indotim.net (Rabu, 17 Januari 2024) – Bawaslu Republik Indonesia mengungkapkan kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) dan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) para peserta Pemilu 2024. Masalah ini muncul karena akses pengawasan Bawaslu terhadap RKDK dan LADK dibatasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kami mengalami pembatasan akses untuk mengakses data Laporan Dana Kampanye yang terdapat pada Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)”, ujar Puadi, anggota Bawaslu RI, dalam keterangannya pada hari Rabu (17/1/2024).
Puadi mengungkapkan bahwa KPU telah memberikan akses pembacaan laporan dana kampanye melalui Sikadeka. Namun, dia menambahkan bahwa Bawaslu tidak diberikan akses penuh untuk membaca laporan dana kampanye di semua tingkatan.
“(Ini) Menyebabkan tugas pengawasan tidak dapat dilaksanakan secara maksimal,” ucap Puadi.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluhkan pembatasan akses yang diberlakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap pengawasan dana kampanye. Menurut Bawaslu, mereka sudah mematuhi prosedur yang diatur dalam Pasal 109 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu. Bawaslu juga sudah mengajukan permohonan akses ke Sistem Informasi Pengelolaan Dana Kampanye (Sikadeka) kepada KPU.
“Namun kenyataannya, Bawaslu di semua tingkatan tidak diberikan akses untuk membaca data Laporan Dana Kampanye di Sikadeka meskipun mereka telah mengikuti prosedur yang ditentukan,” ujarnya.
Pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengeluhkan pembatasan akses untuk melakukan pengawasan terhadap dana kampanye yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Puadi, perwakilan dari Bawaslu, mereka menemukan bahwa KPU telah mengeluarkan surat bernomor 1395/PL.01.7-SD/05/2023 pada tanggal 25 November 2023 yang berisi persetujuan akses terhadap laporan dana kampanye calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun, dalam surat tersebut terdapat informasi yang dikecualikan dalam laporan dana kampanye. Oleh karena itu, Bawaslu harus memperoleh persetujuan tertulis dari calon Anggota DPD agar dapat mengakses informasi yang tersebut.
Namun, menurut Puadi, Bawaslu menilai bahwa informasi yang dikecualikan dalam tahapan kampanye dan dana kampanye berkaitan dengan informasi hak-hak pribadi warga negara yang telah diberikan persetujuan oleh calon anggota DPD berdasarkan dokumen persetujuan akses laporan dana kampanye kepada Bawaslu.
“Dokumen persetujuan akses laporan dana kampanye kepada Bawaslu beserta seluruh informasi di dalamnya seharusnya menjadi informasi yang dikuasai oleh Bawaslu. Sebab, dokumen tersebut diwajibkan untuk disampaikan kepada Bawaslu secara tertulis oleh calon anggota DPD,” kata Puadi.
“Namun, nyatanya sampai saat ini dokumentasi terkait hal tersebut belum diberikan kepada Bawaslu,” imbuhnya.
Kesimpulan
Bawaslu Republik Indonesia mengeluhkan pembatasan akses yang diberlakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap pengawasan dana kampanye para peserta Pemilu 2024. Meskipun Bawaslu telah mematuhi prosedur yang ditentukan, mereka tidak diberikan akses penuh untuk membaca data Laporan Dana Kampanye di Sistem Informasi Pengelolaan Dana Kampanye (Sikadeka). Hal ini menghambat Bawaslu dalam melaksanakan tugas pengawasan secara maksimal. Selain itu, Bawaslu juga menemukan bahwa terdapat informasi yang dikecualikan dalam laporan dana kampanye yang berkaitan dengan hak-hak pribadi warga negara dan belum diberikan kepada Bawaslu.