indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, telah selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi meringankan untuk mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Yusril membahas faktor-faktor yang dapat menjadi alasan pengurangan hukuman bagi Firli, salah satunya adalah pandangannya mengenai foto pertemuan Firli dan SYL.
“Jadi mengenai foto, tadi sudah saya jelaskan mengenai foto itu, dan menurut saya foto itu tidak bisa menerangkan apa-apa. Ada foto orang lagi duduk kayak gitu kan nggak (pemerasan),” kata Yusril di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
“Kecuali pidato apa namanya, itu rekaman video mungkin pak Firlinya meras Pak Yasin, atau minta duit sama Pak Yasin, itu kan enggak, cuma foto orang duduk begitu nggak menerangkan apa-apa,” sambungnya.
Menurut Yusril, foto yang menunjukkan pertemuan antara Firli dan SYL pada tahun 2022 hanya merupakan petunjuk adanya pertemuan tersebut. Namun, menurutnya, foto tersebut tidak membuktikan adanya pemerasan. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa bukti foto tersebut seharusnya tidak relevan dalam kasus ini.
“Jadi foto itu paling paling cuma jadi petunjuk saja bahwa benar telah ada pertemuan antara Pak Firli dengan Pak Yasin, tetapi tidak membuktikan bahwa foto itu terjadi pemerasan atau permintaan gratifikasi. Jadi menurut saya foto itu mesti dikesampingkan karena tak menerangkan apa-apa,” ujarnya.
Yusril mengakui bahwa persoalan ini tidaklah sederhana karena melibatkan Ketua KPK dan kepolisian. Oleh karena itu, dia meminta agar kedua belah pihak berhati-hati dalam menyelesaikan kasus ini.
“Karena itu sangat hati-hati betul jangan sampai ini menimbulkan kegaduhan yang akhirnya akan berdampak pada pelaksanaan Pemilu yang akan dilakukan sebentar lagi,” ucapnya.
Selengkapnya di halaman berikutnya.
Alasan Yusril Mau Jadi Saksi Meringankan
Sebelumnya, Yusril telah mengungkapkan alasan-alasannya bersedia menjadi saksi meringankan untuk Firli Bahuri. Yusril menjadi saksi meringankan bagi Firli dalam kasus dugaan pemerasan SYL.
Yusril awalnya menjelaskan tentang pengujian materi yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2010 terkait pengertian saksi dalam Pasal KUHAP. Dia mengatakan bahwa putusan MK No 65/PUU-VIII/2010 telah memperluas pengertian saksi tersebut.
Dalam perkembangan terkini, Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa foto yang menampilkan Firli Bahuri dan Syafruddin Arsyad Temenggung (SYL) tidak dapat dijadikan bukti dalam kasus dugaan pemerasan. Yusril menjelaskan bahwa menurut putusan tersebut, saksi tidak hanya terbatas kepada individu yang mengalami dan menyaksikan suatu tindak pidana, melainkan juga memiliki pengetahuan terkait peristiwa pidana tersebut.
Yusril mengungkapkan bahwa dirinya mengajukan uji materi ini dengan tujuan agar penegakan hukum terkait keterangan saksi antara penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) dengan tersangka dan terdakwa tidak berpihak.
“Pada tahun 2010 saya mengajukan uji materi ke MK mempersoalkan pengertian saksi dalam pasal-pasal KUHAP. Putusan MK No 65/PUU-VIII/2010 itu menjadi putusan historis yang memperluas makna saksi bukan saja orang yang melihat, mengalami, dan mendengar secara langsung terjadinya suatu tindak pidana, tetapi setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang tindak pidana tersebut,” kata Yusril kepada wartawan, Sabtu (6/1).
“Saya mengajukan perluasan makna saksi tersebut karena saya berkeinginan atas penegakan hukum pidana didasarkan atas keadilan yang hakiki dan tidak berat sebelah, di mana posisi penyidik dan JPU begitu kuatnya, sementara posisi tersangka dan terdakwa begitu lemahnya. Dalam pikiran saya, kedudukan aparat penegak hukum dan tersangka/terdakwa haruslah sejajar. Di negara demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Aparat penegak hukum menjalankan kekuasaan negara, sementara tersangka/terdakwa adalah rakyat yang justru memegang kedaulatan itu,” ujar Yusril.
Dalam keterangannya, Yusril memaparkan bahwa dalam proses penyidikan dan persidangan, tidak hanya pihak penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) yang dapat menghadirkan saksi-saksi yang kuat. Tersangka dan terdakwa juga diizinkan untuk menghadirkan saksi-saksi yang dapat meringankan posisinya. Sayangnya, dalam praktiknya, hal ini tidak selalu berjalan lancar.
“Dalam praktik, sayangnya, banyak penyidikan dan penuntutan yang tidak seimbang. Mungkin karena tersangka/terdakwa tidak tahu, atau tidak mampu, atau mungkin penyidik dan hakim tidak bertanya apakah tersangka/terdakwa akan menghadirkan saksi a de charge atau saksi yang menguntungkan. Sementara penyidik telah menghadirkan saksi-saksi yang memberatkan tersangka/terdakwa,” ujar Yusril.
Menurut Yusril, alasan tersebutlah yang menjadi pertimbangannya untuk menjadi saksi meringankan bagi Firli. Ia berharap agar hukum ditegakkan dengan adil dan seimbang.
“Itu sebabnya, selagi saya tidak berhalangan, umumnya saya bersedia didengar keterangannya baik sebagai ahli maupun sebagai saksi a de charge dan saksi yang menguntungkan sebagaimana diatur KUHAP dan putusan MK di atas tadi. Saya ingin hukum ditegakkan secara adil dan seimbang agar hakim tidak salah dalam membuat putusan. Ada hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan ‘Bagi seorang qadi (hakim) adalah lebih baik baginya jika dia salah berijtihad dalam membebaskan seseorang daripada dia salah dalam menjatuhkan hukuman’. Itulah prinsip saya,” ujarnya.
Yusril menuturkan bahwa foto yang menampilkan Firli-SYL tidak dapat dijadikan bukti pemerasan. Yusril juga menyatakan bahwa ia tidak dapat memberikan keterangan secara publik mengenai hal ini. Menurutnya, keterangan tersebut akan diungkapkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan disampaikan dalam persidangan nanti.
“Saya mohon maaf tidak dapat menjelaskan apa yang akan saya jelaskan dalam pemeriksaan saksi pertahanan nanti. Keterangan tersebut akan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan hanya dapat dibuka di pengadilan. Jadi, keterangan seperti ini tidak boleh diungkapkan kepada publik,” ujar Yusril.