Fahira Idris Ajukan Permintaan KPU: Tingkatkan Simulasi Pemilihan untuk Pemilih Pemula

indotim.net (Sabtu, 13 Januari 2024) – Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) di semua tingkatan untuk lebih gencar dalam menyosialisasikan tata cara pencoblosan kepada pemilih. Ini mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan juga Presiden/Wakil Presiden. Fahira juga meminta agar target audiens sosialisasi yang dituju lebih banyak mencakup pemilih pemula.

Anggota Komisi II DPR RI, Fahira Idris, mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meningkatkan jumlah simulasi pencoblosan kepada pemilih pemula. Menurut Fahira, pada Pemilu 2024, pemilih muda akan mendominasi jumlahnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi agar suara dari para pemilih pemula tidak sia-sia.

“Salah satu bentuk sosialisasi paling efektif adalah, KPU di semua tingkat perlu meningkatkan kegiatan simulasi pencoblosan yang melibatkan pemilih pemula. Melalui simulasi ini, dapat diketahui sejauh mana pemahaman pemilih pemula tentang tata cara pencoblosan yang benar atau sah. Kegiatan simulasi ini memiliki efektivitas dalam meminimalisir suara tidak sah akibat kesalahan dalam mencoblos,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/1/2024).

Fahira Idris menganggap sistem pemilu di Indonesia sebagai yang paling rumit dan kompleks di dunia. Tidak hanya karena pemilih harus mencoblos banyak surat suara dalam satu pemilihan (5 surat suara kecuali Jakarta hanya empat atau tanpa surat suara DPRD Kabupaten/Kota), tetapi juga prosedur pencoblosannya rentan membuat suara tidak sah.

Dalam upaya meningkatkan pemahaman pemilih pemula, Fahira Idris, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, mengusulkan agar KPU melakukan lebih banyak simulasi pencoblosan.
Menurut Fahira Idri, kekurangpahaman pemilih pemula sering menyebabkan mereka mencoblos lebih dari satu calon legislatif atau partai politik yang mereka sukai. Akibatnya, suara mereka tidak akan dianggap sah.

READ  Bawaslu Memastikan Proses Laporan Pelanggaran Kampanye Pemilu Terjamin

Belum lagi, masih banyak pemilih yang tidak membuka semua surat suara terlebih dahulu secara utuh, melainkan menumpuknya menjadi satu baru kemudian mencoblos. Sebagai hasilnya, surat suara di bawahnya ikut tercoblos di tempat yang seharusnya tidak.

Fahira Idris meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meningkatkan jumlah simulasi pencoblosan kepada pemilih pemula. Hal ini dilakukan agar pemilih pemula dapat lebih terbiasa dan memahami proses pemilihan yang benar.

Salah satu hal yang menjadi perhatian Fahira Idris adalah adanya pemilih yang mencoblos satu surat suara yang belum terbuka secara penuh, yang sering disebut sebagai ‘coblos tembus’. Praktik ini menyebabkan adanya lebih dari satu suara yang tercoblos dalam satu surat suara.

“Kejadian ini biasanya terjadi pada surat suara yang lebar atau memanjang, seperti surat suara DPR, DPD, dan DPRD yang memiliki daftar calon yang banyak,” ujar Fahira Idris.

Karena itu, Fahira Idris meminta menjelang Pemilu 2024 KPU lebih intensif dalam mensosialisasikan dan simulasi pencoblosan sesuai dengan Pasal 353 Ayat (1) UU Pemilu kepada pemilih pemula. Salah satunya adalah dengan mengunjungi sekolah-sekolah untuk mencapai peserta didik yang sudah berusia 17 tahun pada hari pencoblosan. Selain itu, menurutnya, tata cara pencoblosan juga dapat disosialisasikan melalui berbagai media komunikasi yang dekat dengan pemilih pemula, seperti media sosial.

“Buat konten-konten dengan bahasa dan gaya kekinian sehingga pemilih pemula lebih aware dan disebarluaskan lewat berbagai platform digital misalnya TikTok dan media sosial lainnya. Surat suara yang sah sangat berpengaruh terhadap kualitas pemilu. Semakin banyak surat suara sah maka semakin berkualitas juga sebuah pemilu,” kata Caleg DPD RI Dapil DKI Jakarta ini.

READ  MUI Bersama Para Majelis Agama Deklarasi 7 Poin Pemilu Damai, Ini Isinya

Kesimpulan

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, Fahira Idris, mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk lebih gencar dalam menyosialisasikan tata cara pencoblosan kepada pemilih, khususnya pemilih pemula. Ia mengusulkan peningkatan jumlah simulasi pencoblosan agar pemilih pemula dapat lebih terbiasa dan memahami proses pemilihan yang benar. Fahira Idris juga menyoroti praktik ‘coblos tembus’ yang dapat menyebabkan suara tidak sah dan mengusulkan sosialisasi melalui media komunikasi yang dekat dengan pemilih pemula, seperti TikTok dan media sosial lainnya.