Ingat! Suara di Komisi II DPR Harus Dimanfaatkan, Ingatkan Pimpinan

indotim.net (Minggu, 03 Maret 2024) – Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merevisi ambang batas DPR atau parliamentary threshold (PT) menjadi 4% sebelum pemungutan suara Pemilu 2029. Yanuar memberikan peringatan agar perubahan ini tidak menyebabkan suara rakyat terbuang dari partai-partai yang tidak lolos.

“Harus diingat bahwa penerapan ambang batas yang baru untuk pemilu 2029 harus mengacu pada undang-undang pemilu yang baru. Sehingga, undang-undang pemilu yang sedang berlaku perlu direvisi. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak langsung berlaku sebelum terjadi perubahan norma dalam undang-undang,” ujar Yanuar pada tanggapannya, pada hari Minggu (3/3/2024).

Politikus dari PKB ini menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi tidak memberikan rekomendasi spesifik terkait dengan besaran angka threshold yang harus diformulasikan oleh DPR dan pemerintah sebagai pembuat Undang-Undang. Dia mengungkapkan bahwa berbagai pertimbangan mengenai angka threshold itu minimal sudah disiapkan oleh Komisi II DPR periode 2019-2024.

“Putusan Mahkamah Konstitusi tidak secara khusus menyebut besaran angka atau prosentase tertentu untuk ambang batas parlemen. Artinya DPR dan Pemerintah masih memiliki kebebasan untuk menetapkan besaran angka yang baru untuk ambang batas parlemen,” ujar salah satu anggota Komisi II DPR.

“Saya menekankan pentingnya agar tidak ada suara yang terbuang. Setiap suara dalam proses politik harus diperhatikan dengan serius,” kata Ketua Komisi II DPR, Bambang Soesatyo.

Dalam pembahasan revisi UU Pemilu di Komisi II, ia menjelaskan bahwa, “Komisi II secara khusus belum membahas topik ini. Tapi pada waktunya, pasti akan menjadi catatan penting. Jika revisi undang-undang pemilu tidak bisa dilakukan pada periode DPR sekarang, minimal sudah ada bahan-bahan besar untuk pembahasan pada DPR periode berikutnya,” imbuhnya.

READ  AS Serang Houthi di Yaman, Berburu Peluncur Rudal

Pada kesempatan tersebut, Anggota Komisi II DPR, Yanuar, memberikan pesan yang penting terkait dengan revisi UU Pemilu. Yanuar menekankan bahwa revisi yang dilakukan haruslah melibatkan semua pihak tanpa memihak pada kepentingan tertentu. Beliau juga menyoroti bahwa syarat ambang batas DPR saat ini tidak memiliki dasar akademik yang kuat.

“Saya kira, revisi undang-undang pemilu tersebut tidak boleh lagi parsial, tapi harus utuh dan menyeluruh. Jangan seperti sekarang, revisi maju mundur sesuai dengan pesanan dan selera kepentingan sesaat. Misalnya, untuk menetapkan besaran angka ambang batas parlemen harus punya dasar argumentasi yang kuat, tidak lagi sekedar kesepakatan politik antara DPR dan pemerintah. Angka 4% yang berlaku sekarang sama sekali tak punya dasar akademik yang kokoh. Ia hanya sekedar membandingkan dengan angka pada pemilu sebelumnya,” lanjut dia.

Yanuar mengingatkan, revisi PT 4% nantinya harus mempertimbangkan suara partai-partai yang tidak lolos threshold agar tidak jadi suara yang terbuang. Sebab, menurutnya, suara-suara partai yang tak lolos itu cukup besar apabila diakumulasikan.

Pimpinan Komisi II DPR menegaskan bahwa penting untuk memberikan perhatian pada suara dari partai yang tidak lolos agar representasi yang ada menjadi lebih akurat. Hal ini juga demi menjaga fairness dalam sistem perwakilan di lembaga legislatif.

“Selain itu, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor lain. Bagaimana cara mengatasi suara yang tidak terpakai karena partai-partai tertentu gagal melewati ambang batas parlemen? Jumlah suara yang terbuang ini tidak boleh dianggap remeh karena mencapai jutaan suara,” ujar Ketua Komisi II DPR.

“Asas proporsionalitas juga harus dipahami bahwa suara rakyat yang sudah disalurkan tercermin dalam konfigurasi kursi di parlemen. Jadi tidak dihitung nol seperti sebelumnya, dan kursi tersebut menjadi hak parpol yang mencapai ambang batas parlemen,” ujarnya.

READ  Cerita Ganjar Mengenai Asal Usul Julukan Ketua Penguin yang Unik

Kesimpulan

Dari artikel “Ingat! Suara di Komisi II DPR Harus Dimanfaatkan, Ingatkan Pimpinan” dapat disimpulkan bahwa perubahan ambang batas parlemen oleh Mahkamah Konstitusi perlu dijadikan perhatian serius oleh DPR dan pemerintah untuk mencegah suara rakyat terbuang. Pentingnya memastikan keadilan dan representasi yang akurat dalam sistem perwakilan legislatif juga menjadi fokus utama dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu.