Dewan Pengawas mengungkap Kendala dalam Mengantisipasi Pengunduran Pimpinan KPK Sebelum Vonis Etik

indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Sebuah situasi yang sulit dihadapi oleh Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terdapat dua mantan pimpinan KPK yang memilih untuk mengundurkan diri saat sedang menjalani proses dugaan pelanggaran etik.

Dalam perspektif Dewas, keputusan ini menjadi perhatian serius. Dewas pun kemudian memberikan tanggapannya terkait hal ini.

“Tiap pimpinan yang melakukan pelanggaran etik sebelum putus sudah mengajukan permohonan pengunduran diri, ini sulit bagi kami untuk mengantisipasi ini, karena yang mengangkat pimpinan adalah Presiden, yang memberhentikan pimpinan juga Presiden,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).

Dua pimpinan KPK yang mengundurkan diri sebelum sidang vonis etik, yaitu Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar. Tumpak mengaku pihaknya tidak dapat berbuat banyak terkait langkah yang telah diambil oleh kedua mantan pimpinan KPK tersebut.

Tumpak mengungkapkan bahwa Dewan Pengawas hanya akan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan dalam mengatasi vonis etik bagi setiap anggota KPK. Menurutnya, sanksi terhadap pimpinan KPK akan dibatalkan jika presiden sudah mengeluarkan keputusan presiden.

Dalam kasus Lili Pintauli Siregar, Dewan Pengawas (Dewas) menyatakan bahwa vonis etik tidak dapat dilakukan karena beliau telah mengundurkan diri sebelum sidang putusan etik digelar. Lili Pintauli Siregar juga membawa surat keputusan pemberhentian sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Situasi yang berbeda dialami oleh Firli, mantan Ketua KPK. Ia dijatuhi vonis etik yang berat oleh Dewas KPK karena belum ada keputusan presiden yang dikeluarkan oleh Jokowi saat sidang etik diadakan oleh Dewas.

Namun, dari dua contoh kasus tersebut, Tumpak menyatakan bahwa vonis etik terhadap pimpinan KPK masih bergantung pada keputusan Presiden Jokowi melalui kepresidenan.

READ  Dukung Prabowo-Gibran, Keinginan Emak-emak agar Pelaku UMKM Makin Makmur dan Berjaya

“Kalau pimpinan KPK sudah keluar keputusan presidennya dinyatakan berhenti dari KPK sesuai keputusan presiden, kami tidak bisa lagi menjatuhkan sanksi etik. Kami terpaksa menghentikan perkara yang sedang berlangsung di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPS) sebelumnya. Namun, Pak Firli belum mendapatkan keputusan presidennya, jadi kasusnya masih berlanjut,” jelas Tumpak.

Dewas melakukan penanganan berbeda terhadap pegawai KPK. Tumpak menyatakan bahwa Dewas bisa memberikan sanksi etik tanpa harus repot bergantung pada keppres. Ia mengatakan bahwa pihaknya hanya perlu berkoordinasi dengan Inspektorat KPK agar surat pemberhentian pegawai KPK yang bermasalah tersebut dikeluarkan setelah vonis etik dari Dewas.

“Namun, ini bisa kita antisipasi oleh para pegawai KPK. Para pegawai KPK bisa tidak segera diberhentikan melalui Surat Keputusan (SK) sebelum proses vonis etik dilakukan, karena wewenang untuk memberhentikan pegawai KPK berada pada kami sendiri. Jika ada pegawai yang memberhentikan mereka, maka itu biasanya dilakukan oleh Sekretaris Jenderal,” ungkap Tumpak.

“Jadi kami bisa mencegah agar SK pemberhentian pegawai tidak dikeluarkan sebelum ada vonis. Namun, dalam hal pimpinan memang tidak memungkinkan,” kata Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam wawancara.

Tumpak juga memberikan tanggapan terkait adanya kesepakatan antara pimpinan dan Dewas KPK tentang penanganan kasus etik. Kesepakatan tersebut berisi larangan bagi pimpinan KPK untuk mengundurkan diri sebelum vonis etik dikeluarkan oleh Dewas.

Tumpak menilai kesepakatan tersebut sulit dilakukan karena tidak ada ketentuan yang mengatur hal tersebut dalam Undang-Undang KPK maupun Peraturan Dewas KPK.

“Anda menyarankan kesepakatan? Dalam UU tidak ada juga kesepakatan seperti itu jadi tidak bisa. Mohon dimaklumi saja,” ujar Tumpak.

Kesimpulan

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi tantangan yang sulit dalam mengantisipasi pengunduran diri pimpinan KPK sebelum vonis etik dikeluarkan. Dua mantan pimpinan KPK, Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar, memilih mengundurkan diri sebelum proses dugaan pelanggaran etik selesai. Dewan Pengawas mengungkapkan keterbatasan dalam mengambil langkah terhadap keputusan kedua mantan pimpinan tersebut, karena proses pemberhentian pimpinan KPK berada di tangan Presiden. Baru jika Presiden mengeluarkan keputusan pemberhentian, sanksi etik terhadap pimpinan KPK dapat dibatalkan. Terkait penanganan pegawai KPK, Dewas memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi etik dengan berkoordinasi dengan Inspektorat KPK. Namun, kesepakatan antara pimpinan dan Dewas KPK tentang larangan pengunduran diri sebelum vonis etik tidak memiliki dasar hukum yang mengatur hal tersebut, sehingga sulit dilaksanakan.

READ  Pengacara SYL Dihadapkan 7 Orang Terkait Kasus Pemerasan: Dekati Kejutan