indotim.net (Minggu, 21 Januari 2024) – Pria Palestina, Mohammed al-Ghandour, tidak pernah terpikirkan bahwa ia akan menggelar pernikahan dengan wanita yang dicintainya, Shadad, di tenda pengungsian. Pernikahan mereka harus digelar di pengungsian karena adanya konflik perang di wilayah mereka.
Dalam laporan Reuters yang dikutip pada Minggu (21/1/2024), Ghandour dengan penuh kasih menggandeng tangan istrinya, Shahad, menuju tenda yang dihiasi oleh beberapa lampu warna-warni dan cermin dengan bingkai berwarna emas. Di samping mereka, beberapa kerabat mengiringi dengan bertepuk tangan. Shahad terlihat memesona dalam gaun putih dan mengenakan kerudung tradisional yang dihiasi dengan sulaman merah. Dalam sebuah momen yang indah, Shahad mengangkat tangannya dan Ghandour memasangkan cincin di jari manisnya.
“Saya ingin pesta. Saya ingin perayaan, pernikahan. Saya ingin mengundang teman-teman, kerabat, dan sepupu saya, seperti yang dilakukan siapa pun,” kata Ghandour.
Pasangan ini berasal dari wilayah utara Gaza yang menjadi lokasi pemboman besar-besaran oleh pasukan Israel sejak perang dimulai pada 7 Oktober. Rumah keluarga Ghandour dan keluarga Shahad hancur akibat serangan udara Israel dan mereka kehilangan sepupu serta anggota keluarga lainnya dalam pemboman tersebut.
“Kebahagiaan saya mungkin hanya 3%, tetapi saya akan mempersiapkan diri untuk istri saya. Saya ingin membuatnya bahagia,” kata Ghandour.
Alih-alih mengadakan pesta besar seperti yang diinginkan Ghandour, dia dan Shahad memiliki sekelompok kecil kerabat yang seperti mereka berhasil meninggalkan Kota Gaza dan melarikan diri ke Rafah, di ujung paling selatan Jalur Gaza dekat Mesir.
Ibu Shahad memimpin sekelompok kecil wanita yang merayakan pernikahan tersebut dan seseorang telah menghemat baterai untuk pemutar musik portabel kecil. Pasangan tersebut juga hanya memiliki sedikit makanan ringan dalam kemasan plastik yang ditata dengan hati-hati di dalam tenda.
Kedua keluarga telah mengeluarkan banyak uang untuk persiapan pernikahan sebelum perang pecah. Shahad telah menghabiskan lebih dari USD 2.000 untuk membeli pakaian.
“Impian saya adalah memberikan Shahad pernikahan terbaik, terindah di dunia,” ucap ibunya, Umm Yahia Khalifa.
“Kami telah menyiapkan perlengkapan pernikahannya dan dia sangat bahagia. Namun, semuanya lenyap begitu saja. Setiap kali dia mengingatnya, dia tak kuasa menahan tangis,” ungkapnya.
Ketika pesta pernikahan kecil itu dimulai dan orang-orang bertepuk tangan serta menari, beberapa orang lain di sekitar tenda tetap melanjutkan pekerjaan sehari-hari mereka seperti mencari makanan atau menggantungkan cucian.
Seorang gadis kecil dengan gaun merah muda dan putih tersenyum lebar ketika tepuk tangan dimulai dan bergabung dengan sekelompok anak-anak lain yang menari saat matahari terbenam di balik pagar pembatas yang tinggi dan di atasnya diberi kawat berduri.
Perang pecah setelah Hamas melakukan serangan di Israel yang menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera 240 orang, yang sebagian besar adalah warga sipil. Israel kemudian melakukan serangan mematikan ke Gaza yang mengakibatkan lebih dari 24.760 orang tewas, dengan mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan.
Kesimpulan
Pasangan Palestina, Mohammed al-Ghandour dan Shahad, melangsungkan pernikahan di tengah ketegangan perang di Gaza. Meskipun harus mengungsi dan kehilangan rumah serta anggota keluarga, Ghandour berusaha membuat Shahad bahagia dengan pernikahan yang sederhana. Meskipun hanya memiliki sedikit makanan dan perlengkapan pernikahan, pasangan ini tetap menemukan kebahagiaan dalam momen tersebut. Kisah ini menggambarkan ketahanan dan kekuatan cinta di tengah situasi yang sulit.