indotim.net (Selasa, 30 Januari 2024) – Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, menyadari bahwa polarisasi akan terjadi dalam Pilpres 2024. Namun, Anies mengingatkan masyarakat agar tidak langsung menghubungkan polarisasi dengan perpecahan.
Hal tersebut disampaikan Anies Baswedan saat menghadiri perayaan Imlek bersama Komunitas Masyarakat Indonesia Tionghoa (KOMIT) di Chinatown Glodok, Jakarta Barat, Senin (29/1/2024) malam. Anies awalnya menjelaskan polaritas umumnya tumbuh di media sosial. Biasanya, polaritas muncul karena adanya perbedaan pendapat.
“Polarisasi yang sering kita dengar hanya terjadi secara kuat di media sosial. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan di masyarakat, tidak terjadi polarisasi yang signifikan. Sekadar perbedaan pandangan saja, tanpa adanya perpecahan yang nyata,” kata Anies Baswedan.
Namun, Anies meminta agar masyarakat tidak cepat menyimpulkan terjadi perpecahan karena adanya polarisasi di tengah masyarakat. Ia kemudian mengibaratkan polarisasi dengan memegang balon.
“Satu, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa tiap ada polarisasi berarti ada perpecahan. Urutannya, nomor 1 adalah polarisasi, jika terus dibiarkan bisa menjadi friksi, kemudian berlanjut menjadi konflik, setelah itu baru menjadi pecah. Jadi, jika ada polarisasi bukan berarti terdapat perpecahan. Namun seringkali kita dengan cepat menyimpulkan bahwa ada perpecahan saat ada polarisasi,” jelas Anies.
“Kalau ada pemilihan pasti ada polarisasi, di seluruh dunia. Ada yang mendukung Hillary, ada yang mendukung Trump. Saya membayangkan polarisasi seperti balon, dipegang pada bagian tengahnya sehingga terbagi menjadi dua. Namun, setelah pemilihan selesai, balon tersebut kembali satu,” ujar Anies.
Anies kemudian membagikan pengalamannya di Jakarta dalam mengatasi polarisasi pasca Pilgub 2017 lalu. Saat itu, Anies tidak memperlakukan semua pihak dengan cara yang sama. Contohnya, ia tidak membangun Kota Jakarta secara merata tanpa membedakan wilayah.
“Bagaimana kita dapat menyelesaikan polarisasi? Setelah Pilkada, kami tidak lagi mempertimbangkan hasil Pilkada, seperti di mana Pak Basuki, atau di mana TPS yang memilih Anies. Semua orang diperlakukan dengan cara yang sama. Perbedaan hanya muncul saat pemilihan umum, tetapi setelah pemilihan umum tidak ada lagi perbedaan. Jika perbedaan muncul seperti ini, misalnya, provinsi yang kalah tidak mendapatkan pembangunan. Itu akan merepotkan. Tetapi tidak terjadi. Begitu pemilihan selesai, semua orang diperlakukan dengan cara yang sama. Seperti di Jakarta,” lanjutnya.
Kesimpulan
Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, menjelaskan bahwa polarisasi dalam Pilpres 2024 tidak selalu berujung pada perpecahan. Polaritas umumnya tumbuh di media sosial karena adanya perbedaan pendapat, namun tidak signifikan di masyarakat secara keseluruhan. Anies meminta agar masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan adanya perpecahan saat terjadi polarisasi, karena polarisasi hanyalah langkah awal yang bisa diatasi dengan baik. Anies mengibaratkan polarisasi seperti balon yang terbagi menjadi dua, namun setelah pemilihan selesai, balon tersebut kembali satu. Anies juga membagikan pengalamannya di Jakarta dalam mengatasi polarisasi pasca Pilgub 2017 lalu, di mana semua orang diperlakukan dengan cara yang sama tanpa memperdulikan hasil pemilihan sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan kembali mereda setelah pemilihan selesai dan semua orang dapat diperlakukan dengan adil dan merata.