Menghapus Polio Hingga 2026: Menuju Generasi Bebas Polio

indotim.net (Senin, 22 Januari 2024) – Kabupaten Klaten, Jawa Tengah telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai daerah dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB) polio pada tanggal 22 Desember 2023. Penetapan ini dilakukan setelah adanya kasus polio yang ditemukan pada seorang anak di Kecamatan Manisrenggo, Klaten. Saat ini, kondisi anak perempuan berusia enam tahun yang terinfeksi polio tersebut terus membaik.

Seorang anak perempuan mengalami gejala polio setelah pulang dari perjalanan ke Sampang, Jawa Timur. Empat hari setelah kembali ke Klaten, anak tersebut tiba-tiba mengalami demam. Setelah demam turun, anak tersebut mengalami kelumpuhan pada kaki atau kehilangan kekuatan di kakinya. Akhirnya, anak tersebut dirujuk ke RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Bahaya apa yang mengancam?

Polio, juga dikenal sebagai poliomyelitis, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus poliovirus. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen atau bahkan kematian. Oleh karena itu, upaya untuk mewujudkan dunia bebas polio pada tahun 2026 sangatlah penting.

Polio menular melalui kontak langsung dengan tinja orang yang terinfeksi atau melalui droplet yang dihasilkan ketika orang terinfeksi bersin atau batuk. Gejala awalnya biasanya mirip dengan flu biasa, seperti demam, sakit kepala, kelelahan, dan nyeri otot. Namun, jika tidak diobati, polio dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan permanen.

Program imunisasi menjadi langkah utama dalam memerangi polio. Vaksin polio yang efektif telah dikembangkan dan disuntikkan kepada anak-anak di berbagai negara selama bertahun-tahun. Pemberian vaksin polio secara rutin dan menyeluruh dapat mencegah penyebaran penyakit ini.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan berbagai negara dan mitra kesehatan global lainnya untuk mencapai target dunia bebas polio pada tahun 2026. Upaya ini melibatkan pemantauan virus, penguatan sistem imunisasi, kampanye vaksinasi massal, dan pemusnahan vaksin yang tidak aman.

Dalam perjalanan menuju bebas polio, masih banyak tantangan yang harus diatasi. Di beberapa daerah, perang, konflik, dan ketidakstabilan politik dapat menghambat program imunisasi. Selain itu, ada juga keengganan dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya vaksinasi. Oleh karena itu, edukasi dan kampanye sosial juga menjadi bagian penting dalam upaya ini.

Jika kita semua berkomitmen untuk berpartisipasi dalam program imunisasi dan mendukung upaya eliminasi polio, maka kita dapat mewujudkan dunia bebas polio pada tahun 2026. Mari kita jaga kesehatan anak-anak kita dan berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang bebas dari penyakit ini.

Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi virus. Penyakit ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan tungkai secara total dalam hitungan jam. Virus ini ditularkan oleh orang-orang yang menyebar terutama melalui rute fecal-oral atau yang lebih jarang, melalui jalur umum seperti air atau makanan yang terkontaminasi, dan berkembang biak di usus. Gejala klinis awal adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan leher, dan nyeri pada tungkai.

READ  Sri Retno Mulyani & Retno Marsudi Bawa 10 Juta Vaksin Polio ke Afghanistan

Tidak ada obat untuk penyakit polio dan hanya bisa dicegah. Vaksin polio yang diberikan berulang kali dapat melindungi anak seumur hidup.

Polio (poliomielitis) terutama menyerang anak balita, bahkan hampir satu dari 200 infeksi polio akan menyebabkan kelumpuhan otot yang menetap atau ireversibel. Di antara mereka yang lumpuh, 5% hingga 10% mati ketika otot-otot pernapasan mereka menjadi tidak mampu bergerak. Infeksi virus polio liar telah menurun lebih dari 99% sejak 1988, dari sekitar 350.000 kasus, menjadi 29 kasus yang dilaporkan pada 2018. Dari tiga jenis virus polio liar (tipe 1, tipe 2, dan tipe 3), virus polio liar tipe 2 diberantas pada 1999 dan tidak ditemukan kasus virus polio liar tipe 3 sejak kasus terakhir yang dilaporkan di Nigeria pada November 2012.

Pemberantasan polio membutuhkan cakupan imunisasi yang tinggi di seluruh dunia untuk menghentikan penyebaran virus yang sangat menular ini. Namun, masih banyak anak yang kehilangan kesempatan untuk mendapatkan vaksinasi karena berbagai alasan, seperti infrastruktur yang kurang memadai, lokasi terpencil, perpindahan penduduk, konflik bersenjata, gangguan keamanan, dan penolakan terhadap vaksinasi.

Karena sifatnya yang sangat menular, jika kita gagal memberantas virus polio secara total di Aceh, maka berpotensi munculnya wabah penyakit polio. Bahkan, perkiraan kasus baru polio di seluruh dunia bisa mencapai 200.000 kasus per tahun dalam 10 tahun mendatang.

Pada tahun 1994, Benua Amerika berhasil mendapatkan sertifikasi bebas polio, yang kemudian diikuti oleh Pasifik Barat pada tahun 2000 dan Eropa pada bulan Juni 2002. Kemudian, pada tanggal 27 Maret 2014, wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, resmi mendapatkan sertifikasi bebas polio. Keberhasilan ini berarti bahwa penyebaran virus polio alami sudah berhasil dihentikan di wilayah yang mencakup dari Indonesia hingga India. Prestasi ini menandai kemajuan signifikan dalam upaya pemberantasan polio secara global, di mana 80% populasi dunia saat ini hidup di daerah yang bebas dari polio.

Lebih dari 16 juta orang anak tetap dapat berjalan hari ini, yang seharusnya lumpuh. Selain itu, diperkirakan 1,5 juta kematian anak juga telah dicegah melalui pemberian vitamin A yang bersamaan dengan imunisasi polio. Pemodelan ekonomi telah menemukan bahwa pemberantasan dengan imunisasi polio untuk melawan virus terakhir akan menghemat setidaknya US $40-50 miliar, sebagian besar di negara berpendapatan rendah.

READ  Kunjungi Poltek Banjarnegara, Bamsoet Ajak Mahasiswa Menjadi Pemilih Pintar

Di banyak negara lain, kepemimpinan dan inovasi yang kuat telah memainkan peran penting dalam menghentikan penyebaran virus polio liar. Banyak negara telah berhasil mengoordinasikan upaya mereka dalam mengatasi tantangan utama untuk meningkatkan cakupan imunisasi dasar pada anak-anak. Beberapa tantangan tersebut meliputi mobilitas populasi yang tinggi, konflik bersenjata, aliran anti vaksin, dan ketidakamanan wilayah akibat konflik bersenjata, yang semuanya membatasi akses terhadap layanan imunisasi. Selain itu, virus polio juga memiliki kemampuan untuk menyebar dengan cepat dan melintasi perbatasan wilayah hingga negara.

Sumber daya dan keahlian yang digunakan untuk mengeliminasi virus polio liar telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat luas. Selain itu, juga telah membentuk sistem respons terhadap wabah polio. Program pemberantasan polio telah memberikan manfaat kesehatan yang luas bagi komunitas lokal di wilayah-wilayah yang beragam. Mulai dari pembentukan respons terhadap wabah hingga penguatan layanan imunisasi rutin terhadap penyakit infeksi lain yang dapat dicegah dengan vaksin.

Faktor Perilaku

Dari penyelidikan epidemiologi, terjadi KLB polio pada 7 November 2022 di Kabupaten Pidie, Aceh. Selain cakupan imunisasi polio yang rendah, ditemukan juga faktor perilaku hidup bersih dan sehat penduduk yang masih kurang. Di antara hal tersebut, masih ada penduduk yang buang air besar secara terbuka di sungai. Meskipun beberapa rumah telah memiliki jamban, lubang pembuangannya langsung mengalir ke sungai. Sementara itu, air sungai digunakan sebagai sumber aktivitas penduduk, termasuk tempat bermain anak-anak.

Intervensi kesehatan masyarakat berdasarkan data epidemiologi ini sangat penting untuk mengatasi masalah cakupan imunisasi polio yang rendah, meningkatkan perilaku hidup sehat masyarakat, dan membangun infrastruktur limbah rumah tangga yang lebih higienis. Namun demikian, belum ada simpulan mengenai data epidemiologi di Klaten dan Sampang terkait KLB Polio Klaten kali ini.

Saat ini pemerintah telah melakukan sejumlah tindakan awal yang penting untuk mewujudkan sasaran Bebas Polio 2026. Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan pelacakan terhadap kasus lumpuh layuh lain di sekitar tempat tinggal kasus polio, pengambilan sampel tinja di wilayah terdampak untuk pemeriksaan, memeriksa sampel air di tempat pembuangan limbah, dan melakukan survei cepat cakupan imunisasi.

Pemerintah juga telah melakukan outbreak respond imunisasi polio bagi 118.600 anak. Upaya ini dilakukan dalam rangka Subpekan Imunisasi Nasional yang dilaksanakan serentak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai tanggal 15 Januari 2024.

Vaksinasi polio dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama harus selesai dalam waktu satu minggu, kemudian diulang minimal satu bulan setelahnya. Selain itu, juga dilakukan imunisasi rutin untuk meningkatkan cakupan imunisasi polio menggunakan vaksin suntikan yang disebut Inactive Polio Vaccine (IPV). Vaksin ini berbeda dengan vaksin tetes atau Oral Polio Vaccine (OPV).

READ  Ganjar Didampingi Megawati Hadirkan Kampanye Akbar Perdana di Bandung

Pandemi COVID-19 memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam penanganan penyakit menular yang mematikan. Salah satu pelajaran penting adalah pentingnya pelacakan kasus (tracing), yang melibatkan penemuan kasus aktif dari rumah ke rumah. Strategi ini terbukti sangat efektif dalam mendukung program pengendalian COVID-19.

Vaksinasi juga menjadi kunci utama dalam melawan virus COVID-19. Meningkatkan kekebalan tubuh melawan virus yang sangat mudah menular ini dilakukan melalui vaksinasi semua kontak erat, bahkan dengan dosis booster. Upaya vaksinasi ini telah memainkan peran penting dalam meningkatkan perlindungan kita terhadap COVID-19.

Demikian pula pengawasan, penemuan kasus, pemeriksaan, pelacakan kontak, karantina, dan kampanye dalam komunikasi massal untuk menghilangkan informasi yang salah adalah hal yang penting untuk mengendalikan COVID-19. Semua hal baik tersebut seharusnya juga diterapkan untuk mengatasi munculnya virus polio liar di Pidie, Aceh. Pembelajaran lain dari pandemi COVID-19 adalah menjamin ketersediaan vaksin yang cukup dan mampu menjangkau banyak orang di tempat yang sulit.

Juga menghadapi tantangan besar dalam menghentikan penyebaran COVID-19 adalah keragu-raguan atas keandalan vaksin. Untuk itu, penting sekali memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap informasi dan pendidikan kesehatan yang akurat. Hal ini akan membantu masyarakat memiliki pengetahuan yang benar tentang vaksin COVID-19 sehingga tidak terpengaruh oleh berita bohong. Dengan begitu, mereka dapat menjaga diri sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya.

Tidak hanya itu, langkah yang serupa juga harus dilakukan dalam memberikan imunisasi polio menggunakan Inactive Polio Vaccine (IPV). Pemberian imunisasi polio ini sebagai respons terhadap kejadian wabah polio di Aceh serta untuk meningkatkan cakupan imunisasi polio pada semua balita di seluruh Indonesia sebagai bagian dari program imunisasi dasar.

Target global, termasuk Indonesia, adalah untuk memberantas atau memerangi polio hingga tahun 2026. Karena itulah, penanggulangan KLB polio di Klaten harus ditangani dengan tepat, dengan memanfaatkan pembelajaran yang diperoleh dari cara kita mengatasi pandemi COVID-19. Intinya adalah membutuhkan kepemimpinan yang tegas, solidaritas lintas sektor, dan pendekatan ilmiah dengan menggunakan vaksin yang handal seperti IPV, yang diimbangi dengan intervensi kesehatan masyarakat yang tegas dan cepat. Apakah kita sudah siap untuk menghadapinya?

FX. Wikan Indrarto adalah seorang dokter spesialis anak yang praktik di RS Panti Rapih Yogyakarta. Beliau merupakan lulusan S3 dari Universitas Gadjah Mada (UGM).