indotim.net (Jumat, 12 Januari 2024) – Empat orang ditetapkan sebagai tersangka dari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang salah satunya menyeret Bupati Labuhanbatu, Erik Adtrada Ritonga (EAR). Didalam kasus ini, salah satu tersangka telah terjerat OTT sebanyak dua kali ketika melakukan suap kepada Bupati Labuhanbatu.
Sosok yang menjadi tersangka dalam kasus suap Bupati Labuhanbatu adalah seorang pengusaha bernama Effendy Syahputra (ES). KPK telah menangkap ES dua kali dalam operasi tangkap tangan yang melibatkan Bupati Labuhanbatu. Penangkapan pertama terhadap Effendy terjadi pada tahun 2018.
Pada saat itu, pengusaha ini ditangkap terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terhadap Bupati Labuhanbatu yang masih menjabat, yaitu Pangonal Harahap. KPK menangkap Pangonal pada tanggal 18 Juli 2018 terkait transaksi dugaan suap yang melibatkan Effendy Syahputra sebagai pihak yang memberikan suap melalui sejumlah perantara.
Pada kasus suap yang melibatkan Bupati Labuhanbatu, Pangonal, pengusaha ini ternyata terjerat hukum dua kali dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus ini, Bupati Pangonal ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sementara pengusaha bernama Effendy ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Pengadilan Negeri Tipikor Medan baru-baru ini memutuskan vonis tiga tahun penjara bagi Effendy Syahputra. Dia terbukti melakukan tindakan suap kepada Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap, dengan total jumlah suap sebesar Rp 42,28 miliar dalam kurun waktu 2016-2018.
Seakan-akan tidak kapok, Effendy Syahputra kembali terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun ini. Dia lagi-lagi ditangkap setelah terlibat dugaan pemberian suap kepada Bupati Labuhanbatu yang saat ini dijabat oleh Erik Adtrada Ritonga.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan bahwa keterlibatan berulang dari Effendy Syahputra menjadi perhatian KPK. Sesuai dengan aturan, pihak KPK berhak untuk memberlakukan pidana lebih berat bagi residivis.
“Apabila seseorang merupakan residivis, maka hukumannya akan diatensi. Menurut KUHP, residivis akan dikenakan hukuman tambahan sebesar sepertiga dari pidana yang diterimanya,” ujar Ghufron di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024).
“Sebagai contoh, jika hukumannya seharusnya 12 tahun, maka akan ditambahkan 3 tahun menjadi 15 tahun. Kami memiliki pedoman penuntutan yang mencakup juga faktor residivis. Jadi, ada peningkatan ancaman pidana dengan penambahan sepertiga,” tambahnya.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Erik Adtrada, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang tersangka. Keempat tersangka tersebut adalah Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga (EAR) dan anggota DPRD Rudi Syahputra Ritonga (RSR) yang diduga sebagai penerima suap. Selain itu, KPK juga menetapkan dua pihak swasta bernama Effendy Saputra (ES) dan Fazar Syahputra (FS) sebagai tersangka pemberi suap.
Tim penyidik melakukan penahanan untuk tersangka EAR, RSR, FS, dan ES masing-masing selama 20 hari pertama mulai tanggal 12 Januari sampai 31 Januari 2024 di Rutan KPK,” ujar Ghufron.
Kesimpulan
Pengusaha Effendy Syahputra (ES) terjerat dalam dua kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap kepada Bupati Labuhanbatu. ES pertama kali ditangkap pada tahun 2018 dalam kasus suap yang melibatkan Bupati Labuhanbatu sebelumnya, Pangonal Harahap. Setelah ditahan dan divonis tiga tahun penjara, ES kembali terjaring dalam OTT tahun ini terkait dugaan suap kepada Bupati Labuhanbatu saat ini, Erik Adtrada Ritonga. Kekhawatiran mengenai keterlibatan berulang ES sebagai residivis menjadi perhatian KPK, yang berhak memberlakukan hukuman tambahan bagi residivis sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam OTT yang menjerat Bupati Erik Adtrada, KPK menetapkan empat orang tersangka, termasuk ES, yang diduga sebagai pemberi suap.