indotim.net (Senin, 04 Maret 2024) – Kanopi hutan Pulau Tanna, Vanuatu, di wilayah Pasifik telah berhasil pulih dengan cepat pasca bencana angin Topan Pam tahun 2015. Proses pemulihan ini didukung oleh tingkat pertunasan yang tinggi, penanaman ulang spesies pohon yang sebelumnya ada, serta minimnya spesies invasif yang bisa mengganggu proses regenerasi, demikian ungkap para peneliti.
Topan Pam menerjang daratan Pulau Tanna selama 18 jam pada Maret 2015. Topan ini mencapai kecepatan angin 165 mile per hour (mph). Ini menjadikan bencana tersebut sebagai siklon pulau Pasifik terkuat dalam sejarah saat itu.
Perubahan iklim diprediksi akan meningkatkan intensitas dan frekuensi siklon di wilayah kepulauan Samudra Pasifik. Dampaknya, hutan dan masyarakat di pulau-pulau Pasifik yang bergantung pada hutan akan rentan terkena dampak tersebut.
Pohon yang Mampu Bertahan dari Topan
Tim peneliti dari University of Hawaii (UH) Mānoa, New York Botanical Garden (NYBG), University of the South Pacific (USP), Pusat Kebudayaan Vanuatu, dan Departemen Kehutanan Vanuatu melakukan studi pemulihan setelah badai siklon di 8 lokasi hutan di pulau Tanna selama 5 tahun.
Menurut Tamara Ticktin dari Fakultas Ilmu Hayati University of Hawaii, Mānoa, pemulihan hutan Tanna berlangsung dengan cepat karena kerusakan yang dialami pohon-pohon di pulau ini lebih rendah dibanding dengan pulau-pulau lain di Pasifik yang juga terkena dampak topan.
Ia dan rekan-rekan peneliti memperkirakan siklon yang kerap terjadi di Tanna memengaruhi banyak spesies jadi tahan angin topan. Di samping itu, praktik pengelolaan hutan di sana mendukung kemampuan seisinya bertahan dari bencana alam tersebut.
Penafsiran peneliti ini didukung dengan analisis data yang cermat serta pengamatan langsung di lapangan. Hal ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif terkait dampak siklon terhadap ekosistem hutan di wilayah tersebut.
Selain itu, proses pemulihan hutan yang sebelumnya digunakan sebagai lahan pemeliharaan sapi dan babi berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat. Wilayah ini memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap kemungkinan siklon di masa depan.
Peran Besar Pengelolaan Hutan secara Adat
Ahli etnobotani Michael J Balick menjelaskan, para pengurus kawasan Tanna mengedepankan keanekaragaman spesies pohon, sejarah kehidupan dan tahapan kehidupannya, serta berbagai jalur regenerasi pohon.
Direktur dan Kurator Institute for Economic Botany menemukan bahwa pengelolaan hutan berdasarkan adat di Tanna turut mendukung kelangsungan hidup dan reproduksi spesies.
Pengurus Tanna sangat menghargai keberagaman spesies yang berguna untuk makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan,” ujar Wakil Presiden The New York Botanical Garden (NYBG) untuk Ilmu Pengetahuan Botani, seperti yang dilaporkan oleh EurekAlert.
Para peneliti terkejut melihat bahwa spesies invasif tidak menyebar dengan cepat setelah topan, seperti biasanya terjadi. Jean-Pascal Wahe dari Pusat Kebudayaan Vanuatu menemukan bahwa para petugas telah membersihkan spesies pohon asli dan bahkan menanamnya kembali setelah topan melanda. Langkah ini membantu memastikan regenerasi pohon sambil mengurangi dominasi spesies tumbuhan sekunder seperti rumput-rumputan.
Menyoroti pentingnya peran pengelolaan hutan dalam membangun ketahanan terhadap perubahan iklim, Gregory M Plunkett, Direktur NYBG dan Kurator Program Cullman untuk Sistematika Molekuler, menjelaskan,
“Proses pulihnya hutan Pulau di Pasifik setelah ‘diamuk’ angin topan pada tahun 2015 adalah bukti nyata akan kekuatan alam dalam menyembuhkan diri. Dengan bantuan upaya konservasi yang berkelanjutan, kami melihat bagaimana alam dapat pulih dengan sendirinya.”
Plunkett dan Balick, bersama Marika Tuiwawa dari USP, telah melakukan penelitian tentang flora di Vanuatu selama 20 tahun. Mereka turut merasakan dampak langsung dari topan yang terjadi.
Bagi Plunkett, melihat hutan pulih menjadi sebuah pengalaman yang membanggakan. Dengan semakin meningkatnya kejadian cuaca ekstrem, studi yang dilakukan Science of the Total Environment menemukan metode untuk menjaga keberlangsungan hutan tersebut.
“Ketika dunia mulai menghadapi kejadian cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, penelitian kami menunjukkan bahwa interaksi manusia yang tepat dapat memainkan peran penting dalam kelangsungan hutan,” pungkasnya.
Kesimpulan
Para peneliti menemukan bahwa hutan Pulau Tanna di Pasifik berhasil pulih dengan cepat setelah diterjang Topan Pam pada tahun 2015, berkat tingkat pertunasan tinggi, penanaman ulang spesies pohon yang sebelumnya ada, serta minimnya spesies invasif yang mengganggu proses regenerasi. Pengelolaan hutan secara adat dan praktik pengelolaan terhadap keanekaragaman spesies pohon di Tanna turut mendukung kemampuan hutan ini bertahan dari dampak bencana alam. Studi ini memberikan gambaran komprehensif terkait proses pemulihan hutan setelah bencana alam, menunjukkan bahwa dengan upaya konservasi yang berkelanjutan, alam memiliki kemampuan untuk pulih dengan sendirinya.