indotim.net (Selasa, 23 Januari 2024) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif dan Penghitungan Kerugian Negara (PKN) yang salah satunya terkait dengan proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2012. Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.
“Biasanya, proses yang harus dilalui dalam melaksanakan tugas-tugas BPK akan terus dilanjutkan sesuai dengan aturan,” ujar Cak Imin di Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (23/1/2024).
Cak Imin, yang menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) pada tahun 2012, mengungkapkan bahwa ia telah diminta keterangannya terkait kasus tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki masalah terkait hal tersebut.
“Ya saya sudah dimintai keterangan sebelumnya dan tidak ada masalah. Urusan ini tidak ada hubungannya dengan saya,” ungkapnya.
Cak Imin juga menolak untuk berspekulasi apakah terdapat atau tidak ada unsur politis terkait laporan tersebut. “Saya tidak tahu, saya tidak tahu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Jubir Timnas AMIN Usamah Abdul Aziz mengungkap tekanan-tekanan yang diterima oleh Cak Imin menjelang debat yang digelar pada Minggu (21/1). Salah satunya adalah terkait laporan BPK.
“Dua hari sebelum debat kemarin, BPK melaporkan ke KPK bahwa ada masalah pada tahun 2012 di Kementerian saya, Cak Imin,” ujar Jubir Timnas AMIN Usamah Abdul Aziz dalam acara Adu Perspektif Spesial Debat Pilpres 2024 yang disiarkan oleh Total Politik, Minggu (21/1).
Selanjutnya, apa sebenarnya yang tercantum dalam laporan BPK tersebut?
BPK sebelumnya telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dan Penghitungan Kerugian Negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor BPK Jakarta pada Senin (15/1). Pemeriksaan Investigatif dan PKN ini dilakukan oleh BPK atas permintaan dari KPK. Salah satu isu yang dibahas dalam LHP tersebut terkait proyek Kemnakertrans pada tahun 2012.
“Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengadaan Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun Anggaran 2012 telah dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya indikasi penyimpangan yang melibatkan tindak pidana yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam proses perencanaan pengadaan, pemilihan penyedia, pelaksanaan, dan pembayaran hasil pekerjaan. Akibat dari penyimpangan ini, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 17.682.445.455 (Rp 17,6 miliar),” demikian tertulis dalam situs resmi BPK.
Menurut informasi dari sumber yang terpercaya, terdapat tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait proyek sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tersebut. Tiga orang tersangka tersebut adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker I Nyoman Darmanta, Reyna Usman yang saat kejadian ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta seorang pihak swasta bernama Karunia.
Kasus korupsi dalam sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terjadi pada tahun 2012. Kasus tersebut kemudian masuk tahap penyelidikan pada tahun 2022 setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan dari masyarakat.
Sejak Juli 2023, kasus ini kemudian naik ke tingkat penyidikan. Ada tiga orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Cak Imin juga telah diperiksa oleh KPak sebagai saksi terkait kasus ini. Dalam pemeriksaan tersebut, Cak Imin berperan sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009-2014.
Kasus dugaan korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara sebanyak miliaran rupiah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa sistem perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak berfungsi karena terdampak oleh tindakan korupsi.
Kesimpulan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2012 yang menunjukkan adanya indikasi penyimpangan dan kerugian negara sebesar Rp 17,6 miliar. Muhaimin Iskandar (Cak Imin), yang menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun tersebut, mengklaim tidak terlibat dalam kasus tersebut. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk pejabat di Kemnaker dan seorang pihak swasta. Kasus ini telah masuk tahap penyelidikan KPK setelah menerima laporan dari masyarakat pada tahun 2022. Kasus tersebut juga menimbulkan kerugian negara yang signifikan dan mengungkapkan kegagalan sistem perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) karena adanya tindakan korupsi.