Bamsoet Ajukan Permintaan Pemerintah Ulangi Peninjauan Pajak Hiburan

indotim.net (Minggu, 21 Januari 2024) – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo meminta pemerintah mempertimbangkan secara cermat dampak dari kenaikan pajak hiburan terhadap industri hiburan. Menurutnya, perlu dilakukan kembali kajian mendalam dan dialog yang lebih intensif dengan pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan.

“Pemerintah dan DPR diharapkan untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan melibatkan semua pihak terkait. Suara para pelaku usaha hiburan perlu didengar dengan baik dalam proses pengambilan keputusan ini. Sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih memperhitungkan berbagai aspek dan kepentingan yang ada,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (21/1/2024).

Hal tersebut juga disampaikan saat Bamsoet bertemu dengan pemilik Phantom, Rudy Salim, di Kebumen hari ini.

Bamsoet meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kenaikan pajak hiburan. Hal ini merujuk pada Pasal 58 Ayat 2 Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Pasal tersebut menyebutkan bahwa tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, harus ditetapkan dalam rentang antara 40 hingga 75 persen. Kenaikan tarif ini telah menimbulkan kontroversi di kalangan pelaku usaha hiburan.

“Kenaikan pajak hiburan yang sebesar ini dapat memiliki dampak signifikan terhadap industri hiburan. Selain memberatkan para pelaku usaha, kenaikan pajak sebesar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif. Misalnya, meningkatnya harga tiket masuk, penurunan daya beli masyarakat, dan bahkan dapat berdampak pada kelangsungan usaha para pelaku industri hiburan,” ungkap Bamsoet.

Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), meminta pemerintah untuk mengkaji ulang keputusan kenaikan pajak hiburan di Indonesia. Menurut Bamsoet, pajak hiburan di negara ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Sebagai contoh, Thailand hanya menerapkan pajak hiburan sebesar 5 persen untuk menarik minat wisatawan.

READ  Mitsubishi Fuso Pamer 5 Truk Terbaru di Pameran GIICOMVEC 2024!

Mengutip The Economic Times, Thailand telah mengurangi pajak minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata di negara tersebut. Beberapa tindakan yang disepakati meliputi pemotongan pajak anggur dari 10 persen menjadi 5 persen dan penghapusan pajak minuman beralkohol yang sebelumnya sebesar 10 persen. Selain itu, pajak cukai tempat hiburan juga dikurangi setengahnya, dari 10 persen menjadi 5 persen.

“Sa’at ini, Thailand menjadi negara ASEAN yang paling populer bagi para wisatawan mancanegara. Namun, kenaikan pajak hiburan di Indonesia yang mencapai tingkat minimum 40 persen melewati angka yang diterapkan oleh negara-negara tetangga, seperti Singapura sebesar 15 persen, Malaysia sebesar 10 persen, dan Amerika Serikat (Chicago) sekitar 9 persen. Kekhawatiran timbul bahwa tingginya pajak hiburan di Indonesia dapat mengurangi daya tarik negara ini dibandingkan dengan negara-negara sekitarnya,” tutur Bamsoet.

Kesimpulan

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kenaikan pajak hiburan. Menurutnya, perlu dilakukan kajian mendalam dan dialog yang lebih intensif dengan pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan. Ia menyatakan bahwa kenaikan pajak yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap industri hiburan, termasuk penurunan daya beli masyarakat dan potensi penurunan daya tarik wisata negara ini. Bamsoet juga mengutip contoh Thailand yang hanya menerapkan pajak hiburan sebesar 5 persen untuk menarik minat wisatawan, sementara Indonesia menerapkan tingkat pajak hiburan minimum 40 persen. Oleh karena itu, reevaluasi terhadap kebijakan pajak hiburan di Indonesia perlu dilakukan.