indotim.net (Jumat, 01 Maret 2024) – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan klarifikasi mengenai putusan dalam perkara 116/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perludem. Hakim MK Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa ambang batas parlemen tetap diperlukan, namun harus disusun dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif.
“Putusan Nomor 116 tidak menghapuskan ambang batas sebagaimana tergambar dari isi putusannya,” ujar Enny ketika ditanya, Jumat (1/3/2024).
Enny menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan wewenang kepada pembuat Undang-Undang (UU) untuk mengatur ambang batas parlemen dan menentukan persentase yang tepat. Dia mengatakan, ambang batas parlemen haruslah didasarkan pada metode kajian yang jelas dan komprehensif.
“Bahwa threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk UU untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif, sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang makin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang sehingga sistem proporsional yang digunakan tetapi hasil pemilunya tidak proporsional,” jelasnya.
Di sisi lain, dalam putusan perkara nomor 116 tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pembuat undang-undang untuk mengubah ambang batas parlemen sebesar 4 persen yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan angka yang lebih rasional. Proses revisi ambang batas parlemen sebesar 4 persen ini diharapkan selesai sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029.
“Karena itu, untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus digunakan threshold dengan besaran persentase yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut (disproporsionalitas yang semakin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang),” imbuhnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa ketentuan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen dari suara sah nasional yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat. MK memerintahkan agar ambang batas parlemen tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029.
Penjelasan tersebut diungkapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara 116/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diketahui sidangnya dipimpin oleh Ketua MK, Suhartoyo.
Walaupun demikian, dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa ketentuan Pasal 414 ayat (1) dalam UU 7/2017 yang mengatur ambang batas parlemen sebesar 4 persen tetaplah konstitusional untuk diterapkan pada hasil Pemilu 2024. Namun, ambang batas parlemen ini tidak dapat berlaku kembali pada gelaran Pemilu 2029 nanti.
Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), sebagai konsekuensi yuridisnya, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 harus dinyatakan konstitusional bersyarat, sepanjang masih berlaku untuk hasil Pemilu DPR 2024. Namun, norma tersebut tidak boleh diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2029 dan pemilu-pemilu berikutnya, kecuali setelah terjadi perubahan terhadap norma ambang batas parlemen dan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen,”
ujar MK dalam pertimbangan putusannya yang diumumkan pada Kamis (29/2).
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil Pilpres 2029, di mana PT harus menyelenggarakan pemungutan suara ulang di sejumlah daerah yang jumlah surat suaranya mencapai 4%, menuai respons beragam dari berbagai pihak. Pemerintah, KPU, dan partai politik kemudian bergerak cepat untuk menyikapi keputusan MK yang bakal berdampak signifikan pada jalannya Pemilu 2029.
Kesimpulan
Mahkamah Konstitusi (MK) mengklarifikasi bahwa ambang batas parlemen tetap diperlukan namun harus disusun dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif. Dalam putusan perkara 116/PUU-XXI/2023, MK meminta revisi ambang batas parlemen sebesar 4 persen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebelum Pemilu 2029, untuk menghindari disproporsionalitas yang tinggi. Meskipun ambang batas parlemen tetap konstitusional untuk Pemilu 2024, hal ini tidak berlaku untuk Pemilu 2029 dan seterusnya, kecuali setelah terjadi perubahan aturan. Respons terhadap putusan MK ini beragam dari pemerintah, KPU, dan partai politik yang harus cepat bergerak dalam menyusun strategi menjelang Pemilu 2029.