indotim.net (Sabtu, 20 Januari 2024) – KPK menghormati langkah yang diambil oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dengan mengajukan gugatan praperadilan terkait penyidikan terhadap Harun Masiku, tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang saat ini masih buron. KPK menganggap bahwa gugatan tersebut merupakan bentuk kepedulian MAKI terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
“Tentu itu merupakan bentuk kepedulian MAKI terhadap lembaga KPK dan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Kami menghargai hal tersebut dan akan menyerahkan pada proses praperadilan yang akan datang,” kata Nawawi Pamolango, Ketua sementara KPK, saat dikonfirmasi pada Minggu (20/1/2024).
Nawawi mengungkapkan bahwa segala kemungkinan penyidikan kasus tersebut masih terbuka. Namun, hingga saat ini KPK menyatakan bahwa belum ada urgensi dalam kasus ini untuk disidangkan secara in absentia.
“Semua kemungkinan tetap terbuka, hanya sejauh ini kami melihat belum ada urgensi, terlebih konsepsi peradilan in absentia lebih tertuju pada penyelamatan kekayaan negara (penjelasan pasal 38 UU Nomor 31 Tahun 1999), jadi tidak berbeda dengan apa yang terjadi pada kasus Harun Masiku ini,” ujar juru bicara KPK.
Pengacara dari Koalisi Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Alvon Kurniawan, meminta agar kasus Harun Masiku disidang in absentia. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa belum ada urgensi untuk melakukan hal tersebut.
Nawawi, juru bicara KPK, mengungkapkan bahwa tim penyidik KPK sedang berupaya keras mencari dan menangkap Harun Masiku. Dia menegaskan bahwa masih ada waktu bagi tim penyidik untuk bekerja.
MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) meminta agar kasus Harun Masiku disidang in absentia (tanpa hadir), namun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyatakan belum ada urgensi untuk hal tersebut.
“Di sisi lainnya, tim sidik kami juga masih terus bekerja dalam upaya pencarian dan penangkapan pada yang bersangkutan, sekaligus juga dapat memastikan kekhawatiran dari teman-teman MAKI, apakah yang bersangkutan masih hidup atau ada kemungkinan lainnya. Singkatnya, masih cukup alasan memberi waktu kepada tim sidik untuk terus bekerja,” tambahnya.
Permohonan tersebut diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan tercatat pada Selasa (16/1). Pihak yang dimohon adalah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini terdaftar dengan nomor perkara 10/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta agar kasus Harun Masiku disidang in absentia. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa saat ini belum ada urgensi untuk melakukan itu.
Dalam keterangan yang diperoleh dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (19/1/2024), disebutkan, “Klasifikasi perkara sah atau tidaknya penghentian penyidikan”.
Dalam pokok perkara gugatannya, MAKI menyoroti penyidikan KPK yang tidak menunjukkan perkembangan dalam mencari Harun Masiku. MAKI berpendapat bahwa KPK sebaiknya tetap melimpahkan berkas kasus tersebut ke jaksa penuntut umum (JPU) KPK agar sidang in absentia dapat dilakukan.
Manajemen Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan permintaan agar kasus Harun Masiku disidang in absentia. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memandang bahwa belum ada urgensi untuk hal tersebut.
Dalam keterangannya, MAKI menyebut bahwa termohon seharusnya melimpahkan berkas penyidikan kepada jaksa penuntut umum di KPK agar dapat dilakukan sidang in absentia. Hal ini bertujuan agar perkara dapat diselesaikan melalui persidangan dan terdapat kepastian hukum melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
MAKI Mengajukan Gugatan Praperadilan
MAKI mengajukan gugatan praperadilan dengan tuntutan agar hakim menyatakan KPK telah melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah dalam kasus Harun Masiku. Selain itu, MAKI juga meminta KPK segera melimpahkan berkas perkara Harun kepada jaksa agar dapat segera disidang in absentia.
Dalam wawancara terpisah, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan bahwa gugatan praperadilan ini diajukan karena MAKI meragukan kemampuan KPK untuk menangkap Harun Masiku. MAKI menilai KPK enggan menangkap Harun, sehingga MAKI menduga KPK telah menghentikan penyidikannya.
“Saya telah meminta KPK untuk melakukan sidang in absentia karena saya ragu Harun Masiku akan tertangkap. Namun, KPK menolak dengan alasan belum ada urgensi untuk melakukannya. Oleh karena itu, saya berargumen bahwa KPK telah menghentikan penyidikan secara material. Untuk mengatasi masalah ini, saya akan mengajukan gugatan praperadilan agar hakim memerintahkan KPK untuk melakukan sidang in absentia,” ujar Boyamin.
Media and Advocacy Coalition for Justice (MAKI) mengajukan permohonan agar kasus Harun Masiku dapat disidang in absentia, di mana terdakwa tidak hadir dalam persidangan. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum ada urgensi untuk melaksanakan permintaan tersebut.
Dalam permohonan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, MAKI menyatakan bahwa sidang in absentia diperlukan untuk memastikan keadilan bagi masyarakat. Mereka mengungkapkan bahwa Harun Masiku, yang merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi, memilih untuk berada di luar negeri untuk menghindari proses hukum.
Lebih lanjut, Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan bahwa saat ini belum ada urgensi untuk melaksanakan sidang in absentia dalam kasus Harun Masiku. Menurutnya, KPK masih fokus dalam proses penyidikan dan upaya untuk memastikan keberadaan Harun Masiku demi kelancaran proses hukum.
Ali Fikri juga menegaskan bahwa sidang in absentia hanya dapat dilaksanakan jika terdakwa secara sah dinyatakan kabur oleh pengadilan. Oleh karena itu, KPK akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Interpol dalam upaya pengejaran Harun Masiku.
Lebih lanjut, Boyamin Saiman, pengacara pribadi Harun Masiku, mengakui bahwa permohonan sidang in absentia dilakukan untuk melindungi Harun dari menjadi komoditas politik menjelang pemilu. Boyamin juga menilai bahwa permohonan ini merupakan bentuk dukungan terhadap KPK agar lembaga tersebut tidak tersandera dengan kasus Harun.
Dalam kasus ini, Harun Masiku diduga menerima suap terkait proyek infrastruktur dan mengakui telah melakukan pemberian uang kepada sejumlah anggota DPR. Namun, hingga saat ini, Harun Masiku belum ditetapkan sebagai buron oleh KPK.
“Gugatan praperadilan ini bertujuan agar kasus Harun Masiku tidak dijadikan sebagai sandera atau komoditas politik menjelang pemilu. KPK perlu menyelesaikan perkara ini agar tidak dimanfaatkan sebagai bahan politik bagi pihak lawan atau untuk menyerang musuh politik,” ujar MAKI.
Harun Masiku merupakan tersangka pemberi suap dalam kasus pergantian antarwaktu pada 2019. Dia lalu menjadi buron selama 4 tahun terakhir.