indotim.net (Rabu, 06 Maret 2024) – Fenomena cuaca ekstrem El Nino telah memberikan dampak yang serius terhadap produksi pertanian Indonesia, terutama pada sektor beras. Menurut informasi yang diterima dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), cuaca ekstrem ini telah mulai terasa sejak Juni-Juli 2023.
Banyak lahan pertanian mengalami kekeringan akibat El Nino, yang menyebabkan penurunan luas lahan yang ditanami padi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 saat El Nino melanda, luas panen padi mencapai 10,21 juta hektare (ha), mengalami penurunan sebesar 0,24 juta ha atau sekitar 2,2% dibandingkan dengan tahun 2022.
Penurunan luas lahan tersebut telah menyebabkan turunnya total produksi beras pada tahun 2023. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, total produksi beras sepanjang tahun 2023 mencapai 30,96 juta ton. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 580 ribu ton atau 1,84% jika dibandingkan dengan tahun 2022.
Sementara itu, proyeksi konsumsi beras di tahun 2023 menunjukkan peningkatan yang signifikan, yakni naik sebesar 1,39% atau sekitar 420 ribu ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, total konsumsi beras mencapai 30,2 juta ton, sedangkan pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 30,62 juta ton.
Artinya jika produksi beras 30,96 juta ton dikurangi dengan konsumsi 30,62 juta ton, Indonesia hanya surplus beras 340 ribu ton, anjlok dari tahun sebelumnya 74,63% yang mengalami surplus 1 juta ton.
Penurunan produksi tersebut tidak disertai dengan kelebihan yang signifikan, akibatnya pemerintah terpaksa mengambil langkah impor. Total impor yang dilakukan pada tahun 2023 mencapai 3 juta ton. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan peningkatan impor beras sebesar 613,61% dibandingkan tahun 2022.
Negara-negara yang menjadi pemasok beras impor Indonesia antara lain Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar. Thailand dan Vietnam adalah dua negara yang menyumbangkan beras terbanyak untuk Indonesia.
Seperti diketahui, penurunan produksi berdampak pada harga beras yang semakin tinggi. Impor beras dilakukan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang digunakan untuk intervensi harga dan bantuan pangan ke masyarakat kelas bawah.
RI masih terpaksa mengimpor beras pada tahun ini karena dampak dari kondisi El Nino yang menyebabkan luas lahan pertanian turun dan produksi beras anjlok.
Keputusan untuk melakukan impor beras menjadi langkah yang harus diambil guna menjaga ketersediaan beras di dalam negeri.
Produksi Turun dan Impor Berlanjut pada Tahun 2024
Selanjutnya, penurunan luas panen terus berlanjut hingga awal tahun 2024. Berdasarkan data BPS, periode Januari-April tahun ini diperkirakan mencapai 3,52 juta hektar, mengalami penurunan sebesar 0,69 juta hektar atau 16,48% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan bahwa dampak dari fenomena El Nino masih akan dirasakan hingga tahun 2024. Situasi ini disebabkan oleh banyaknya lahan pertanian padi yang penjadwalan penanamannya terganggu akibat cuaca panas ekstrem yang mengakibatkan kekeringan.
Menurut sumber terpercaya, dampak El Nino yang terjadi beberapa bulan terakhir pada tahun 2023 baru dirasakan dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi ini telah menyebabkan defisit bulanan dalam neraca beras pada bulan Januari dan Februari 2024.
Penundaan masa tanam pada tahun 2023 telah menyebabkan penurunan produksi pada Januari-Februari 2024. Menurut KSA BPS, produksi beras dalam negeri hanya mencapai 910 ribu ton untuk bulan Januari dan 1,39 juta ton untuk bulan Februari, sementara kebutuhan masyarakat Indonesia dalam sebulan mencapai 2,5 juta ton.
“Minus tersebut pada Januari 2024 diperkirakan sebesar 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 sebesar 1,22 juta ton. Total defisit beras mencapai 2,83 juta ton. Kondisi ini berpotensi meningkatkan harga beras, sehingga tindakan antisipatif diperlukan,” ujar Arief pada hari Rabu, 6 Maret 2024.
BPS juga telah memperkirakan bahwa potensi produksi pada Januari-April 2024 akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Prediksi BPS untuk produksi beras dalam 4 bulan pertama tahun ini adalah sebesar 10,71 juta ton, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 12,98 juta ton. Penurunan ini signifikan, mencapai 17,52% atau setara dengan 2,28 juta ton.
Melihat masih adanya kekurangan produksi beras dari dalam negeri, pemerintah telah mengambil langkah antisipasi dengan melakukan impor. Pada tahun 2024, kuota impor beras dari pemerintah mencapai 3,6 juta ton, yang sebelumnya terdiri dari kuota awal 2 juta ton dan tambahan sebanyak 1,6 juta ton.
Meskipun demikian, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras diprediksi akan meningkat pada bulan Maret 2024 sebesar 3,5 juta ton. Arief menjelaskan bahwa seiring dengan meningkatnya produksi, harga beras kemungkinan akan mengalami koreksi atau penurunan.
“Saat ini kita sedang melewati masa tenang setelah menghadapi krisis pertama. Jika produksi kita baik, tentu kita tidak akan melakukan impor. Jadi, jika ada yang mengatakan bahwa impor menurunkan harga beras, itu tidak benar. Karena hasil panen banyak, sudah menjadi tugas pemerintah untuk menjaga harga stabil. Namun sekarang terjadi banyak impor, NTP pertanian mencapai 120,” jelas Arief.