indotim.net (Jumat, 01 Maret 2024) – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, memberikan tanggapannya terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas DPR atau parliamentary threshold (PT) menjadi 4% sebelum Pemilu 2029. Fahri Hamzah menyatakan dukungannya terhadap keputusan MK tersebut.
“Kalau kita membaca substansi dan argumen MK tentang kedaulatan rakyat, maka seluruh proses demokrasi dan pemilu itu intinya adalah kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, segala jenis pembatasan yang menyebabkan lahirnya perantara antara kekuasaan dalam rakyat, itu harus dihentikan,” kata Fahri saat dihubungi, Jumat (1/3/2024).
Menurut Fahri Hamzah, keberadaan Presidential Threshold (PT) dan segala jenis threshold sebenarnya merampas hak rakyat untuk secara langsung memilih pemimpin. Hal ini disebabkan batasan yang diterapkan lebih lemah dibandingkan kekuatan suara rakyat.
“Suara rakyat sangat berarti, sehingga ketika undang-undang mencoba membatasi atau mencabut hak dasar rakyat terkait kedaulatan rakyat, maka aturan tersebut sebaiknya dihapuskan,” tegas Fahri.
Fahri Hamzah menegaskan pendapatnya terkait sistem ambang batas dalam sistem pemilu di Indonesia. Ia berpendapat bahwa tidak hanya parliamentary threshold yang harus dihilangkan, namun menurutnya, presidential threshold juga sebaiknya dihapus.
“Menurut saya, tidak hanya parliamentary threshold yang perlu dipertimbangkan untuk dihapus, tetapi juga presidential threshold perlu dievaluasi. Kedua threshold tersebut menjadi faktor utama dalam membuat kesenjangan antara keinginan rakyat dan hak mereka dalam memilih pemimpin,” ungkap Fahri Hamzah.
Sebelumnya, Fahri Hamzah telah menyoroti bahwa konsep threshold di Indonesia telah menyebabkan perbedaan pilihan rakyat dengan yang terpilih. Hal ini menjadikan anggapan bahwa wakil rakyat yang terpilih sebenarnya lebih mewakili partai politik daripada masyarakat.
“Presidential Threshold, misalnya, selama ini telah menyebabkan perbedaan antara pilihan rakyat dan yang terpilih. Hal ini menyebabkan anggapan kuat bahwa wakil rakyat adalah representasi partai politik, bukan langsung dari rakyat. Seharusnya, wakil rakyat adalah perwakilan langsung rakyat,” ujar Fahri Hamzah.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Sebagai kelanjutan dari putusan MK sebelumnya yang menilai ketentuan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4% suara sah nasional yang diatur dalam UU 7 tahun 2017 tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, MK kembali memerintahkan agar ambang batas DPR tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029.
Dalam mengomentari putusan MK mengenai penghapusan Presidential Threshold, Fahri Hamzah menyatakan bahwa langkah tersebut sebenarnya juga seharusnya dilakukan.
Perkara 116/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menarik perhatian dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK, Suhartoyo.
Menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas parlemen, Fahri Hamzah menyatakan pendapatnya bahwa aturan tersebut seharusnya dihapuskan. Meski demikian, MK tetap menyatakan bahwa Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 yang menetapkan ambang batas parlemen sebesar 4 persen masih dianggap konstitusional untuk Pemilu 2024.
Hal ini berarti ambang batas 4 persen akan berlaku pada pemilihan umum mendatang, namun tidak lagi berlaku pada Pemilu 2029. Fahri Hamzah menegaskan pentingnya menghapus Presidential Threshold untuk menciptakan masa depan yang lebih demokratis bagi Indonesia.
Menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi terkait norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017, Fahri Hamzah mempertanyakan konstitusionalitas aturan tersebut. Dalam pernyataannya, ia menekankan bahwa penghapusan Presidential Threshold seharusnya menjadi langkah yang diperhitungkan.
Pernyataan MK yang menyebut norma tersebut harus dinyatakan constitusional dengan syarat tertentu, mulai dari Pemilu DPR 2024 hingga pemilu berikutnya, menciptakan kontroversi dalam wacana politik yang sedang berkembang.
Kesimpulan
Fahri Hamzah dari Partai Gelora mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi untuk mengubah parliamentary threshold menjadi 4%, namun ia juga menegaskan pentingnya menghapus Presidential Threshold untuk memastikan kedaulatan rakyat dalam pemilihan pemimpin. Menurut Fahri, threshold tersebut merampas hak rakyat untuk memilih secara langsung dan menyebabkan kesenjangan antara keinginan rakyat dan pemimpin terpilih.