Berita Terkini: Jerman Teken Perjanjian Kirim Senjata ke Arab Saudi

indotim.net (Jumat, 12 Januari 2024) – Pada bulan Oktober 2018, Jerman memutuskan untuk membatasi ekspor senjata ke Arab Saudi dalam era kepemimpinan kanselir Angela Merkel. Keputusan ini diambil sebagai tanggapan atas pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi yang dilakukan di konsulat Arab Saudi di Istanbul, serta terlibatnya negara tersebut dalam perang di Yaman. Di Yaman, Arab Saudi memimpin aliansi antarnegara Arab yang melawan pemberontak Houthi yang didukung oleh Iran. Perang di Yaman telah memicu krisis kemanusiaan yang sangat serius.

Lebih dari lima tahun kemudian, pemerintahan koalisi Jerman di bawah kepemimpinan kanselir Olaf Scholz (SPD) melakukan peninjauan ulang terhadap monarki di Riyadh. “Setelah serangan teror oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober yang lalu, Arab Saudi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keamanan Israel”, ujar menteri luar negeri Annalena Baerbock (Partai Hijau) ketika mengunjungi Yerusalem pada tanggal 7 Januari lalu. Arab Saudi juga telah membantu mencegah perluasan konflik di wilayah tersebut.

Perubahan Haluan Politik

Dengan alasan tersebut, pemerintahan koalisi Jerman saat ini yang terdiri dari Partai Sosial Demokrat SPD, Partai Hijau, dan partai liberal FDP telah menyepakati perubahan haluan politik baru. Mereka mencabut kebijakan larangan ekspor persenjataan ke Arab Saudi.

Pada akhir Desember 2023, pemerintah Jerman telah menyetujui ekspor 150 unit rudal pertahanan udara IRIS-T ke Arab Saudi. Hal ini telah dikonfirmasi oleh juru bicara pemerintah, Steffen Hebestreit, pada Rabu (10/01) di Berlin.

Kementerian luar negeri juga menyatakan, tidak akan memblokade lagi penjualan pesawat jet tempur Eurofighter ke Arab Saudi. Saat ini angkatan udara kerajaan di Riyadh sudah memiliki 72 unit jet tempur itu. Inggris sudah menyatakan siap memasok 48 unit Eurofighter ke Arab Saudi, tapi harus mendapat persetujuan Jerman, karena jet tempur itu merupakan proyek bersama.

READ  Jos! Butet dan Ndarboy Genk Kolaborasi Bikin Lagu 'Polisi Jagoanku' untuk Polri

Angkatan udara Arab Saudi akan menggunakan Eurofighter untuk melawan serangan roket yang dilancarkan oleh pemberontak Houthi ke Israel, demikian dikatakan oleh juru bicara pemerintah Steffen Hebestreit.

Didukung oposisi ditentang internal partai Hijau

Partai oposisi terbesar di parlemen Uni Kristen Demokrat CDU mendukung perubahan haluan baru pemerintahan koalisi tersebut. Namun, terdapat penentangan dari internal partai Hijau yang saat ini juga berpartisipasi dalam pemerintahan. “Isu ekspor persenjataan sangat penting bagi identitas partai Hijau”, ujar Sara Nanni, juru bicara politik pertahanan dari fraksi partai Hijau di parlemen Jerman Bundestag.

Partai Hijau berakar dari gerakan perdamaian Jerman. Dan politik luar negeri partai ini lebih dibentuk oleh etika bukannya oleh kepentingan politik. Dalam kesepakatan koalisi pemerintahan antara SPD, Partai Hijau, dan FDP juga terdapat klausul yang tidak akan mengizinkan pemasokan persenjataan ke negara-negara yang terlibat dalam perang di Yaman.

“Bagi saya klausul itu tetap berlaku”, kata Sara Nanni dalam wawancara dengan DW. “Memang peranan Arab Saudi dalam konflik Yaman sedikit berubah, tapi bagi saya hal itu bukan alasan untuk mengizinkan penjualan Eurofighter,” tegasnya.

Partai Hijau telah menyetujui pengiriman persenjataan ke Ukraina dengan alasan yang kuat, yaitu memberikan kesempatan pada negara demokrasi untuk membela diri setelah mengalami serangan dua kali dari sebuah negara agresor imperialistik. Namun, alasan yang sama tidak berlaku untuk Arab Saudi.

Rebutan Pasar Persenjataan Menggiurkan

Arab Saudi merupakan pasar besar dan menggiurkan dalam industri persenjataan. Meskipun negara monarki ini berada pada peringkat bawah dalam indeks hak asasi manusia dan demokrasi, pada tahun 2022 mereka diprediksi akan mengeluarkan anggaran sebesar 75 miliar dolar AS untuk pembelian persenjataan.

READ  Jerman Dikepung oleh Protes Massal Menentang Kelompok Ultrakanan: Keharmonisan di Tepi Jurang

Jerman masuk dalam peringkat kelima negara dengan volume ekspor persenjataan terbesar di dunia. Meskipun begitu, Jerman memiliki pendekatan yang hati-hati dan berhati-hati dalam mengizinkan ekspor persenjataan ke negara di luar anggota NATO. Salah satu alasan yang sering dikemukakan adalah sejarah kelam Jerman selama Perang Dunia II.

Dalam proyek persenjataan bersama seperti jet tempur Eurofighter, sikap menahan diri Jerman ini sering memicu kejengkelan negara mitra. Pasalnya, pemerintah di Berlin tidak hanya menolak izin ekspornya oleh perusahaan Jerman, melainkan juga perusahaan mitra di luar negeri.

Perwakilan industri persenjataan bahkan sudah memperingatkan, proyek bersama dalam produksi tank, panser, atau jet tempur di masa depan terancam gagal, karena mitra potensial akan mundur akibat ketakutan pembatasan ekspor dari pihak Jerman.

(as/hp)

Pada hari Selasa, pemerintah Jerman mengumumkan rencananya untuk mengirim senjata ke Arab Saudi sebagai bagian dari perubahan haluan politik mereka. Keputusan ini mengundang perdebatan sengit di kancah politik internasional.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap faktor-faktor keamanan di kawasan Teluk yang semakin kompleks. Pemerintah Jerman berargumen bahwa Arab Saudi membutuhkan dukungan dalam mengatasi ancaman regional yang semakin meningkat. Namun, keputusan ini juga menuai kecaman dari kelompok-kelompok yang mengkritik pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Arab Saudi, terutama terkait situasi di Yaman.

Dalam sebuah konferensi pers, juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman menyatakan bahwa rencana pengiriman senjata ke Arab Saudi telah melalui proses evaluasi yang ketat. Mereka menegaskan bahwa pengiriman senjata akan dilakukan dalam kerangka kerjasama yang bertanggung jawab dan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap keselamatan dan keamanan regional.

Sejak diberlakukannya embargo senjata pada tahun 2018, keputusan untuk kembali mengirim senjata menuai respons yang beragam. Beberapa negara mengekspresikan keprihatinan atas langkah ini, sementara negara-negara lain mendukung keputusan Jerman dengan alasan stabilitas regional yang harus dijaga.

READ  Koalisi Gerakan Antikorupsi Kunjungi Markas Besar Polri

Di tengah polemik ini, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) juga ikut angkat bicara. PLO menyerukan agar Jerman memprioritaskan upaya perdamaian di Timur Tengah daripada memperkuat potensi konflik dengan mengirim senjata ke Arab Saudi.

Perubahan haluan politik yang diambil oleh Jerman ini dapat memberikan dampak besar bagi dinamika regional di kawasan Teluk. Namun, masih perlu ditunggu bagaimana respons dan langkah lanjutan dari negara-negara lain terhadap keputusan tersebut.