indotim.net (Sabtu, 13 Januari 2024) – Jutaan warga Taiwan pada hari Sabtu (13/1) telah memilih presiden baru di tengah ancaman dari China bahwa pemilihan pemimpin yang salah dapat memicu perang di pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut.
Dalam laporan yang diajukan oleh kantor berita AFP pada Sabtu (13/1/2024), dimulailah pemilihan umum di Taiwan pukul 8:00 pagi waktu setempat. Lebih dari 18.000 tempat pemungutan suara (TPS) telah didirikan di seluruh penjuru Taiwan, dan hampir 20 juta warga Taiwan siap memberikan suara mereka.
Pemerintah China mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai wilayahnya, dan mereka tidak menutup kemungkinan menggunakan kekerasan untuk mewujudkan “unifikasi”.
Beberapa hari sebelum pemilihan presiden Taiwan, Beijing mengutuk Lai Ching-te, wakil presiden Taiwan yang menjadi kandidat terdepan, sebagai “separatis” yang berbahaya. Pemerintah China bahkan mengingatkan para pemilih untuk membuat “pilihan yang tepat” jika ingin menghindari terjadinya perang.
Pemilihan presiden ini akan diawasi dengan ketat oleh Beijing dan Washington, mitra militer utama Taiwan. Kedua negara adidaya tersebut sedang bersaing untuk mempengaruhi wilayah yang sangat strategis ini.
Saat menjalani kampanye, Lai dari Partai Progresif Demokratik (DPP) dengan tegas menyatakan dirinya sebagai pembela cara hidup demokratis di Taiwan.
Rival utama dalam pemilihan presiden Taiwan adalah Hou Yu-ih, dari partai oposisi Kuomintang (KMT), yang lebih mendukung hubungan yang lebih hangat dengan China. Ia menuduh DPP (Partai Progresif Demokrat) memusuhi Beijing dengan pandangannya bahwa Taiwan “sudah merdeka”.
Persaingan ini juga ditandai dengan bangkitnya Partai Rakyat Taiwan (TPP) yang populis, dengan pemimpinnya Ko Wen-je. Ketiga partai mengadakan acara kampanye terakhir pada Jumat (12/1) malam di depan ratusan ribu orang.
Dalam pemilihan ini, selain memilih presiden, para pemilih juga akan memilih anggota parlemen.
Para pengamat politik memprediksi bahwa Lai, yang berusia 64 tahun, akan memenangkan kursi presiden dalam pemilihan ini. Meskipun begitu, partainya kemungkinan akan kehilangan mayoritas di badan legislatif yang memiliki 113 kursi.
Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan, yang memicu kekhawatiran tentang potensi invasi.
Beijing mengeluarkan retorika baru yang penuh permusuhan pada Jumat (12/1) malam. Kementerian Pertahanan China mempublikasikan pernyataannya hampir 12 jam sebelum pemilihan dimulai, dengan bersumpah untuk “menghancurkan” segala upaya yang mendukung kemerdekaan Taiwan.
Pesawat tempur dan kapal angkatan laut China hampir setiap hari melakukan penyusupan ke dekat wilayah Taiwan. Beijing juga telah melakukan latihan perang besar-besaran, mensimulasikan blokade terhadap pulau tersebut dan mengirimkan rudal ke perairan sekitarnya.
Kesimpulan
Jutaan warga Taiwan telah memilih presiden baru dalam pemilihan yang menentukan di tengah ancaman dari China. Ancaman dari Beijing bahwa pemilihan pemimpin yang salah dapat memicu perang di pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut membuat pemilihan ini diawasi dengan ketat oleh Beijing dan Washington. Partai Progresif Demokratik (DPP) yang dipimpin oleh Lai Ching-te dari Taiwan menjadi kandidat terdepan dengan menyuarakan perlindungan terhadap cara hidup demokratis di Taiwan, sementara oposisi yang dipimpin oleh Hou Yu-ih dari Kuomintang (KMT) berpendapat bahwa Taiwan “sudah merdeka”. Pengamat politik memprediksi bahwa Lai akan memenangkan kursi presiden, meskipun partainya kemungkinan akan kehilangan mayoritas di badan legislatif. Tensi antara Taiwan dan China semakin meningkat, dengan China meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan dan mengancam untuk “menghancurkan” segala upaya yang mendukung kemerdekaan Taiwan.