indotim.net (Kamis, 18 Januari 2024) – Amerika Serikat (AS) bersama Korea Selatan (Korsel), dan Jepang, mengadakan latihan perang gabungan yang melibatkan kapal induk AS. Latihan gabungan angkatan laut ini seolah-olah merupakan memperlihatkan kekuatan mereka sebagai tindakan menghadapi Korea Utara (Korut) yang memiliki senjata nuklir.
Dilansir oleh Associated Press, pada Rabu (17/1/2024), para diplomat senior dari tiga negara akan mengadakan pertemuan di Seoul untuk membahas situasi yang semakin memburuk dengan Pyongyang.
Pada pekan ini, Kim Jong Un mengungkapkan dalam sidang parlemen bahwa Korea Utara tidak lagi mempertahankan komitmen lamanya terhadap unifikasi damai dengan Korea Selatan. Ia juga memerintahkan revisi konstitusi Pyongyang agar menghapus gagasan negara bersama antara kedua negara yang terpisah akibat perang.
Pidato Kim Jong Un disampaikan sehari setelah Korea Utara meluncurkan uji balistik pertama tahun 2024. Uji balistik ini digambarkan oleh media pemerintah Korea Utara sebagai rudal jarak menengah terbaru dengan bahan bakar padat dan dilengkapi hulu ledak hipersonik.
Pyongyang menyebut latihan tersebut sebagai langkah maju dalam pengembangan kekuatan militer yang dapat melibatkan pangkalan militer AS di Guam dan Jepang.
Kembali ke latihan gabungan Amerika Serikat (AS), Korea Selatan (Korsel), dan Jepang, latihan tersebut dilaksanakan di perairan Pulau Jeju, Korsel selama pekan ini. Hal ini terjadi ketika pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un, terus melakukan uji coba senjata dan melontarkan ancaman yang provokatif. Sikap Kim semakin meningkatkan ketegangan regional hingga mencapai titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Staf Gabungan Militer Korea Selatan (Korsel), dalam pernyataannya, mengumumkan bahwa latihan angkatan laut trilateral, yang menyelesaikan program tiga hari pada Rabu (17/1) waktu setempat, melibatkan sembilan kapal perang dari ketiga negara yang bersekutu tersebut.
Salah satu kapal perang yang turut berpartisipasi dalam latihan gabungan tersebut adalah kapal induk USS Carl Vinson milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Selain itu, militer Korea Selatan dan Jepang juga turut serta dengan sejumlah kapal penghancur milik mereka yang dilengkapi sistem pertahanan udara Aegis.
Latihan gabungan ini dilakukan untuk mempertajam kemampuan dalam mencegah serta merespons ancaman nuklir, rudal, dan bawah laut dari Korea Utara (Korut). Kepala Staf Gabungan Militer Korea Selatan (Korsel) menyatakan bahwa latihan ini juga bertujuan untuk mencegah pengangkutan senjata pemusnah massal secara ilegal melalui laut.
Namun tidak dijelaskan secara detail apakah latihan gabungan tersebut terkait dengan dugaan transfer senjata dari Pyongyang ke Rusia guna membantu perang di Ukraina.
Pada saat yang bersamaan di Seoul, utusan nuklir Korea Selatan (Korsel) Kim Gunn dijadwalkan untuk bertemu dengan rekan sejawatnya dari Jepang, Namazu Hiroyuki, pada Rabu (17/1) waktu setempat. Keesokan harinya, atau Kamis (18/1) besok, Kim dan Hiroyuki akan mengadakan pertemuan dengan Jung Pak, yang merupakan deputi perwakilan khusus Presiden AS Joe Biden untuk Korea Utara (Korut). Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengkoordinasikan respons ketiga negara terhadap Korut.
Selanjutnya, Korut menutup pintu rekonsiliasi.
Korea Utara Menutup Pintu Rekonsiliasi
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un menutup pintu rekonsiliasi dengan Korsel. Kim Jong Un juga menganggap Korsel sebagai musuh utama.
Hubungan antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) terus memanas sejak awal tahun 2024. Kim Jong Un telah mengumpulkan para komandan utama Korut dan menegaskan bahwa militer harus “memusnahkan” musuh jika terprovokasi.
Jika musuh memilih untuk melakukan konfrontasi militer dan provokasi terhadap DPRK, tentara kita harus memberikan pukulan mematikan untuk memusnahkan mereka sepenuhnya dengan memobilisasi semua cara dan potensi terberat tanpa ragu-ragu,” kata Kim seperti dilaporkan media pemerintah Korut, KCNA, seperti dilansir AFP.
Komentar Kim tersebut mencerminkan ancaman yang dia sampaikan pada pertemuan partai akhir tahun 2023 terkait serangan nuklir terhadap Seoul dan perintah untuk meningkatkan persenjataan militer guna mempersiapkan perang yang menurutnya dapat “terjadi kapan saja”. Selain itu, Kim juga menuduh AS telah menimbulkan “berbagai bentuk ancaman militer” terhadap Korut.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan sekutunya baru-baru ini menggelar latihan militer sebagai respons terhadap ketegangan yang terjadi dengan Korea Utara (Korut). Pengepungan tersebut menimbulkan kekhawatiran yang serius di kalangan negara-negara terkait.
Dalam pidatonya, seorang perwakilan pemerintah AS meminta angkatan bersenjata Korut untuk “mengendalikan seluruh wilayah Korea Selatan (Korsel) dengan memobilisasi segala cara fisik, termasuk kekuatan nuklir” jika terjadi “peristiwa besar” yang dapat mengancam keamanan.
Pemimpin Korut, Kim Jong-un, secara tegas menyatakan bahwa negaranya tidak lagi akan berupaya melakukan rekonsiliasi dan reunifikasi dengan Korsel. Ia mengklaim bahwa krisis yang tidak terkendali dipicu oleh tindakan Seoul dan Washington.
Selanjutnya, Kim Jong Un menganggap Korsel sebagai musuh utamanya.
Kim Jong Un Anggap Korsel Musuh Utama
Kim Jong Un kemudian meminta agar konstitusi Korut diubah untuk memastikan Korsel dianggap sebagai ‘musuh utama’. Dia mengingatkan bahwa negaranya tidak berniat untuk menghindari perang jika hal itu terjadi.
Dalam laporan dari Reuters dan The Star pada Selasa (16/1/2024), Kim Jong-un, pemimpin Korut, memberikan pidato di hadapan Majelis Rakyat Tertinggi Korut pada Senin (15/1). Dalam pidatonya, Kim menyatakan bahwa ia telah mencapai kesimpulan bahwa unifikasi dengan Korsel tidak lagi mungkin dilakukan.
Kim mengaku bahwa AS dan sekutunya sedang menampilkan latihan militer setelah ketegangan baru-baru ini dengan Korea Utara (Korut). Dia juga menuding pemerintah Korea Selatan (Korsel) berusaha untuk menggulingkan pemerintahannya.
Kim menyampaikan bahwa konstitusi Korut harus diamandemen untuk mendidik warga Korut bahwa Korsel adalah ‘musuh utama’ dan untuk mendefinisikan wilayah Korut sebagai wilayah yang terpisah dari Korsel.
“Kami tidak menginginkan perang tetapi kami tidak berniat untuk menghindarinya,” ucap Kim sebagaimana dilansir KCNA