Kata Mantan Pimpinan tentang Praktik Pungutan Liar di Rutan KPK Sejak 2018

indotim.net (Sabtu, 13 Januari 2024) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa kasus pungutan liar atau pungli di Rutan KPK telah terjadi sejak tahun 2018. Saut Situmorang, mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, menjelaskan bahwa tindakan pemecatan telah diberlakukan bagi pelaku tersebut.

“Ada dua kejadian di mana dia jalan-jalan setelah ke rumah sakit. Selain itu, ada juga kejadian di mana dia meminta untuk menitipkan handphone. Namun, pelaku telah dihukum dan dipecat. Menurut pengetahuan saya, terdapat dua kejadian tersebut,” ujar Saut saat dihubungi pada Sabtu (13/1/2024).

Saut mengungkapkan bahwa pada saat itu, proses pemberian sanksi terhadap petugas rutan dilakukan oleh Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK. Setelah kasus pungutan liar di rutan pada tahun 2018 terjadi, para pimpinan KPK melakukan beberapa evaluasi.

Menurut Saut, pada saat itu KPK melibatkan konsultan untuk memetakan masalah yang terkait dengan pegawai rutan. Saut menjelaskan bahwa para pimpinan KPK saat itu ingin mempelajari alasan mengapa petugas rutan melakukan pungli, serta faktor-faktor yang mendorong terjadinya pelanggaran tersebut.

“Kami saat itu memanggil seorang konsultan. Kami ingin mengetahui berapa upah yang seharusnya diterima oleh konsultan di KPK mengingat setiap orang di sini memiliki risiko. Kami bertanya pada konsultan tersebut mengenai berapa upah yang seharusnya diterimanya dari risiko-risiko tersebut. Namun, pada saat itu kami sepakat untuk meningkatkan upahnya bukan pada periode kami agar tidak terjadi konflik kepentingan,” ungkap Saut.

“Kita memang paham ada apa sebenarnya yang mereka terima, seperti diajak jalan-jalan dan makan. Kami tidak hanya mempelajari orang-orang semacam itu, tetapi juga bagaimana mengatasi masalah ini. Sambil melakukan itu, kami juga memperbarui SOP dengan memberikan hukuman dan penghargaan,” lanjutnya.

READ  Polisi Terus Dalami Laporan Mengenai Firli Bawa Dokumen KPK ke Praperadilan

Kasus pungutan liar (pungli) di rutan KPK kembali terjadi pada masa kepemimpinan Firli Bahuri. Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada bulan September 2023 mengungkap adanya praktik pungli di rutan tersebut dengan nilai total mencapai Rp 4 miliar.

Pada awal tahun ini, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan bahwa ada 93 pegawai KPK yang akan menjalani proses sidang etik karena diduga terlibat dalam skandal pungutan liar (pungli) di rutan. Saut menyampaikan bahwa jumlah pelaku yang diduga terlibat dalam skandal tersebut yang begitu banyak menandakan bahwa KPK telah kehilangan integritas sebagai lembaga antikorupsi.

“Jadi nilai-nilai di kepemimpinannya dan seluruh jajaran sudah tidak berjalan. Jadi jika nilai-nilai ini rusak dan kamu memberikan uang untuk menggantikannya dengan Keputusan Presiden, kamu akan merasa frustrasi karena akan ada satu lubang menuju lubang lainnya. Selama nilai-nilai seperti ini tidak dijaga, hal-hal seperti ini akan terus terjadi,” ungkap Saut.

Simak informasi lebih lanjut pada halaman berikutnya:

Sentilan dari Eks Penasihat KPK

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengungkapkan bahwa tindakan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK telah terjadi sejak tahun 2018. Namun, mantan Penasihat KPK, Tsani Annafari, menyatakan bahwa informasi tersebut tidak akurat. Menurutnya, pada tahun 2018, ada pegawai rutan yang telah menjalani sidang dan terbukti menerima suap.

“Informasi ini kurang akurat. Pada tahun 2018, kami menyidangkan setidaknya 2 orang pegawai PTT waltah (pengawal tahanan) dan mereka diberhentikan karena terbukti menerima suap,” ujar Tsani kepada kami.

Tsani mengungkapkan bahwa pada saat itu, KPK telah diminta untuk mengubah sistem pencegahan guna menghindari kejadian serupa di masa depan. Namun, dia bingung mengapa pimpinan KPK era Ghufron tidak melakukan upaya apa pun untuk mengantisipasi hal tersebut.

READ  Mengusulkan Bentuk Pansel Baru Demi Milih Pimpinan KPK Pengganti Firli

“Nah, waktu itu kita diminta untuk melakukan kajian oleh bidang pencegahan sistem anti korupsi, termasuk pola rekrutmen di Kementerian Hukum dan HAM. Setelah itu, terjadi kegaduhan di KPK pada tahun 2019, dan masa jabatan kita berakhir,” ujarnya.

“Jadi Pak Ghufron, jangan memberikan kesan seolah-olah tidak ada tindakan yang dilakukan pada tahun 2018. Eks pimpinan justru tidak melakukan apa pun sejak tahun 2019 hingga saat ini dan kasus ini terungkap berkat inisiatif Dewan Pengawas, bukan inisiatif pimpinan,” ujar narasumber.

Lebih lanjut, Tsanni merasa heran dengan pimpinan KPK yang tidak melakukan upaya apapun sejak 2018 terkait praktik pungutan liar tersebut.

“Sebagai masyarakat, saya ingin menanyakan apa yang dilakukan oleh pimpinan selama 4 tahun ini untuk mencegah penyebaran praktik pungutan liar yang telah terungkap sejak tahun 2018?” ucapnya.

Sebelumnya, KPK telah menjelaskan bahwa proses penyelidikan mengenai pungutan liar atau pungli di Rutan KPK dinilai lambat. KPK menyatakan bahwa kasus tersebut terjadi secara berkala sejak tahun 2018.

“Kejadiannya terjadi di awal tahun 2018, ini tahun 2024, empat tahun yang lalu,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (12/1).

Ghufron mengatakan periode waktu yang telah berlangsung empat tahun itu membuat penyelidikan menjadi rumit. Para terduga pelaku pungli itu pun telah tersebar di sejumlah tempat selain KPK.