indotim.net (Jumat, 12 Januari 2024) – Debat sengit antara Wakil Ketua Umum Partai Gelora dan juga Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Fahri Hamzah, dengan Imam Shamsi Ali terjadi di media sosial X (sebelumnya Twitter). Perdebatan ini bermula dari komentar Fahri Hamzah tentang seseorang yang menikmati kekayaan orang lain dan kemudian mencela.
Fahri Hamzah awalnya mencuit di akunnya @Fahrihamzah, pada hari Jumat (12/1/2024). Dalam cuitannya, Fahri membahas seseorang yang telah menikmati kekayaan orang lain tetapi malah mencela kekayaan tersebut.
Imam Shamsi Ali kemudian membalas cuitan dari Fahri Hamzah melalui akun Twitter pribadinya, @ShamsiAli2. Shamsi mengatakan bahwa sebenarnya Fahri Hamzah sedang memberikan nasihat kepada dirinya sendiri.
“Teman kita, Fahri Hamzah, sedang memberikan nasihat kepada dirinya sendiri. Apakah dulu Anda menikmati posisi melalui PKS? Apakah sekarang Anda memposisikan diri sebagai antitesis dari PKS? Dulu Anda tajam dalam kritikan terhadap Jokowi. Sekarang Anda memujinya setinggi langit. Saya pikir politik harus didasari oleh nilai-nilai, bukan sekadar pragmatisme!” cuit Shamsi Ali.
Tak tinggal diam, Fahri Hamzah kemudian membalas cuitan Shamsi Ali. Ia meminta Shamsi Ali untuk tetap fokus sebagai ustadz dan tidak menjadi provokator.
“Jadilah seorang ustadz dengan tekun. Bidang ini penuh dengan kerja keras, konflik, dan bahkan umpatan. Tidak cocok untukmu. Mari satukan umat. Jika ingin terlibat dalam politik praktis, masuklah ke partai. Contohnya, jika melihat yang lebih muda seperti UAH, tugas seorang ustadz adalah mencari perdamaian, bukan ikut-ikutan menjadi provokator. Lagipula, kamu tidak memahami situasinya,” jawab Fahri Hamzah.
Penjelasan Sahmsi Ali
Dalam konfirmasi kepada kami, Imam Shamsi Ali menyatakan bahwa seringkali saat seorang imam mengungkapkan hak politiknya, ia kerap dituduh memecah belah.
“Seringkali ketika seorang ustadz (di Amerika dikenal sebagai Imam) menyuarakan hak politiknya, ia sering dituduh memecah belah. Tuduhan ini membawa dua dilema: pertama, upaya untuk menghilangkan hak politik seorang ustadz, dan kedua, kecenderungan untuk menganggap politik sebagai hal yang kotor dan sekuler,” ungkap Shamsi Ali.
Imam Shamsi Ali dengan tegas menyatakan bahwa dirinya berpartisipasi dalam pemilihan, namun bukan untuk memecah belah umat. Baginya, partisipasinya merupakan contoh bagaimana proses politik berjalan di masyarakat. “Dengan ikut serta dalam menentukan pilihan, saya justru ingin menunjukkan kepada umat bahwa proses politik adalah hal yang biasa dan kita sebaiknya menjadi bagian darinya,” ucapnya.
“Saya ingin memberikan contoh kepada umat bahwa dalam memilih hendaknya didasarkan kepada nilai (value) dan idealisme. Bukan emosi apalagi kepentingan,” lanjutnya.
Sengitnya perdebatan antara Fahri Hamzah dan Imam Shamsi Ali di X benar-benar memanas. Tidak ada yang dapat memprediksi bagaimana segalanya bermula, namun ada beberapa titik awal yang menjadi kunci perdebatan sengit ini.
Menanggapi tindakan pembatasan yang dilakukan oleh Fahri Hamzah terhadap hak politiknya, Shamsi dengan tegas menyatakan bahwa Fahri Hamzah tidak bertanggung jawab untuk membatasi hak politik siapa pun, termasuk para ustadz. Dalam pandangannya, tindakan tersebut mencerminkan kecenderungan mendiktatorisasi kekuasaan yang tidak dapat diterima.
Kesimpulan
Perdebatan sengit antara Fahri Hamzah dan Imam Shamsi Ali di media sosial X mengungkapkan perbedaan pandangan tentang peran politik seorang ustadz. Fahri Hamzah mengingatkan Shamsi untuk tetap fokus sebagai seorang ustadz dan mencari perdamaian, sementara Shamsi menyatakan bahwa ustadz juga memiliki hak politik dan partisipasinya merupakan contoh dari proses politik yang normal. Meskipun segalanya bermula dari komentar Fahri tentang mencela kekayaan, debat ini menyoroti pentingnya pemahaman tentang nilai-nilai dan idealisme dalam memilih, serta keterlibatan politik yang tidak harus memecah belah umat.