indotim.net (Selasa, 05 Maret 2024) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa rasio pajak (tax ratio) di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), maupun negara G20. Fenomena ini mengundang pertanyaan besar tentang sistem perpajakan di Indonesia.
“Ya, Indonesia rasio perpajakannya masih rendah kalau kita membandingkannya dengan negara ASEAN, OECD, negara G20,” kata Sri Mulyani dalam acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024 di Fairmont Hotel Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Meski begitu, Menurut Sri Mulyani, rasio pajak telah meningkat setelah mengalami penurunan yang sangat tajam akibat dampak pandemi COVID-19. Pada tahun 2020, rasio pajak jatuh ke 8,3% namun mulai membaik dan mencapai 10,21% pada tahun 2023.
“Kita membicarakan soal rasio pajak setiap hari dan oleh sebab itu ini adalah isu. Bagaimana kita bisa mendapatkan pengumpulan pendapatan yang terus-menerus dapat dipertahankan tanpa mengganggu momentum dari perekonomian di saat kejadian yang sangat rapuh, sangat lemah dan tidak pasti,” ucapnya.
Menurut Sri Mulyani, saat ini adalah tantangan untuk mengelola pendapatan saat pengeluaran terus meningkat. Di sisi lain, banyak kegiatan ekonomi yang tidak dipajaki.
Sri Mulyani menyebutkan bahwa upaya peningkatan rasio pajak dilakukan untuk memperbaiki kesenjangan antara potensi pajak dan realisasi pajak.
Menyusul pernyataan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait rendahnya rasio pajak di Indonesia. Ia menjelaskan, “UU di sini memberikan kepada kita dasar untuk perpajakan, tapi ada beberapa sektor ekonomi yang tidak dipajak apakah atas nama kemiskinan, kesetaraan, penghasilan tidak kena pajak. Indonesia sangat tinggi untuk kategori ini jika dibandingkan dengan yang lebih kaya negaranya seperti negara tetangga sekitar kita.”
Ekonomi Indonesia dominan bersifat informal dan terdapat banyak fasilitas yang belum terkena pajak. Baik itu terkait dengan kesehatan maupun pendidikan, banyak yang masih mendapat pengecualian.
“Penghasilan non pajak masih sangat tinggi sekali. Saya juga sampaikan ekonomi kita yang informal, banyak fasilitas apakah terkait kesehatan, pendidikan, banyak kegiatan-kegiatan yang menikmati pengecualian banyak,” imbuhnya.
Kesimpulan
Meskipun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa rasio pajak Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, ia berupaya meningkatkan rasio pajak untuk memperbaiki kesenjangan antara potensi pajak dan realisasi pajak. Dengan fokus pada mengelola pendapatan di tengah meningkatnya pengeluaran dan kegiatan ekonomi yang tidak terpajaki, Sri Mulyani menyoroti pentingnya mempertahankan momentum ekonomi tanpa mengorbankan pendapatan negara.