HNW Dorong MK untuk Koreksi Ambang Batas Kepresidenan

indotim.net (Sabtu, 02 Maret 2024) – Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten dan berkeadilan dalam menangani kasus ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold). Menurut HNW, MK seharusnya menginstruksikan pembuat undang-undang (DPR dan pemerintah) untuk melakukan koreksi terhadap ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% sebelum Pemilu 2029.

HNW memberikan tanggapannya terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan para pembentuk Undang-Undang untuk melakukan koreksi terhadap ambang batas sebesar 4% sebagai ketentuan parliamentary threshold. Hal ini bertujuan agar sebelum Pemilu 2029, penetapan angka ambang batas parlemen tidak lagi adalah 4%.

Langkah ini dipandang perlu untuk persiapan Pemilihan Umum tahun 2029 melalui landasan penelitian ilmiah dan argumen demokratis yang kuat.

“Keputusan MK memang tidak sepenuhnya menghilangkan parliamentary threshold, tetapi penetapan ambang batas haruslah didasari oleh kajian ilmiah, argumentasi yang rasional, serta demokratis. Hal ini seharusnya tidak hanya berlaku pada parliamentary threshold sebesar 4%, namun juga seharusnya diterapkan pada presidential threshold yang saat ini berlaku yaitu sebesar 20%,” ujar Hidayat dalam keterangan tertulis pada Sabtu (2/3/2024).

HNW atau singkatan dari sapaan akrabnya, menegaskan bahwa meskipun keputusan MK kali ini agak berbeda dengan kebiasaan dalam putusan sebelumnya, di mana MK biasanya akan memberikan kewenangan penuh terkait dengan angka ambang batas kepada lembaga pembuat Undang-Undang melalui kebijakan hukum terbuka, namun kini MK justru menyerukan kepada DPR untuk mempertimbangkan perubahan pada angka ambang batas sebesar 4% untuk Parliamentary threshold tersebut.

“Hal ini juga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa MK dapat memiliki pendapat yang berbeda dibanding pakem sebelumnya? Sama seperti ketika MK mengambil keputusan terkait usia pencalonan calon wakil presiden (Cawapres) yang berujung pada sanksi pelanggaran kode etik Ketua MK saat itu, karena keputusan tersebut dianggap sebagai praktik nepotisme yang menguntungkan putra Presiden yang juga keponakan Ketua MK,” ujarnya.

READ  Cek Tanda Tangan Steve Jobs, Dilelang? Yuk Ikutan!

Terkait keputusan terbaru mengenai Parliamentary Threshold, HNW menegaskan pentingnya Mahkamah Konstitusi untuk juga mengevaluasi Presidential Threshold. Hal ini disambut dengan tanya-tanya dari masyarakat terhadap keputusan MK yang bisa jadi menabrak pakem yang sudah ada.

Apalagi, lanjutnya, publik juga memahami bahwa pada Pemilu 2024, salah satu partai yang terancam gagal melewati ambang batas parliamentary sebesar 4% adalah partai yang saat ini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Selanjutnya, HNW mengingatkan agar Mahkamah Konstitusi (MK) juga bertindak adil sesuai dengan prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia sebagai negara hukum. Hal ini bertujuan untuk menjaga kedaulatan rakyat serta meningkatkan kualitas demokrasi dan Pemilihan Presiden agar lebih baik pada tahun 2029 dan ke depan.

Langkah tersebut diambil dengan memberikan instruksi kepada penyusun Undang-Undang (DPR dan Pemerintah) untuk memperbaiki 20% ambang batas Presidential sebelum Pemilu 2029, sebagaimana yang telah dipertimbangkan oleh MK dalam keputusan terkait penyesuaian 4% ambang batas Parliamentary.

“Jika MK menginstruksikan pembuat undang-undang untuk mengoreksi ambang batas 4% parlementer, dan menetapkan ambang batas parlementer berdasarkan penelitian ilmiah dan argumentasi yang rasional dan demokratis, maka seharusnya MK juga mengintruksikan pembuat undang-undang untuk melakukan hal yang sama saat menetapkan ambang batas presiden, sehingga mengoreksi ambang batas presiden 20 persen sebelum Pemilu/pilpres 2029,” ujarnya.

HNW menyatakan bahwa berbagai pihak telah mengajukan permohonan untuk menganggap presidential threshold sebesar 20% sebagai tidak konstitusional, dan seharusnya turun, termasuk permohonan yang telah diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang didasarkan pada kajian ilmiah dan prinsip demokrasi.

Selain itu, teori-teori atau rumusan yang digunakan oleh para pemohon dalam kasus parliamentary threshold tersebut tidak terlalu berbeda dengan teori atau rumusan yang digunakan PKS dalam permohonannya sebelumnya.

READ  Debat Seru Saat Prabowo Menanyakan Impor kepada Jokowi di 2019! Apa Jawabannya?

“Ketika itu, MK memang tidak mengabulkan permohonan yang diajukan oleh PKS terkait presidential threshold di angka antara 7% sampai 9%, tetapi dalam pertimbangannya MK mengapresiasi PKS yang telah mempergunakan kajian ilmiah yang rasional, proporsional, demokratis, dan implementatif dalam menetapkan hal tersebut. Hal yang juga diingatkan oleh MK saat memutuskan koreksi terhadap parliamentary threshold 4%. Dan itulah seharusnya yang perlu diputuskan oleh MK agar dilakukan oleh DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang ketika menetapkan angka-angka ambang batas parliamentary threshold maupun presidential threshold. Laku konsisten dan adil dari MK itu yang akan menyelamatkan kepercayaan publik terhadap MK dan putusan-putusannya,” pungkas HNW.