Pendapat P2G Mengenai Makan Siang Gratis: Alasan dan Penolakan

indotim.net (Senin, 04 Maret 2024) – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dengan tegas menolak rencana kebijakan makan siang gratis dari program pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran yang akan menggunakan dana BOS.

Muncul penolakan dari Paguyuban Pelajar dan Pendidik Pemuda Indonesia (P2G) terkait rencana menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk menyediakan makan siang gratis bagi siswa. Menurut P2G, penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis bukanlah langkah yang tepat.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyebutkan dana BOS sebagai salah satu opsi pembiayaan untuk program tersebut. Dia berpendapat bahwa sistem penganggaran melalui dana BOS sudah cukup matang, sehingga memungkinkan untuk mengalokasikan dana tersebut demi makan siang gratis bagi siswa SD dan SMP.

“Sebenarnya, kami tidak setuju dengan pengambilan dana BOS untuk program makan siang gratis ini,” kata perwakilan dari P2G dalam diskusi terkait kebijakan tersebut.

Saat diwawancarai di acara seminar pendidikan, perwakilan P2G menjelaskan, “Kami berpendapat bahwa anggaran pendidikan harus diarahkan dengan lebih tepat, agar program-program yang benar-benar mendukung peningkatan kualitas belajar mengajar dapat terlaksana.”

Alasan Penolakan Dana BOS

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menjelaskan alasannya mengapa P2G tidak setuju program makan siang gratis diambil dari dana BOS.

P2G menolak gagasan memberikan makan siang gratis bagi siswa dengan menggunakan dana BOS. Menurut mereka, sebagian besar dana BOS seharusnya dialokasikan untuk membayar gaji guru dan tenaga pendidik honorer. “Hal ini seolah-olah kita memberikan makanan gratis kepada siswa dengan cara mengambil hak makan para guru. Ada guru honorer yang bergantung sepenuhnya pada dana BOS,” ujar Iman.

READ  Respons Cak Imin dan Nusron Wahid, Dorong Food Estate Tetap Sukses dan Produktif

Iman mengatakan bahwa skema makan siang gratis sebaiknya tidak mengambil anggaran dari bidang pendidikan, termasuk BOS dari APBN. Menurutnya, bahkan dengan anggaran APBN yang ada saat ini saja masih belum cukup untuk meningkatkan kesejahteraan guru, memperbaiki fasilitas sekolah, dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Menurut P2G, sebanyak 60,60% ruang kelas SD tingkatan SD mengalami kerusakan berdasarkan data BPS selama tahun ajaran 2021/2022. P2G menilai bahwa kondisi ini seharusnya menjadi fokus perhatian utama pemerintah.

“Saya pikir, menanggung biaya makan siang gratis akan memberatkan sekolah. Harus dibicarakan serius setelah presiden terpilih oleh KPU,” ujar Iman dengan tegas.

Iman menyoroti fakta bahwa anggaran dana BOS dari pemerintah pusat cenderung menurun setiap tahun.

“Dari tahun 2022 ke 2023, terjadi penurunan dana BOS sebesar 539 miliar rupiah. Penggunaan dana BOS untuk makan siang gratis dapat mengorbankan pembiayaan sektor lain yang lebih penting dalam dunia pendidikan, seperti gaji guru honorer,” ungkap Pimpinan P2G.

Beberapa sekolah dasar telah mengeluhkan kekurangan dana BOS yang diterima oleh siswa. Menurut P2G, setiap tahun anak-anak SD hanya menerima Rp 900 ribu dari program BOS. Hal ini berarti pemerintah hanya mengalokasikan sebesar Rp 2.830,00 per hari untuk setiap siswa.

“Sebenarnya sejak awal pembiayaan anak SD sudah tidak manusiawi di bawah harga satu piring nasi versi makan siang gratis, 15 ribu rupiah,” ujar P2G dalam keterangan tertulis, dilaporkan Senin (4/3/2024).

Iman menjelaskan bahwa tren penurunan dana BOS menjadi salah satu argumen utama dalam penolakan terhadap usulan makan siang gratis. Ia berpendapat bahwa dengan terus menurunnya dana BOS setiap tahun, memberikan makan siang gratis justru bisa menyebabkan masalah baru. Sebaliknya, sekolah mungkin tidak akan mampu membiayai kebutuhan lainnya jika dana BOS tidak mencukupi.

READ  Sidang Praperadilan Siskaeee: Penentuan Keputusan

“Artinya untuk sepiring nasi anak sekolah seharga 15 ribu saja pemerintah belum bisa memenuhinya. Jadi, tidak bisa diambil dari anggaran BOS yang jelas-jelas kurang,” kata Iman.

Sementara itu, menurut Iman, program makan siang gratis bagi anak sekolah perlu disusun dengan lebih bijaksana. Bukanlah solusi yang tepat jika anggaran BOS yang sudah terbatas digunakan untuk itu.

P2G Mendorong Dialog Terbuka

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) P2G, Feriyansyah, menyatakan penolakan terhadap penggunaan dana BOS untuk menyediakan program makan siang gratis. Menurutnya, perlu ada kejelasan dari TKN 02 terkait detail rencana ini agar informasi yang disampaikan ke publik tidak bersifat parsial. P2G juga mendorong adanya dialog terbuka yang objektif, jujur, dan transparan dengan melibatkan masyarakat sipil serta akademisi. Selain itu, aspek teknis dan kesiapan penunjang di setiap sekolah perlu dipertimbangkan dengan serius.

Feriyansyah mengatakan bahwa konsep pemberian makan siang gratis bagi siswa adalah hal yang umum dan India dapat dijadikan contoh keberhasilan. Walaupun begitu, di sana tidak hanya menjadi program jangka pendek, tetapi juga menjadi hak konstitusional yang melekat pada anak usia sekolah.

“P2G tidak setuju jika program makan siang gratis diambil dari dana BOS karena alasan tertentu,” jelas narasumber. Ia kemudian menjelaskan contoh dari India yang berhasil mengurangi angka stunting sebesar 22% dalam 11 tahun setelah menerapkan program makan siang gratis. Selain itu, PDB per kapita negara tersebut meningkat dari 442 dolar menjadi 2238 dolar, dan pertumbuhan PDB pun melonjak dari 0,24% menjadi 9,05%,”

Sementara itu, P2G menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengambilan dana BOS untuk menyediakan makan siang gratis.

Menurut P2G, walau tujuannya baik, program semacam ini berpotensi mengalami kegagalan di masa depan.

READ  Kim Jong Un Sebut Korsel Musuh Terganas dan Ancam Perang!

Di Amerika Serikat pada awal tahun 2020, program pemberian makan siang gratis di sekolah mengalami kegagalan bukan dikarenakan pandemi, tetapi karena ketidakpartisipasian para siswa dalam mengambil makan siang gratis. Ternyata, stigma bahwa makan siang gratis hanya untuk golongan miskin membuat anak-anak enggan memanfaatkannya, sehingga program ini terpaksa ditutup di sejumlah sekolah.