indotim.net (Jumat, 12 Januari 2024) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa proses penyelidikan kasus pungutan liar atau pungli di Rutan KPK telah dinilai lamban. Menurut KPK, kasus ini telah terjadi sejak tahun 2018.
“Kejadian ini terjadi pada awal tahun 2018, yang mana sekarang sudah tahun 2024, artinya telah berlalu empat tahun,” ungkap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024).
Ghufron mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu empat tahun ini, penyelidikan terkait pungutan liar (pungli) di Rutan KPK semakin rumit. Selain itu, para tersangka pungli juga telah tersebar di beberapa tempat selain KPK.
“Tentu mengenai kejadian 4 tahun yang lalu, bukan hanya masalah kurangnya bukti, tetapi juga sudah ada tersangka yang tersebar,” ujar Ghufron.
Kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadi sorotan sejak tahun 2018. Saat ini, sebanyak 190 orang telah diperiksa oleh KPK terkait kasus tersebut. Direktur Penyelidikan dan Penuntutan KPK, Karyoto Ghufron, mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dengan menyelidiki sepenuhnya. Namun, untuk mengungkap semua fakta, KPK membutuhkan waktu penyelidikan yang lebih lama.
“Kejadian tahun 2018 kami tarik mundur, tarik mundur sementara person-personnya ada yang masih di KPK dan ada yang kemudian tersebar,” ungkap KPK.
“Ini yang mengakibatkan prosesnya kami ingin lengkapi secara lengkap. Untuk memastikan adil sesuai peran masing-masing kami perlu agak berjalan secara hati-hati,” sambung Ghufron.
Pelaku Terima Ratusan Juta Rupiah
Sebanyak 93 pegawai KPK diduga terlibat dalam kasus pungutan liar atau pungli di Rutan KPK. Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkap bahwa para pelaku menerima uang pungli hingga mencapai ratusan juta rupiah.
“Itu macam-macam juga ada ratusan juta, ada yang hanya jutaan. Ada puluhan juta. Beda-beda sesuai dengan posisinya,” kata anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.
Menurut Syamsuddin, praktik pungutan liar (pungli) yang terjadi di kasus rutan KPK melibatkan penerimaan uang. Para korban pungli memberikan uang kepada pegawai KPK dengan harapan mendapatkan fasilitas istimewa selama ditahan.
“Uang itu digunakan agar fasilitas istimewa yang telah disebutkan sebelumnya dapat diakses. Itu adalah kompensasi untuk menikmati fasilitas tambahan,” jelas Syamsuddin.
Temuan awal menunjukkan bahwa nilai pungutan liar (pungli) di Rutan KPK mencapai Rp 4 miliar. Syamsuddin menyatakan bahwa angka ini telah bertambah sejak saat itu. Namun, Dewas KPK hanya akan memfokuskan pada dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh pegawai KPK.
“Angka yang terkait dengan pungutan liar di Rutan KPK, nanti akan diselidiki lebih lanjut. Kami bertanggung jawab untuk menegakkan etika di sini. Kami akan memutuskan apakah tindakan tersebut tepat atau tidak,” ujar Syamsuddin saat ditemui.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di dalam Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) sejak tahun 2018. Kasus ini semakin mengkhawatirkan karena tersangkanya sudah tersebar di berbagai bagian Rutan KPK.
Kesimpulan
Kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK telah menjadi perhatian sejak tahun 2018. KPK mengungkap bahwa proses penyelidikan kasus ini dinilai lambat dan pihak yang terlibat dalam pungli tersebar di berbagai tempat. Dalam kasus ini, sebanyak 93 pegawai KPK diduga terlibat dan menerima uang pungli hingga mencapai ratusan juta rupiah. Dewas KPK akan memfokuskan pada pelanggaran etika yang dilakukan oleh pegawainya. Meski demikian, KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dengan menyelidiki sepenuhnya, meski membutuhkan waktu yang lebih lama