indotim.net (Kamis, 07 Maret 2024) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengadvokasi kepentingan Indonesia terkait pemberian subsidi perikanan bagi nelayan kecil. Aksi tersebut terjadi dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Abu Dhabi pada akhir Februari lalu.
Meskipun begitu, perundingan mengenai subsidi perikanan dalam pertemuan tersebut masih belum mencapai kesepakatan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan yang cukup signifikan antara negara-negara maju, negara berkembang, dan negara-negara LDCs terkait larangan pemberian subsidi yang dianggap dapat menimbulkan over capacity dan overfishing.
KKP tetap akan memastikan untuk mengawal aspirasi terkait permasalahan tersebut di dalam forum Negotiating Group on Rules (NGR) di Jenewa, Switzerland.
“Subsidi untuk nelayan kecil merupakan aspirasi Indonesia serta negara berkembang lain dan negara kurang berkembang (least developing countries/LDCs),” ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulis, Kamis (7/3/2024).
Budi menegaskan konsistensi Indonesia pada posisi pemberian subsidi tetap harus diperbolehkan untuk nelayan yang menangkap ikan di wilayah yurisdiksi tanpa dibatasi waktu dan batasan geografis.
Tidak hanya itu, Indonesia mengajak negara maju (big subsidizers) untuk mendisiplinkan pemberian subsidi untuk praktik distant water fishing yang merujuk pada penangkapan ikan atau sumber daya perikanan lainnya di perairan yang terletak jauh dari pantai.
“Dalam konteks tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) aktif memperjuangkan isu subsidi untuk nelayan kecil di forum World Trade Organization (WTO),” ujar Budi dalam acara konferensi pers.
Budi menjelaskan bahwa isu subsidi ini berkaitan dengan perlunya perlindungan bagi nelayan kecil yang terpengaruh oleh praktik penangkapan ikan massal.
Dikatakannya, karakteristik dari distant water fishing melibatkan penggunaan kapal penangkap ikan besar, penggunaan teknologi canggih seperti radar dan GPS untuk melacak ikan, dan seringkali melibatkan perjalanan yang jauh dari pelabuhan untuk mencapai lokasi-lokasi perikanan yang produktif.
“Ini juga menjadi perhatian kita karena pengelolaan perikanan harus berkelanjutan dan mencegah penangkapan berlebihan di laut lepas,” tegas Budi.
Untuk diketahui, dalam KTT ke-12 WTO, KKP turut berjuang untuk keadilan bagi para nelayan, khususnya yang berskala kecil. Meskipun sempat mengalami penundaan karena pendapat para perwakilan negara yang belum bulat, konferensi ini akhirnya menghasilkan Persetujuan Subsidi Perikanan (Agreement on Fisheries Subsidies) yang mengatur larangan pemberian subsidi untuk aktivitas penangkapan ikan dari stok yang terlalu dieksploitasi dan penangkapan ikan secara ilegal, tanpa izin, dan tidak dilaporkan (IUUF).
KKP menekankan pentingnya perjanjian subsidi perikanan di WTO yang harus diimplementasikan secara efektif, adil, dan seimbang. Tindakan ini sesuai dengan mandat perundingan WTO agar setiap negara anggota memainkan peran dan tanggung jawab sesuai kapasitasnya dalam pemberian subsidi perikanan.
Menteri KP Trenggono telah memerintahkan kepada jajarannya untuk mengutamakan ekologi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini bertujuan agar tercapainya keseimbangan sosial dan ekonomi yang optimal.
Kesimpulan
KKP terus mendorong untuk pemberian subsidi perikanan kepada nelayan kecil di forum WTO, meskipun belum mencapai kesepakatan di KTM ke-13. Indonesia juga mengajak negara maju untuk membatasi subsidi distant water fishing guna melindungi nelayan kecil. KKP menekankan pentingnya implementasi Persetujuan Subsidi Perikanan WTO secara adil dan seimbang untuk mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, sesuai dengan perintah Menteri KP Trenggono untuk mengutamakan keseimbangan sosial dan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.