Pengakuan Dosen: Gaji Tetap Rp 300 Ribu di Sidang MK, Jauh Dibawah Standar

indotim.net (Jumat, 08 Maret 2024) – Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah menggelar sidang pengujian materiil mengenai UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti). Salah satu momen menarik dalam sidang ini terjadi saat seorang dosen menjadi saksi dan membuka cerita mengenai besaran gaji yang diterimanya, yang mengejutkan karena berada jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) daerah tempat kampusnya berlokasi.

Gugatan tersebut diajukan oleh Teguh Satya Bhakti dengan nomor perkara 135/PUU-XXI/2023. Dalam tuntutannya, penggugat meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa pasal 70 ayat (3) Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan frasa sejauh ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 selama tidak diartikan “yang dananya berasal dari dana pendidikan tinggi yang disubsidi oleh pemerintah untuk satuan pendidikan tinggi yang dijalankan oleh masyarakat”.

Penggugat juga meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyebutkan bahwa Pasal 89 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur frasa terkait bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 selama tidak diinterpretasikan sebagai ‘bantuan gaji pokok dosen, tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan’.

Sebelumnya telah dilaporkan dalam detikNews mengenai pemohon yang mempermasalahkan pembebanan kewajiban pemberian gaji pokok dosen PTS hanya pada badan penyelenggara. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan atau kesenjangan gaji pokok dosen PTS, bukan hanya dengan dosen PTN tetapi juga sesama dosen PTS.

Menurut penggugat, perguruan tinggi swasta yang berada di bawah naungan lembaga penyelenggara dengan sumber daya keuangan melimpah dan berlokasi di daerah dengan ketentuan upah minimum yang tinggi, seharusnya memberikan gaji pokok yang layak bagi para dosen.

READ  Cak Imin Sikat Gibran Soal Bioregional: Pertanyaan Saya Tak Terjawab

Persidangan telah berlangsung sejumlah kali. Pada hari Kamis (7/3/2024), pemohon membawa seorang saksi yang bernama Mohammad Saleh, seorang dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum Banyuanyar, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.

Gaji Tetap Sebagai Dosen Hanya Rp 300 Ribu

Saleh dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta itu mengatakan gaji tetapnya sebagai dosen hanya Rp 300 ribu.

“Gaji yang saya terima itu, kalau gaji tetap sebagai dosen itu Rp300 ribu,” ungkap Saleh, seperti dikutip dari situs MK.

Saleh turut menyebutkan bahwa gaji mengajar per tatap muka hanya sebesar Rp 50 ribu dengan uang transportasi hanya Rp 15 ribu. Dia hanya mengajar satu kali dalam seminggu untuk semester ini.

Saleh menyoroti besaran gaji yang ia terima jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Pamekasan 2024 sebesar Rp 2,2 juta per bulan. Saleh menyadari besaran gaji yang telah disepakati saat ia bergabung dengan pihak kampus.

Dalam situasi yang sama, dosen tersebut juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak dapat berharap banyak dari perguruannya yang baru berusia 9 tahun. Program studi tempat beliau mengajar baru berjalan dua tahun. Terlebih lagi, pendapatan kampusnya didapatkan dari sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) mahasiswa.

Saleh mengungkapkan bahwa biaya SPP untuk program studi pendidikan sastra Arab hanya Rp 300 ribu per semester. Jika dihitung per mahasiswa dan diasumsikan mereka lulus dalam delapan semester, total biaya SPP selama kuliah hanya mencapai Rp 2,4 juta.

Uang yang diterima dosen tersebut tidak sebanding dengan Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan.

READ  {Apa yang Dimaksud dengan IUP dalam Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Tahun 2024? Pelajari Selengkapnya!}

Biaya tersebut ditambah dengan uang pembangunan sebesar Rp 500 ribu dan uang pendaftaran sebesar Rp 100 ribu.

Maka, setiap mahasiswa harus membayar biaya total Rp 3 juta kepada kampus sebelum mereka berhasil menyelesaikan studi.

“Jadi total dari masa kuliah, masuk sampai lulus itu Rp 3 juta. Bagaimana kemudian mau menuntut,” ucap Saleh.

Saleh dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada lagi pemberian uang selain gaji Rp 300 ribu dari institusi tempatnya mengajar.

“Saya tak ambil uang. Jadi, mungkin nanti di penghujung Ramadhan, tapi biasanya sembako, begitulah,” ujar beliau.

Dalam kesaksian terakhir yang disampaikan Saleh di persidangan, ia mengungkapkan betapa sulitnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan gaji yang hanya Rp 300 ribu per bulan sebagai dosen tetap. Di bawah pengaruh jujur dan tulus dari sang istri, Saleh mulai mencari cara agar kebutuhan keluarganya tercukupi.

Kesimpulan

Dosen yang menjadi saksi di sidang MK mengungkapkan bahwa gaji tetapnya hanya Rp 300 ribu, jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten. Hal ini menyoroti ketidaksetaraan gaji dosen di perguruan tinggi swasta, dengan penghasilan yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap regulasi terkait pendidikan tinggi dan kesejahteraan dosen.