Beda Mahfud dengan Menteri Siti: Data Deforestasi Mengkhawatirkan

indotim.net (Selasa, 23 Januari 2024) – Pernyataan cawapres nomor urut 3 Mahfud Md mengenai data deforestasi atau penggundulan hutan direspon oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Siti menjelaskan pentingnya pemahaman tentang deforestasi dan metode perhitungannya.

Data deforestasi dibahas oleh Mahfud saat berlangsungnya debat keempat Pilpres 2024 pada Minggu (21/1/2024) kemarin. Menurut Mahfud, dalam 10 tahun terakhir, luas deforestasi mencapai 23 kali luas Pulau Madura.

“Saya juga mencatat ada sekitar 2.500 tambang ilegal, bahkan mungkin lebih. Dalam 10 tahun terakhir, deforestasi di hutan kita mencapai 12,5 hektar. Luasnya jauh melebihi Korea Selatan dan 23 kali lebih besar daripada Pulau Madura tempat tinggal saya,” ujar Mahfud saat berada di panggung debat yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan.

Mahfud kemudian memberikan tanggapannya terhadap solusi yang diajukan oleh Gibran untuk mengatasi masalah pengusaha tambang nakal dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP). Menurut Mahfud, di balik pencabutan IUP ini terdapat banyak mafia yang terlibat.

“Menurut saya, solusi terbaik adalah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) yang menjadi masalah. Namun, kita harus mempertimbangkan bahwa saat mencabut IUP, kita juga harus menghadapi banyak pihak yang terlibat dengan praktik ilegal tersebut,” ujar Mahfud.

Pada kesempatan tersebut, Mahfud membagikan pengalamannya saat mengirim tim ke lapangan namun ditolak. Ia juga mengingatkan pernyataan KPK mengenai tambang ilegal.

“Saya telah mengirim tim ke lapangan namun ditolak. Mahkamah Agung telah memberikan keputusan. Begitulah adanya. Bahkan KPK baru saja mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat banyak pertambangan ilegal yang didukung oleh aparat dan pejabat,” ujar Mahfud.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut data yang disampaikan oleh Menteri Siti Nurbaya soal deforestasi di Indonesia adalah salah.

READ  Gerindra Ungkap Makna Pertemuan Prabowo dan SBY Pasca Pemilihan

Siti Nurbaya mengutarakan pandangannya mengenai penyalahgunaan data terkait deforestasi. Menurutnya, penting bagi setiap individu untuk memahami konsep deforestasi dan metode penghitungannya.

“Data yang diberikan tidak seperti itu. Data itu salah. Saya tidak ingin menyinggung orangnya. Data itu salah,” kata Menteri Siti di kantor KLHK, Jakarta Pusat, pada Selasa (23/1/2024).

“Dia harus memahami apa itu deforestasi. Bagaimana cara melihatnya, bagaimana cara menghitungnya. Setelah memahami konsep tersebut, dia tidak bisa menyusun data deforestasi tahun ini, menambahkan deforestasi tahun ini, dan menambahkannya tahun ini tanpa membayangkan dimensinya,” jelasnya.

Siti mengungkapkan perbedaannya dengan Menteri Mahfud terkait data deforestasi di Indonesia. Ia menyatakan bahwa angka deforestasi mengalami penurunan namun penting untuk menggunakan metode perhitungan yang benar.

“Jadi yang paling besar memang tahun 2015 itu 1,01 juta hektare. Tapi setelah itu turun menjadi 600 ribu hektare, kemudian turun lagi menjadi 480 ribu hektare, turun lagi menjadi 440 ribu hektare. Terus turun hingga tahun 2022 tinggal 104 ribu hektare,” katanya.

Siti Nurbaya Menerangkan Cara Menghitung Deforestasi

Selanjutnya, Menteri Siti menjelaskan metode yang digunakan untuk menghitung tingkat deforestasi. Ia menyebut bahwa perhitungan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi iklim terkini.

“Bicara metode deforestasi, itu harus dicek mulai dari cara menghitung, interpretasi satelit, semua itu nggak cocok untuk Indonesia dan salah. Karena kita sudah menguji. Data tahun 2022 kita uji di lapangan yang dirilis oleh Global Forest Watch. Ayo, kita pergi ke lapangan bersama-sama. Cek seperti apa yang kamu sebut sebagai hutan hujan dan seperti apa yang Anda sebut sebagai deforestasi. Ternyata setelah diperiksa di lapangan, bukan hutan, ternyata itu adalah daun pisang. Pohon pisang yang tumbuh dengan sangat rapat,” ucapnya.

READ  Jelang Debat, Momentum Pendukung Capres Cawapres Ceriakan JCC

Menurut Mahfud, diperlukan adu metode untuk menghitung deforestasi. Baginya, hasil perhitungan bukanlah masalah utama, tetapi metode yang digunakan haruslah benar.

“Ternyata saat di lapangan terdapat kumpulan pohon pisang yang besar. Itulah yang seharusnya dipelajari. Metodenya juga harus dipahami, oleh karena itu saya selalu menyebutkan, mari kita adu metode terlebih dahulu. Karena yang harus benar, baik itu tentang polusi udara, polusi air, dan terutama deforestasi,” ujar Mahfud.

“Terus jangan lupa ya, deforestasi ini adalah isu internasional yang bisa melemahkan negara. Kita harus berhati-hati,” ucapnya.

Mahfud memberikan tanggapan atas pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Simak penjelasannya di halaman berikutnya…

Mahfud mengungkap perbedaan pendapatnya dengan Menteri Siti terkait data deforestasi. Menurutnya, perbedaan ini hanya terletak pada interpretasi dan pemahaman data yang ada.

Mahfud menanggapi balasan dari Menteri Siti Nurbaya. Dia mengatakan bahwa data yang dia sampaikan saat debat calon wakil presiden tidak salah, namun berbeda dengan yang dipegang oleh Siti.

“Memang benar, bukan kesalahan, tapi perbedaan dalam membaca data. Yang disampaikan oleh Bu Siti Nurbaya adalah deforestasi netto, data yang ada di KLH dan di BPS memang yang terdapat dalamnya,” ucap Mahfud di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, pada Selasa, 23 Januari 2024.

Mahfud mengklaim bahwa dirinya mendapatkan data dari Global Forest Watch yang menunjukkan adanya penurunan jumlah hutan dalam periode tertentu.

“Sedangkan data yang saya baca dari Global Forest Watch dunia. Global Forest Watch memotret hilangnya atau tutupan hutan dalam waktu tertentu. Sedangkan deforestasi netto merupakan deforestasi bruto yang dikurangi reforestasi sehingga sisanya dicatat oleh Bu Siti Nurbaya,” ujar Mahfud.

“Padahal, yang rusak sebelum reforestasi itu tetap rusak karena terjadi deforestasi. Karena Bu Siti Nurbaya mengurangi itu dengan reforestasi itu bisa menghitung seperti itu, gitu,” tambahnya.

READ  KPU Memulai Pendaftaran Pemantau Pilkada 2024

Mahfud mengakui bahwa ia juga mengacu pada data yang disediakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Meskipun demikian, ia tetap menggunakan data dari Global Forest Watch.

“Seperti data yang ada di BPS dan juga LHK saya juga baca. Dan ini sebenarnya sudah ditulis secara menghitung ini oleh Prof Hariadi Kartodihardjo pada 9 November 2021 atau 2022 teori menghitung ini. Saya pakai Global Forest Watch ini dan tidak ada yang salah, cuma Bu Siti Nurbaya mengurangi dengan tambahan, tapi di tempat lain yang rusak lebih dulu kan tidak tertutupi juga,” kata Mahfud.

Mahfud tidak mempermasalahkannya. Dia menyatakan bahwa ia masih menggunakan data dari Global Forest Watch.

“Itu saja, tidak apa-apa bagus ini. Sama-sama benar, tinggal mau baca dari mana, bruto atau netto. Saya menggunakan Global Forest itu setiap tahun untuk melihat tingkat kerusakan selama 10 tahun terakhir, dan inilah seberapa besar tingkat kerusakan tersebut,” ujarnya.

“Deforestasi ini kan di tempat lain banyak yang rusak. Data mengenai hal ini tahun demi tahun disajikan, dalam berbagai tempat yang memiliki kebutuhan Anda, tersedia di Andi Widjajanto di TPN dengan perbedaan data yang terhitung,” jelasnya.