.000.000.000,-.

READ  Ancaman Penembakan Terhadap Anies di Live TikTok Berakhir dengan Pelaku Ditangkap

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat memberikan solusi yang bermanfaat. Jangan khawatir, masalah seperti ini sering terjadi dan pasti ada jalan keluarnya. Pertama-tama, kita perlu melakukan komunikasi yang baik dengan pihak yang bertanggung jawab terkait proyek tersebut. Jika telah ada pembayaran DP sebesar Rp 50 juta, kita berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai penyebab proyek mangkrak dan langkah apa yang akan diambil untuk menyelesaikan masalahnya.

Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. – Partner pada Law Office ELMA & Partners www.lawofficeelma.com

Tentang detik’s Advocate

Detik’s Advocate merupakan rubrik tanya-jawab dan konsultasi hukum bagi pembaca. Setiap pertanyaan akan dijawab oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya dapat ditulis secara jelas atau disembunyikan, sesuai dengan preferensi pembaca. Kami menjamin untuk menjaga kerahasiaan seluruh identitas penanya.

Jika Anda mengalami masalah terkait proyek konstruksi rumah yang mangkrak setelah membayar DP sebesar Rp 50 juta, apa yang dapat Anda lakukan untuk menyelesaikan situasi ini? Berikut beberapa solusi yang mungkin dapat membantu Anda:

1. Evaluasi Kontrak

Langkah pertama yang dapat Anda lakukan adalah mengevaluasi kembali kontrak yang telah disepakati dengan pihak kontraktor. Periksa klausul-klausul mengenai pembayaran, jadwal pekerjaan, dan kewajiban masing-masing pihak. Dengan mempelajari kontrak tersebut, Anda dapat memahami hak dan kewajiban Anda serta kontraktor dalam proyek tersebut.

2. Komunikasi dengan Kontraktor

Selanjutnya, jalin komunikasi yang baik dengan kontraktor. Sampaikan secara jelas dan terbuka mengenai kekhawatiran dan masalah yang Anda alami. Bekerja sama dengan kontraktor dalam mencari solusi yang saling menguntungkan akan membantu proses penyelesaian proyek.

3. Konsultasikan dengan Ahli Hukum

Jika upaya komunikasi dengan kontraktor tidak membuahkan hasil, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum yang memiliki spesialisasi dalam masalah konstruksi dan kontrak. Mereka dapat memberikan pandangan hukum dan membantu Anda menjalani proses penyelesaian secara hukum.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Anda dapat menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan proyek rumah yang mangkrak dan mendapatkan hak yang seharusnya.

Jangan ragu untuk menghubungi kami jika Anda memiliki pertanyaan atau masalah hukum lainnya yang perlu dipecahkan. Kirimkan melalui email ke: [email protected] dan cc ke: [email protected].

Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.

Semua jawaban yang diberikan di rubrik ini bersifat informatif semata dan bukan bagian dari pendapat hukum yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan atau digugat.