Memahami 5 Fakta Kontroversial Rektor Universitas Pancasila

indotim.net (Minggu, 25 Februari 2024) – Universitas Pancasila sedang menjadi perbincangan di masyarakat. Seorang Rektor Universitas Pancasila dengan inisial E diduga melakukan pelecehan terhadap seorang pegawai dengan inisial R.

Kasus dugaan pelecehan tersebut dilaporkan langsung oleh korban ke Polda Metro Jaya. Dalam laporannya kepada pihak kepolisian, korban menyebutkan bahwa perilaku pelecehan terjadi di ruang kerjanya pada bulan Februari 2023.

Polisi telah mulai menyelidiki kasus dugaan pelecehan yang dilaporkan. Rektor Universitas Pancasila akan menjalani pemeriksaan sebagai terlapor pada Senin (26/2) di Polda Metro Jaya.

Korban Sudah Diperiksa

Polda Metro Jaya telah menerima laporan terkait dugaan pelecehan oleh seorang rektor perguruan tinggi di Jakarta. Korban telah dimintai keterangan.

“(Korban) sudah memberikan keterangannya sebagai bagian dari proses penyelidikan,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada kami.

Ade Ary menyebutkan bahwa saat ini laporan terkait kasus tersebut sedang dalam proses di Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya. Tim penyidik masih aktif melakukan penyelidikan terkait laporan tersebut.

Korban seorang perempuan inisial R melaporkan rektor perguruan tinggi di Jakarta atas dugaan pelecehan seksual. Korban melaporkan kasus tersebut pada 12 Januari 2024.

Laporan tersebut telah diregistrasi dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 12 Januari 2024. Korban telah melaporkan sang rektor dengan dasar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Korban Mengungkapkan Pengalaman Dimutasinya setelah Melaporkan Pelecehan dari Rektor Universitas Pancasila

Korban yang menjadi korban dugaan pelecehan dari rektor di salah satu perguruan tinggi di Jakarta ternyata mengalami nasib yang tidak diharapkan setelah melapor kepada atasan. Alih-alih mendapat perlindungan, korban justru dimutasi. Kejadian pelecehan tersebut konon terjadi di ruang kerja rektor tersebut dan insiden itu terjadi sekitar pertengahan bulan Februari 2023.

READ  Evakuasi Tabrakan Beruntun di Puncak Selesai, Arus Lalin Dibuka Lagi

Menanggapi insiden tersebut, korban segera meninggalkan ruangan dan melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya. Namun, pada tanggal 20 Februari 2023, korban justru menerima surat mutasi dan penurunan jabatan,” ungkap kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, dalam keterangan kepada wartawan pada Jumat (23/2).

Korban kemudian memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan langkah konkret. Pada tanggal 12 Januari 2024, korban secara resmi melaporkan rektor tersebut ke Polda Metro Jaya.

Laporan tersebut telah didaftarkan dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 12 Januari 2024. Korban telah melaporkan rektor tersebut berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Amanda memberikan penjelasan singkat mengenai kronologi kejadian tersebut. Dugaan pelecehan dilaporkan terjadi di ruangan terlapor.

Pada bulan Februari 2023, terlapor memanggil korban ke dalam ruangan dengan alasan yang terkait pekerjaan,” ungkap Amanda.

Sebelumnya, korban menjelaskan bahwa saat itu dia datang ke ruangan terlapor. Tiba-tiba, tanpa diduga, korban mengalami pelecehan yang tidak semestinya.

Sontak, korban terkejut dan terdiam setelah mengalami pelecehan oleh terlapor. Tidak hanya sampai di situ, terlapor juga disebut telah menyentuh bagian sensitif korban.

Pihak Rektor Universitas Pancasila Menegaskan Tidak Melakukan Pelecehan

Peristiwa kontroversial menimpa Rektor Universitas Pancasila yang tersandung kasus dugaan pelecehan seksual. Meski demikian, rektor tersebut dengan tegas membantah segala tuduhan pelecehan yang mengarah padanya.

“Berita tersebut kami pastikan didasarkan pada laporan yang tidak benar. Tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan,” tegas kuasa hukum Rektor, Raden Nanda Setiawan, dalam keterangannya.

Raden mengungkapkan bahwa setiap individu berhak untuk melakukan pelaporan. Namun, ia menyatakan bahwa pelapor harus menyadari dan siap menerima konsekuensi hukum apabila laporan yang disampaikan ternyata tidak berdasar alias fiktif.

READ  Satpol PP Membongkar Video Pengemis Viral di Pamijahan Bogor: Ini Hasilnya!

“Namun, kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian. Tapi, perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya,” tuturnya.

Para pihak yang terlibat dalam kasus ini harus mengikuti proses hukum dengan baik dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bagi kedua belah pihak.

Ia meragukan keabsahan laporan tersebut, terutama karena laporan tersebut muncul di tengah proses pemilihan rektor yang sedang berlangsung.

“Dalam menanggapi permasalahan hukum yang terkait dengan kabar yang sedang beredar, kita harus mengedepankan prinsip praduga tak bersalah, terutama dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan terjadi setahun yang lalu. Sangat disayangkan jika laporan ini baru muncul ketika sedang berlangsung proses pemilihan rektor baru,” ungkapnya.

Raden menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini berjalan. Menurutnya, polisi bekerja secara profesional untuk membuktikan benar-tidaknya laporan tersebut.

Proses hukum berjalan dengan lancar setelah pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan terkait dugaan pelecehan yang dilaporkan. Semua pihak diharapkan dapat bersabar dan percaya pada proses hukum yang sedang berlangsung.

“Sedang berlangsung proses penanganan atas laporan tersebut. Kami percayakan kepada pihak Kepolisian untuk memproses dengan profesional,” ujar narasumber.

Korban telah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK terkait kasus ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan baca pada halaman selanjutnya.

Korban Ajukan Permohonan Perlindungan ke LPSK

Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Rektor Universitas Pancasila (UP) berinisial E terhadap karyawannya masih diusut. Pihak korban kini mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Masih dalam proses yang pasti kita sudah menyurati secara resmi karena kalau mereka mau proses mereka harus punya dasar surat dari kita. Sudah kita buat laporan dan ini sedang dalam proses,” kata kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, saat dihubungi, Minggu (25/2/2024).

READ  Airlangga Yakinkan Golkar Menang di NTT: Kunci Sukses bagi Partai di Daerah Timur

Amanda menyoroti hubungan kekuasaan yang membuat korban merasa takut. Ia juga meminta perlindungan LPSK terkait kasus tersebut.

Menurut narasumber, “Sebenarnya justru hanya berjaga-jaga, wajar saja dari korban merasa ada kayak macem ketakutan gitu,” ujarnya.

Setelah mengungkapkan kasus tersebut, LPSK bukan satu-satunya lembaga yang terlibat. Pihak korban juga telah mengirimkan surat kepada beberapa lembaga terkait lainnya, antara lain Kemendikbud, LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi), dan Komnas Perempuan.

Dalam konteks ini, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, telah mengonfirmasi bahwa permohonan perlindungan telah diajukan. Saat ini, LPSK sedang menelaah permohonan dari pihak korban sebelum dilakukan langkah-langkah lanjutan.

Menurut sumber terkait, “Sudah ada. Baru siang ini permohonannya masuk dari 1 orang korban. Karena berdasarkan UU kami harus dalami sifat penting keterangan, situasi ancaman yang dihadapi, kondisi medis atau psikologis pemohon. Maksimal 30 hari,” ujarnya.

Kemendikbud Ikut Turun Tangan

Rektor Universitas Pancasila diduga melakukan pelecehan seksual kepada bawahannya hingga dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendibudristek RI) pun turun tangan.

“Kami telah memantau perkembangan kasus ini berdasarkan laporan dari masyarakat. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh inspektorat jenderal,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam, kepada para wartawan pada hari Minggu (25/2/2024).

Nizam menyebut bahwa Kementerian akan melanjutkan proses sesuai dengan Permendikbudristek mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Langkah selanjutnya adalah melakukan investigasi bersama dengan para pemangku kepentingan terkait.

“Biasanya bersama dengan LLDIKTI dan badan penyelenggara perguruan tingginya. Kepolisian ya sesuai dengan peraturan perundangan yang ada,” ujarnya.