indotim.net (Selasa, 27 Februari 2024) – Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Lemdiklat Polri, Brigjen Indarto, dikenal sebagai sosok yang memiliki integritas tinggi menurut Tukiyo Suryo Atmojo. Tukiyo bahkan mengusulkan nama Indarto sebagai calon penerima Hoegeng Awards 2024 melalui formulir online di tautan yang diberikan.
Sebagai individu yang terlibat dalam suatu masalah ketika beliau menjabat sebagai Kapolres Bekasi Kota, Brigjen Indarto memberikan bantuan penyelesaian yang sangat baik. Ketika kami mencoba memberikan ucapan terima kasih, beliau menolak dengan sopan dan tulus.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana beliau membangun integritas dan pelayanan terbaik di wilayah kepolisian Bekasi Kota. Tidak hanya dalam pembangunan fisik tempat pelayanan yang diperbaiki, tetapi juga dalam cara beliau melayani masyarakat tanpa korupsi dan tanpa mempersulit warga.
Sebagai seorang warga masyarakat yang memiliki keahlian dalam bidang pengembangan diri (NLP dan Hypnotherapy), saya sering diminta untuk membantu Brigjen Indarto dalam sesi motivasi dan pengembangan diri. Bantuan ini tidak hanya diberikan saat beliau menjabat sebagai Kapolres Bekasi Kota, tetapi juga ketika beliau dipindahkan ke tugas-tugas lainnya. Brigjen Indarto selalu bersemangat untuk memberikan kontribusi positif guna meningkatkan institusi di bawah pengawasannya. Meskipun merupakan seorang perwira polisi, kehidupan pribadinya sangat sederhana dan tidak mencerminkan gaya hidup mewah.
Saat dihubungi, Tukiyo menceritakan bagaimana ia pertama kali mengenal Indarto. Pada waktu itu, Indarto menjabat sebagai Kapolres Metro Bekasi Kota dengan pangkat komisaris besar polisi (kombes pol).
“Beliau saat itu baru kurang lebih seminggu, atau dua minggu ditempatkan di Bekasi. Kebetulan saat itu saya mewakili sebuah perusahaan di Bekasi, sebagai Vice President Coorporate Legal. Perusahaan saya mengalami ceceran limbah padat dan aduan tersebut ditindaklanjuti oleh polisi. Ternyata ada ceceran bekas truk yang membawa limbah, sehingga di-police line. Karena lokasinya di akses keluar-masuk, hal itu mengganggu operasional kami,” cerita Tukiyo.
Karena tugasnya di perusahaan, Tukiyo akhirnya diharuskan bertemu dengan pihak kepolisian. Dia mengatakan bahwa saat itu adalah kali pertamanya berurusan dengan polisi, serta hampir semua orang yang dikenalnya bicara negatif mengenai pengalaman berurusan dengan polisi.
“Saat itu terus terang urusan dengan polisi saya tidak mengerti, karena baru juga menjabat di posisi itu. Nah mewakili perusahaan, saya tanya kepada orang-orang yang tahu berurusan dengan polisi, dan hampir seluruhnya yang saya tanya itu memberi komentar miring tentang polisi. Ditambah lagi dengan pengalaman-pengalaman selama ini yang saya dengar agak miring,” kata Tukiyo.
Setelah berdiskusi dengan Indarto mengenai masalah perusahaan, disepakati bahwa ceceran limbah yang tumpah di area pabrik adalah masalah yang bisa diatasi tanpa membahayakan lingkungan sekitar. Tukiyo memberikan tanggapannya sebagai bahan evaluasi untuk perusahaan, namun akhirnya membuka garis polisi yang terpasang di pintu keluar masuk pabrik.
“Tapi akhirnya saya datang saja, lalu saya kenalan dan ngobrol-ngobrol dengan beliau tentang temuan ini. Singkat kata singkat cerita, karena temuan itu bisa dibersihkan dan di lingkungan pabrik kami sendiri, sehingga setelah ditindaklanjuti lagi dinhatakan tidak terlalu bermasalah. Meskipun tetap ada hal yang kami harus tindaklanjuti, tetapi police line dibuka sehingga operasional pabrik tidak terganggu,” ujar dia.
Tukiyo merasa lega setelah masalah perusahaannya berhasil diselesaikan. Ia kemudian menerima saran dari seorang teman untuk memberikan ‘ucapan terima kasih’ kepada Indarto. Namun, tanpa diduga, ‘ucapan terima kasih’ tersebut ditolak secara tegas oleh Indarto.
“Setelah itu saya bertanya kepada orang lain, ‘Apa yang seharusnya saya lakukan?’. Saat itu, seorang teman menyarankan untuk memberikan ucapan terima kasih. Jadi, saya datang dengan membawa uang sebagai tanda terima kasih, sesuai dengan saran teman saya karena ini merupakan pengalaman pertama saya berurusan dengan polisi. Namun, saya kaget saat ditolak dengan alasan, ‘Biarkanlah ini menjadi tanda perkenalan saya dengan Mas Tukiyo. Yang penting, saya hanya ingin meminta bantuan, semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi’,” ungkap Tukiyo sambil menirukan kata-kata Brigjen Indarto saat menolak uang tersebut.
Tukiyo menceritakan bahwa teman-temannya tidak mempercayai cerita mengenai sosok Indarto. Tukiyo juga merasa terkejut dengan pengalaman pertamanya ketika berurusan dengan polisi tersebut.
“Jadi saya tidak mengeluarkan uang kenal beliau,” ungkap Tukiyo.
Brigjen Indarto menegaskan bahwa dia tak pernah membahas kepentingan pribadi ketika menolak ‘uang terima kasih’ dari perusahaan di Bekasi. Hal ini disampaikan langsung olehnya dalam sebuah wawancara eksklusif.
Tukiyo menceritakan sebuah pengalaman di mana Indarto membahas tentang orang-orang yang mengaku ditipu melalui hipnotis. Dengan latar belakang sebagai seorang hipnoterapis, Tukiyo kemudian berbagi pengetahuan tentang kemampuan hipnotis yang bisa digunakan untuk kebaikan. Menurut Tukiyo, hal ini menarik minat Indarto dan akhirnya sering mengundangnya untuk berdiskusi lebih lanjut.
“Kebetulan saya mantan hipniterapis. Saya bilang kalau hypnotism itu sebuah knowledge, dan nggak selalu jelek. Hanya tergantung digunakan untuk apa, karena itu juga bisa digunakan untuk menyembuhkan phobia atau trauma dan lain-lain. Singkat cerita saya praktikan ke konsultan-konsultan itu. Beliau (Brigjen Indarto) bilang, ‘Wah ini berarti polisi-polisi harus belajar ini,’. Saya diminta untuk sharing ilmu kepada beberapa orang di lingkaran satunya beliau,” terang Tukiyo.
Tukiyo mengungkapkan bahwa hubungannya dengan Indarto tidak berkaitan dengan keuntungan materiil, melainkan lebih ke arah pertukaran ilmu dan pengetahuan. Selain itu, Tukiyo juga mengakui bahwa pandangannya terhadap polisi dan stigma yang melekat padanya mulai berubah.
“Beliau sungguh tidak pernah memanfaatkan wewenangnya untuk kepentingan pribadi. Saya terkesan, ‘Ternyata pandangan masyarakat terhadap polisi tidak selalu negatif’. Akhirnya, kami menjalin persahabatan, bahkan saya diundang untuk berbagi pengalaman di Markas Besar Polri, ke Polda. Menurut saya, beliau benar-benar berbeda dengan polisi-polisi lainnya,” kata Tukiyo dengan antusias.
Tukiyo menceritakan bahwa penampilan Brigjen Indarto terlihat jauh dari kesan seorang pejabat negara. Bahkan penampilan istri dan anak-anak Indarto dianggap sangat sederhana.
“Saat bertemu istri dan anaknya, terlihat keluarga ini sangat sederhana. Ketika diundang untuk berbicara di Polda Jogja, kita makan malam di pinggir jalan meskipun beliau berpangkat kombes. Saya lebih suka suasana yang sederhana. Mungkin itulah yang membuat hubungan saya dan Pak Indarto klik,” ungkap Tukiyo.
Komitmen Brigjen Indarto terhadap Integritas dan Perbaikan Polri sangatlah teguh. Beliau tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak secara konsisten dalam menjaga etika dan moralitas dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang petugas kepolisian.
Pada kesempatan terpisah, saya juga menghubungi Indarto terkait kesaksian Tukiyo. Indarto menyatakan bahwa dia mengenal Tukiyo.
“Mas Tukiyo, oh iya kenal saya. Jujur saya detailnya, saya nggak bisa ngarang-ngarang. Tapi yang jelas memang pada saat itu beliau itu menyampaikan ke saya, kesannya beliau itu ‘Polisi itu, penyidik itu nyari-nyari’. Kesannya ya beliau sendiri yang nyeritakan. Saya bilang, ‘Saya nggak bisa intervensi, Mas. Tapi saya pastikan bahwa anggota saya prosedural, kalau memang itu benar ya benar, tapi kalau nggak, prosedural. Jadi nggak bisa intervensi karena penyidikan, gitu intinya,” jelas Indarto.
Indarto, dengan singkat, mengambil kesimpulan bahwa perusahaan tempat Tukiyo bekerja melanggar administrasi bukan unsur pidana. Oleh karena itu, kasus ini tidak akan dilanjutkan ke jalur pidana.
“Hanya masalah administrasi atau apa, dan itu bukan tindak pidana, jika tidak salah begitu. Intinya sudah selesai, sudah selesai. Kemudian saya lupa, apakah dia berterima kasih atau apa. Tetapi saya bilang ‘hanya omong kosong’. Saya katakan ‘tugas saya adalah untuk membenarkan, saya tidak membantu Anda. Saya hanya memastikan kepada penyidik harus benar, jika ini salah ya sudah langsung tindak pidana’,” ungkap Indarto.
Indarto kemudian menjelaskan tentang komitmennya terhadap tugasnya di Polri, yaitu memberikan kontribusi untuk menciptakan perubahan yang positif, termasuk dengan menjaga integritasnya.
“Sebenarnya satu-satunya keinginan saya adalah untuk berkontribusi pada perubahan-perubahan positif dalam kepolisian. Harus diakui bahwa masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki, meskipun sudah baik. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah integritas. Untuk memberikan kontribusi kepada Polri, kita harus memberikan contoh yang baik,” ungkap Indarto.
Indarto menekankan pentingnya praktik perubahan tanpa menunggu waktu. Baginya, menunda perubahan justru dapat menghambat tercapainya hasil yang diinginkan.
Dalam kesaksiannya, Brigjen Indarto menegaskan, “Dari diri sendiri dengan pangkat dan jabatan yang sekarang kita nunggu-nunggu nanti. Nggak bisa gini contohnya, ‘Saya nggak bisa melakukan perubahan saya kan masih pangkat Ipda. Nanti kalau sudah AKP baru bisa’. Nanti kalau sudah pangkat AKP, dia ngomong, ‘Saya kan hanya AKP, nggak bisa kalau bukan AKPB, Kapolres’. Nanti kalau jadi Kapolres, ‘Nggak bisa, saya kan masih Kapolres’. Kalau kayak gitu terus dia nggak bisa melakukan perubahan kan,”
“Hal yang benar adalah melakukan perubahan pada diri sendiri terlebih dahulu, yang dapat dilakukan sesuai dengan jabatan saat ini. Contohnya, jika Anda seorang kanit, pastikan unit Anda menjadi unit yang berintegritas. Jika Anda menjadi kapolres, pastikan polres Anda berintegritas. Sebagai seorang direktur, pastikan direktorat Anda berintegritas,” lanjut Indarto.
Di sisi lain, berdasarkan penelusuran di situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), tercatat bahwa Indarto melaporkan harta kekayaannya selama periode 2017, 2018, dan 2020. Pada saat terakhir dilaporkan dalam LHKPN untuk tahun 2020, Indarto masih menjabat sebagai kombes dengan posisi Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
Mengutip dari LHKPN periode 2020, total kekayaan Brigjen Indarto mencapai Rp 5.228.711.335. Brigjen Indarto memiliki tiga bidang tanah, dua di Surabaya, Jawa Timur, dan satu di Depok, Jawa Barat.
Selain dua tanah di Jawa Timur, Brigjen Indarto juga memiliki sebidang tanah luas di Depok. Indarto juga melaporkan kepemilikannya atas dua unit mobil, yaitu Pajero Sport 2017 dan Toyota New Avanza Veloz 2013. Tak lupa, catatan kas atau setara kas Brigjen Indarto mencapai Rp 138.711.335.