indotim.net (Rabu, 17 Januari 2024) – Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menyatakan bahwa Riyadh berpotensi untuk mengakui Israel apabila tercapai kesepakatan komprehensif, termasuk pemberian status kewarganegaraan resmi bagi Palestina.
Pemerintah Arab Saudi menyatakan kesiapannya untuk mengakui Israel jika permasalahan Palestina berhasil diselesaikan. Pernyataan ini disampaikan oleh Pangeran Faisal dalam sebuah panel diskusi di Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang diadakan di Davos, Swiss pada Selasa (16/1) waktu setempat.
Pangeran Faisal mengungkapkan hal ini saat berbicara dalam panel tersebut. Menurutnya, langkah ini dapat diambil jika ada solusi yang memuaskan bagi Palestina. Namun, ia juga menegaskan bahwa prioritas utama Arab Saudi tetap pada penyelesaian konflik yang terjadi di Timur Tengah.
Komentar tersebut disampaikan saat perang terus berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza tanpa menunjukkan tanda-tanda mereda.
“Kami setuju bahwa perdamaian regional mencakup perdamaian bagi Israel, namun hal itu hanya dapat terjadi melalui perdamaian bagi Palestina melalui negara Palestina,” ujar Pangeran Faisal dalam forum dunia tersebut.
Dalam sebuah wawancara terkait pengakuan Arab Saudi terhadap Israel, Pangeran Faisal memberikan jawaban yang menarik. Saat ditanya apakah Saudi akan mengakui Israel sebagai bagian dari perjanjian politik yang lebih luas, Pangeran Faisal dengan tegas menyatakan, “Tentu saja.”
Pangeran Faisal mengungkapkan bahwa Arab Saudi akan bersedia mengakui keberadaan Israel sebagai negara jika masalah Palestina berhasil diselesaikan. Ia juga menekankan pentingnya menjaga perdamaian regional dengan mendukung pembentukan negara Palestina.
Mengutip Pangeran Faisal, “Menjaga perdamaian regional melalui pembentukan negara Palestina merupakan sesuatu yang telah kami upayakan bersama dengan pemerintah AS (Amerika Serikat), dan hal ini lebih relevan dalam konteks Gaza.”
Mendapatkan pengakuan dari Arab Saudi sebagai negara Israel akan menjadi prestasi besar bagi Israel. Pasca menjalin hubungan diplomatik dengan beberapa negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko, langkah ini akan mengubah dinamika politik Timur Tengah secara signifikan.
Saudi merupakan negara paling kuat di dunia Arab dan menjadi tempat bagi situs-situs yang paling suci dalam agama Islam. Saudi juga memiliki pengaruh keagamaan yang besar di seluruh dunia. Setelah pecahnya perang di Jalur Gaza pada bulan Oktober tahun lalu, Riyadh menunda rencana normalisasi hubungan dengan Tel Aviv yang didukung oleh Washington.
Arab Saudi menyatakan kemungkinan akan mengakui Israel sebagai negara jika masalah Palestina berhasil diselesaikan. Ini merupakan kejutan mengingat selama ini Arab Saudi telah menjadi pendukung utama perjuangan Palestina.
“Kami akan mempertimbangkan pengakuan terhadap Israel ketika ada kesepakatan damai yang layak terkait dengan pembentukan negara Palestina dan pemenuhan hak-hak rakyat Palestina,” kata Pangeran Turki bin Faisal al-Saud, mantan duta besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat.
Tapi, Pangeran Turki juga menegaskan bahwa pengakuan terhadap Israel tidak akan menjadi prioritas bagi Arab Saudi. Solusi terhadap konflik Palestina tetap menjadi fokus utama.
Pernyataan ini mengindikasikan adanya perubahan sikap dari Arab Saudi yang selama ini menegaskan dukungannya terhadap perjuangan Palestina. Namun demikian, Arab Saudi juga ingin mencari keseimbangan dengan kepentingan strategis mereka di kawasan Timur Tengah.
Masalah Palestina merupakan salah satu konflik terpanjang di dunia yang belum terselesaikan. Konflik ini telah berlangsung puluhan tahun dan menimbulkan penderitaan bagi rakyat Palestina. Banyak upaya telah dilakukan untuk mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, namun hingga kini belum ada kesepakatan yang tercapai.
Pada tahun 2020, Uni Emirat Arab dan Bahrain menjadi negara Arab kedua dan ketiga yang mengakui Israel sebagai negara. Langkah ini mendapat dukungan dari Amerika Serikat yang tengah dipimpin oleh Presiden Donald Trump saat itu.
Saat ini, Israel telah menjalin hubungan diplomatik dengan beberapa negara Arab. Namun, mayoritas negara Arab masih menegaskan bahwa pengakuan terhadap Israel harus didahului dengan solusi yang adil bagi rakyat Palestina.
Dua sumber yang mengetahui pemikiran Saudi memberitahu Reuters bahwa terdapat penundaan dalam pembicaraan normalisasi, yang dianggap sebagai langkah penting bagi Riyadh untuk mendapatkan imbalan konkret dari pakta pertahanan AS.
Pada tanggal 7 Oktober 2023, serangan yang dilancarkan oleh Hamas terhadap Israel memicu perang, namun sebelum peristiwa itu terjadi, terdapat isyarat dari para pemimpin Saudi dan Israel yang menunjukkan bahwa kedua negara tersebut terus bergerak maju untuk mencapai normalisasi hubungan diplomatik yang berpotensi mengubah situasi di Timur Tengah.
Palestina berjuang untuk mendirikan negara mereka di wilayah yang direbut Israel selama perang tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Namun, perundingan antara Palestina dan Israel yang disponsori oleh Amerika Serikat untuk mencapai tujuan tersebut telah mandek selama lebih dari satu dekade.
Arab Saudi telah mengindikasikan kemungkinan untuk mengakui negara Israel jika masalah Palestina dapat diselesaikan. Namun, masih terdapat beberapa hambatan yang perlu diatasi dalam upaya perdamaian tersebut.
Salah satu hambatan utama adalah keberadaan permukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki. Permukiman ini telah menyebabkan ketegangan antara pihak Palestina yang mendukung solusi dua negara dengan kelompok Hamas yang menolak hidup berdampingan dengan Israel.
Otoritas Palestina yang didukung oleh Barat berusaha mencapai kesepakatan damai dengan Israel, sementara Hamas mempertahankan sikap perlawanan terhadap negara Israel.
“Terdapat jalan menuju masa depan yang lebih baik bagi kawasan ini, Palestina, dan Israel, yaitu melalui perdamaian, dan kami berkomitmen sepenuhnya untuk mewujudkannya,” tegas Pangeran Faisal dalam forum internasional tersebut.
Arab Saudi siap mengakui Israel sebagai negara jika masalah Palestina dapat diselesaikan. Pernyataan ini disampaikan oleh seorang pejabat Arab Saudi yang ingin menyisipkan komentar kontroversial ini dalam percakapan kami.
Pemerintahan saat ini di Israel, yang beraliran sayap kanan, telah mengabaikan kemungkinan memberikan konsesi yang signifikan kepada Palestina sebagai bagian dari potensi kesepakatan normalisasi dengan Saudi.