indotim.net (Rabu, 17 Januari 2024) – Pengacara mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, mendapat tuntutan hukuman penjara selama 5 tahun. Jaksa percaya bahwa Roy terbukti bersalah dalam melakukan perintangan terhadap penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi yang melibatkan Lukas Enembe.
“Menyatakan Terdakwa Stefanus Roy Rening telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan tunggal,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (17/1/2024).
“Menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun kepada Terdakwa Stefanus Roy Rening,” tambahnya.
Jaksa juga menuntut Stefanus Roy Rening untuk membayar denda sebesar Rp 150 juta. Jika tidak membayar denda tersebut, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 4 bulan.
“Dan pidana denda sejumlah Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa penuntut.
Jaksa mengungkap bahwa hal yang memberatkan dalam tuntutan ini adalah bahwa Roy tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, Roy Rening juga memberikan keterangan yang berbelit-belit.
“Terdakwa berbelit-belit sehingga mempersulit pembuktian,” kata jaksa.
Sementara itu, ada faktor yang meringankan tuntutan terhadap Lukas Enembe. Lukas Enembe belum pernah dihukum sebelumnya. Jaksa juga mengungkapkan bahwa Lukas Enembe tidak mendapatkan manfaat dari tindak pidana yang dilakukan.
“Ada beberapa faktor yang meringankan hukuman bagi terdakwa. Pertama, terdakwa belum pernah mendapatkan vonis pidana sebelumnya. Kedua, terdakwa memiliki tanggungan keluarga yang perlu dia pikirkan. Ketiga, terdakwa tidak memperoleh atau menikmati hasil dari tindak pidana yang dilakukan,” ujarnya.
Jaksa meyakini bahwa Stefanus Roy Rening melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Stefanus Roy Rening sebelumnya diberikan dakwaan dalam kasus perintangan penyidikan. Dia secara aktif didakwa dalam peranannya untuk merintangi serta berusaha menggagalkan penyidikan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK.
“Bahwa Terdakwa, baik secara langsung maupun dengan memberikan perintah kepada tim penasihat hukum Lukas Enembe, memberikan arahan kepada Lukas Enembe, Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua, dan beberapa orang saksi, di antaranya Muhammad Ridwan Rumasukun selaku Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Papua dan Wilicius selaku staf bagian Lelang PT Tabi Bangun Papua untuk melakukan sesuatu sesuai dengan arahan Terdakwa,” kata jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (27/9/2023).
Jaksa kemudian menjelaskan mengenai tindakan perintangan penyidikan yang dilakukan oleh Roy Rening. Diketahui bahwa Roy telah menghasut Lukas agar tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK pada tanggal 12 September 2022.
“Mengenai surat panggilan penyidik KPK kepada Lukas Enembe tersebut, dalam pertemuan tersebut Lukas Enembe menyatakan akan memenuhi panggilan penyidik KPK dengan mengatakan, ayo, sudah, kita menghadap. Namun, saat itu Terdakwa mencegah Lukas Enembe untuk memenuhi panggilan penyidik KPK dengan memberikan arahan, ‘Tidak usah, Bapak, tidak usah hadir. Nanti Bapak ditangkap, kita alasan Bapak sakit saja’,” jelas jaksa KPK.
Pada pertemuan di rumah Lukas Enembe pada tanggal 11 September 2022, jaksa, Roy Rening, juga mengungkapkan mengenai kebutuhan pengerahan massa. Jaksa tersebut menyatakan bahwa massa tersebut diarahkan ke Mako Brimob Jayapura.
Jaksa menyebut skenario yang dirancang oleh Roy Rening tersebut berhasil. Jaksa mengatakan KPK gagal memeriksa Lukas Enembe pada 12 September 2022 dan ribuan orang melakukan demonstrasi di depan Mako Brimob Jayapura.
Diduga, Roy memberikan arahan kepada Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, terkait pemberian keterangan kepada penyidik. Selain itu, Roy juga meminta Rijatono untuk membuat video klarifikasi terkait pemberian uang sebesar Rp 1 miliar kepada Lukas.
Jaksa KPK juga menjelaskan bahwa Roy Rening memiliki peran dalam memberikan saran kepada staf bagian lelang PT Tabi Bangun Papua Willicius agar tidak memenuhi panggilan penyidik. Selain itu, Roy juga diduga menghasut Sekda Papua, Ridwan Rumasukun, agar tidak menyerahkan uang sebesar Rp 10 miliar yang digunakan untuk merayakan ulang tahun anaknya ke KPK.
Pengacara Lukas Enembe, Bambang Santoso, dituntut hukuman 5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus perintangan penyidikan. Bambang diduga menghalangi proses penyidikan terkait kasus korupsi yang menjerat kliennya, Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa Bambang Santoso secara sengaja dan dengan sengaja menghalangi proses penyidikan. Bukti yang diajukan dalam persidangan meliputi percakapan telepon antara Bambang dengan orang-orang terkait, yang mengindikasikan adanya upaya untuk merintangi proses hukum.
“Berdasarkan bukti-bukti yang ada, terdakwa Bambang Santoso telah melakukan perbuatan yang merintangi proses penyidikan dalam kasus ini. Hal ini bertentangan dengan hukum yang berlaku dan merugikan upaya penegakan hukum di negara kita,” kata Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya.
Sebagai pengacara, Bambang Santoso seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak merintangi langkah penyidikan yang dilakukan oleh aparat hukum. Namun, tindakan yang dilakukannya justru menghambat proses keadilan dan membuat kasus ini semakin kompleks.
Majelis hakim akan segera menjatuhkan putusan terhadap Bambang Santoso. Jika terbukti bersalah, ia dapat dikenai hukuman penjara selama 5 tahun. Keputusan ini akan menjadi preseden penting dalam menegakkan keadilan dan menjamin integritas proses hukum di Indonesia.
Kasus perintangan penyidikan yang melibatkan pengacara tentu menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Kehormatan dan etika profesi pengacara harus senantiasa dijaga, sehingga tidak ada lagi yang merintangi jalannya proses hukum dan mengorbankan keadilan.