indotim.net (Kamis, 07 Maret 2024) – Setiap individu, termasuk pembaca sekalian, memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan berbagai emosi sebagai bentuk respons terhadap lingkungan sekitar. Dalam hal ini, sebuah penelitian terbaru yang dilaporkan oleh Science Alert menunjukkan bahwa kita memiliki potensi untuk menularkan empati dan kasih sayang kepada orang lain melalui interaksi sosial.
Penelitian dilakukan oleh tim peneliti internasional melalui empat eksperimen untuk mengukur kecenderungan perubahan empat.
Untuk mendukung penelitian ini, melibatkan 50 partisipan dalam prosesnya.
Berdasarkan hasil pemindaian otak pada partisipan yang diamati untuk mengamati tingkat emosi, terlihat adanya perubahan setelah mereka melihat reaksi orang lain.
Empati berupa kepedulian dan perhatian terhadap orang lain dapat menyebar ke seluruh komunitas jika banyak orang yang menunjukkan sikap tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa empati bukan hanya sifat individu, tetapi juga memiliki potensi untuk mempengaruhi lingkungan sosial tempat individu tersebut berada.
Empati dan Kurangnya Empati Dapat Menular
Jika empati bisa menular, lalu apakah kurangnya empati juga bisa menular? Menurut ahli saraf Grit Hein dari University of Wurzburg, Jerman, “Bergantung pada apa yang diamati, tingkat empati akan naik atau turun tergantung apakah pengamatan tersebut bersifat empati atau non-empati.”
Keempat eksperimen menunjukkan bahwa respon orang lain terhadap empati cenderung meningkatkan tingkat empati partisipan dari pengujian tingkat empati individu. Tingkat empati ini diukur pertama kali setelah mereka menonton video demonstran yang merasakan kesakitan di tangan mereka.
Partisipan melanjutkan dengan fase di mana mereka diperlihatkan tanggapan orang lain terhadap video yang sama. Setelah itu, tingkat empati mereka diukur kembali. Para peneliti juga melaksanakan uji fungsional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) untuk mengukur aktivitas saraf di bagian tertentu pada otak.
Penelitian ini menyajikan temuan yang menarik terkait kemampuan empatis seseorang yang dapat menular ke individu lain di dalam suatu komunitas. Dilakukan pengujian yang mengungkap adanya perubahan neurologis signifikan di daerah insula anterior pada otak, yang bertanggung jawab dalam mengatur kemampuan empati seseorang terhadap sesama manusia.
Analisis model matematika terhadap pengujian tes tersebut telah dilakukan, dengan menemukan bahwa adanya kemungkinan besar pergeseran dalam tingkat empati. Hal ini menegaskan bahwa esensi sejati dari pembelajaran tidak hanya bersifat peniruan atau sekadar menyenangkan orang lain.
Dalam studi ini, ditemukan bahwa respon empati bisa menular ke orang lain dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa saat seseorang menunjukkan empati, orang lain cenderung merespons dengan empati juga. Sehingga respon empati itu adalah murni empati, bukan sekedar formalitas dalam merespon video yang diberikan.
Penelitian ini membawa kabar baik, kita memiliki sarana untuk membentuk kemampuan berempati pada orang dewasa melalui tindakan yang tepat di kedua arah,” kata Hein.
Penemuan Penting untuk Meningkatkan Empati
Penelitian ini menunjukkan bahwa empati dan non-empati dapat menular, menambah pemahaman bahwa hal ini tidaklah baru. Namun, penemuan ini memiliki manfaat besar, terutama dalam konteks kerja.
“Agar empati dapat berkembang dalam jangka panjang, dibutuhkan suasana yang saling menghormati,” kata Hein.
“Seseorang dapat menghormati orang lain tanpa memiliki empati terhadap mereka, tapi sulit untuk benar-benar merasakan empati jika orang lain tidak dihormati sebagai sesama manusia, termasuk memahami perasaan mereka sendiri di lingkungan sosial,” tambahnya.
Kesimpulan
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa empati dapat menular di dalam komunitas melalui interaksi sosial. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa respon empati seseorang dapat mempengaruhi tingkat empati individu lain, menunjukkan potensi untuk memperluas kepedulian dan perhatian terhadap orang lain. Temuan ini memberikan informasi penting bagi upaya meningkatkan kemampuan berempati dalam masyarakat, dan menegaskan pentingnya menciptakan lingkungan yang saling menghormati sebagai landasan bagi perkembangan empati yang berkelanjutan.