Pakar UI: Peran Penting Lansia dalam Masa Depan Emas Indonesia 2045

indotim.net (Jumat, 08 Maret 2024) – Kesehatan lansia memiliki peran penting dalam mencapai bonus demografi kedua pada tahun 2024 di Indonesia. Dukungan yang diberikan kepada lansia di Indonesia sangatlah krusial agar mereka dapat menjalani hidup yang sehat serta tetap produktif secara sosial dan ekonomis.

Pendapat ini disuarakan oleh Prof. Dr. dr. Martina WS Nasrun, Sp.KJ SubspGer (K), Guru Besar Ilmu Psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dalam pidato pengukuhan beliau di Jakarta. Pernyataan ini diambil dari sumber resmi kampus pada Jumat (8/3/2024).

Menurut Martina, “Penting sekali bagi lansia untuk menjaga kesehatan sehingga bonus demografi kedua dapat tercapai pada tahun 2045. Lansia yang sehat dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”

Penduduk Lansia di RI

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah lansia di Indonesia mencapai 11,75%, sekitar 30 juta dari total 270 juta penduduk. Dengan rasio beban demografi mencapai 17,08%, artinya setiap 100 penduduk usia produktif (15-59 tahun) harus menanggung beban 17 orang lansia.

Risiko Penduduk Lansia

Lansia atau ageing population berisiko mengalami depresi jika tidak mampu mandiri secara finansial, kesehatan, motorik, maupun kognitif akibat ketidakberdayaannya.

Hal ini menjadi perhatian serius mengingat jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan harapan hidup. Diperlukan tindakan yang tepat secara berkelanjutan untuk memastikan kesejahteraan dan kualitas hidup para lansia di masa depan.

Dalam konteks nasib Indonesia menuju Emas 2045, peran lansia ternyata tak kalah pentingnya. Pakar UI memperingatkan bahwa depresi pada lansia dapat meningkatkan risiko demensia hingga 2,3 kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami depresi.

READ  Marco Bezzecchi: Antusias Menyambut Start MotoGP 2024 Pekan Ini

Peneliti Klaster Neuroscience and Brain Development, Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI ini menjelaskan, lansia dengan gangguan fisik menghadapi risiko demensia lebih besar. Gangguan fisik ini antara lain diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol, dan penyakit jantung.

Sementara itu, demensia merupakan gangguan penurunan fungsi kognitif atau intelektual seseorang yang berdampak pada fungsi sosial dan pekerjaan, termasuk perubahan perilaku dan perasaan. Akibatnya, kualitas hidup orang dengan demensia (ODD) maupun orang yang merawatnya (caregiver) turun.

Martina menambahkan, lansia juga berisiko mengalami masalah mental seperti kesepian (loneliness), insomnia, dan pemakaian obat yang irasional, termasuk polifarmasi dan over the counter (OTC/dijual bebas tanpa resep dokter).

Menangani Kebutuhan Penduduk Lansia RI

Martina menegaskan, Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 dengan bonus demografi kedua dapat tercapai jika kebutuhan dan risiko yang mengintai penduduk lansia dapat ditangani dengan baik.

Ia menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan yang optimal untuk mengatasi masalah kesepian, depresi, dan demensia pada para lansia. Tindakan interdisiplin yang komprehensif harus diterapkan pada setiap individu lanjut usia.

1. Upaya Membantu Lansia Mengatasi Kesepian

Sebagai staf Departemen Kesehatan Jiwa di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), dokter tersebut menjelaskan pentingnya membantu lansia mengurangi kesepian guna mencegah mereka dari mengalami depresi. Selain itu, perlu ditingkatkan juga resiliensi lansia melalui peningkatan aktivitas sosial dan dukungan yang mereka terima.

2. Literasi Teknologi bagi Lansia & yang Merawatnya

Martina menekankan pentingnya memberikan literasi teknologi kepada lansia. Langkah ini membantu para lansia untuk tetap relevan di era teknologi dan mengurangi tingkat kesepian melalui akses internet sebagai alat komunikasi.

Di samping itu, teknologi juga dapat membantu lansia dan orang yang merawatnya dalam mengakses layanan kesehatan. Literasi teknologi dapat mengurangi biaya perawatan kesehatan dan sosial bagi lansia itu sendiri.

READ  Gibran Rakabuming: Persiapan Jelang Debat Cawapres Kedua

Ketua Divisi Psikiatri Geriatri Departemen Psikiatri FKUI – RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini mencontohkan, penjadwalan dan konfirmasi janji perawatan kesehatan serta pengecekan catatan medisnya dilakukan melalui perangkat nirkabel.

Proses ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pelayanan kesehatan lansia dapat mendukung terciptanya sistem yang efisien dan terintegrasi. Dengan demikian, kesejahteraan lansia dapat terjaga dengan lebih baik, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Berdasarkan catatan UI, tim peneliti Departemen Psikiatri FKUI-RSCM sedang mengembangkan perangkat aplikasi e-Health Care bernama Pandu-Ina. Aplikasi ini dapat membantu caregiver yang merawat orang dengan demensia.

Saat ini, aplikasi Pandu-Ina telah resmi memiliki hak kekayaan intelektual (HAKI). Aplikasi ini tengah diuji efektivitasnya dalam meningkatkan kualitas hidup orang tua dan para caregiver-nya melalui penelitian yang sedang berlangsung. Dengan demikian, diharapkan aplikasi ini mampu memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan lansia.

Dukung Gaya Hidup Lansia

Martina mengingatkan, lansia RI juga perlu didukung agar menjalani gaya hidup sehat seperti yang dicanangkan Kementerian Kesehatan RI.

Beberapa cara untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 adalah dengan mendukung kesehatan lansia melalui pemeriksaan rutin, menjauhkan diri dari asap rokok, menjaga kebugaran dengan olahraga teratur, menjalani pola makan seimbang, memberikan waktu istirahat yang cukup, serta mengelola stres dengan baik.