indotim.net (Minggu, 21 Januari 2024) – Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera, mempertanyakan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan menganggapnya sebagai alat musibah. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan jawaban terkait hal tersebut.
“Sirekap adalah jawaban atas kekhawatiran adanya potensi kecurangan pemilu atau manipulasi pemilih dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara. Karena Sirekap merupakan teknologi yang memastikan transparansi dalam perolehan suara peserta pemilu,” kata Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik, kepada wartawan pada Minggu (21/1/2024).
Berdasarkan Pasal 3 huruf f dan i dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, kata Idham, ada dua dari sebelas prinsip penyelenggaraan Pemilu yang harus diimplementasikan. Salah satunya adalah prinsip terbuka dan akuntabel.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, memberikan jawaban terkait pertanyaan anggota DPR mengenai Sistem Rekapitulasi (Sirekap). Ia menegaskan bahwa Sirekap merupakan teknologi informasi yang digunakan oleh KPU untuk memastikan proses pemungutan dan penghitungan suara dapat berjalan secara terbuka dan transparan.
Bapak Idham, salah satu anggota KPU, menjelaskan bahwa Sirekap dirancang sebagai alat yang mampu meningkatkan akuntabilitas publik. Dengan menggunakan teknologi ini, KPU berupaya untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pemilu dapat dipantau oleh publik secara real-time dan terjamin keabsahannya.
“Teknologi informasi yang digunakan oleh Sirekap untuk Pemilu serentak 2024 adalah teknologi informasi yang sudah dimutakhirkan,” ujar KPU sebagai respons terhadap pertanyaan anggota DPR.
“Dengan itu, Sirekap yang akan digunakan akan jauh lebih baik daripada Sirekap yang digunakan pada pemilihan serentak kepala daerah tahun 2020,” ujar KPU.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, mengkritik penggunaan Sirekap dalam Pemilu 2024. Menurut Mardani, penghitungan suara seharusnya dilakukan secara manual.
Anggota DPR, Mardani, mendapatkan jawaban dari KPU terkait Sirekap dalam rapat dengar pendapat yang dihadiri oleh Komisi II, KPU, dan Bawaslu di DPR RI. Mardani menjelaskan bahwa Sirekap merupakan teknologi yang digunakan untuk memastikan transparansi hasil pemilu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2017. Menurut Mardani, perhitungan menggunakan sistem Sirekap masih dilakukan secara manual.
“Dasar perhitungan Pemilu kita karena UU Nomor 17 Tahun 2017, itu tidak kita revisi, adalah basisnya adalah manual, bukan digital,” kata Mardani dalam rapat, Selasa (16/1).
Anggota DPR mempertanyakan apakah Sirekap bisa menjadi alat bantu yang efektif. Mardani, salah satu anggota DPR, khawatir bahwa sistem Sirekap justru dapat menimbulkan masalah baru dalam proses penghitungan suara.
“Tadi ada kata-kata indah, ‘Sirekap itu adalah alat bantu.’ Ini bukan jadi alat bantu, alat musibah, pandangan saya, karena boleh jadi prosesnya tidak sesederhana bahwa kita foto, kita kirim, dan dari TPS langsung ke KPU Pusat,” ujarnya.
Kesimpulan
Kontroversi terkait penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam Pemilu 2024 direspons oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut KPU, Sirekap merupakan teknologi yang memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. KPU menjelaskan bahwa Sirekap telah dimutakhirkan dan akan lebih baik daripada versi sebelumnya digunakan pada pemilihan kepala daerah tahun 2020. Namun, anggota DPR Mardani Ali Sera masih mengkritik penggunaan Sirekap dan menyebutnya sebagai alat musibah. Argumennya adalah bahwa proses penghitungan suara seharusnya dilakukan secara manual sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2017. Meskipun demikian, KPU tetap mempertahankan penggunaan Sirekap sebagai teknologi informasi yang dapat meningkatkan transparansi dan keabsahan hasil pemilu.