indotim.net (Selasa, 16 Januari 2024) – Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, angkat bicara mengenai kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan almarhum Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Menurut Tanak, kasus tersebut tidak akan dapat dilanjutkan.
“Kelanjutan kasus Enembe ini didasarkan pada Pasal 77 KUHP. Apabila seseorang meninggal dunia, hal itu tidak dapat lagi dipertanggungjawabkan,” kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa (16/1/2024).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan informasi mengenai perkembangan kasus Lukas Enembe yang telah meninggal dunia. Meskipun demikian, negara masih memiliki hak untuk menuntut ganti rugi keuangan negara melalui gugatan perdata, menurut pernyataan dari KPK.
Meskipun demikian, KPK menegaskan bahwa hingga saat ini, kasus ini masih belum mencapai kepastian hukum. Hal ini disebabkan karena Lukas Enembe meninggal dunia ketika kasusnya sedang diputus di pengadilan tingkat tinggi di Jakarta dan belum ada langkah untuk mengajukan kasasi.
“Tetapi di dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 33, 34, dan 38, dalam konteks seperti meninggal dunia, maka jika terdapat kerugian keuangan yang dapat diperhitungkan, akan diajukan gugatan ke pengadilan. Namun, dalam konteks kasus Lukas Enembe ini, dia sudah meninggal ketika kasusnya diputuskan di Pengadilan Tinggi,” ujar Tanak.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa mereka akan meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Lukas Enembe yang sudah meninggal ini, apakah dapat dianggap sebagai keputusan hukum tetap (inkrah) atau tidak. Jika belum dianggap inkrah, KPK akan menyerahkan dokumen perkara kepada lembaga atau Kejaksaan yang merasa dirugikan, agar dapat digugat secara perdata.
KPK mengungkapkan bahwa mereka akan mencoba meminta fatwa kepada Mahkamah Agung untuk menentukan langkah selanjutnya terkait kasus Lukas Enembe. Mereka ingin mengetahui apakah kasus tersebut sudah dianggap inkrah atau belum. Jika sudah dianggap inkrah, KPK akan melaksanakan putusan yang telah dijatuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Namun, jika kasus tersebut belum memperoleh putusan hukum yang final, kami akan menyerahkan seluruh dokumen dan berkas perkara kepada lembaga yang mengalami kerugian atau kepada kejaksaan, guna mengajukan gugatan perdata agar dapat mengembalikan keuangan negara yang telah dirugikan akibat tindakan korupsi,” tambahnya.
Telah diketahui bahwa Lukas Enembe adalah terdakwa dalam kasus suap dan gratifikasi. Terhadap Lukas Enembe, hukumannya sebelumnya diperberat oleh PT Jakarta dari 8 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Lukas secara sah terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai puluhan miliar rupiah. Namun demikian, kasus tersebut tidak dapat berlanjut karena Lukas Enembe telah meninggal dunia.
Kesimpulan
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan bahwa kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan almarhum Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, tidak dapat dilanjutkan berdasarkan Pasal 77 KUHP. Meskipun demikian, KPK masih memiliki hak untuk menuntut ganti rugi keuangan negara melalui gugatan perdata. KPK berencana meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) untuk menentukan langkah selanjutnya terkait kasus ini. Jika kasus belum dianggap inkrah, KPK akan menyerahkan dokumen perkara kepada pihak yang dirugikan atau kejaksaan untuk mengajukan gugatan perdata guna mengembalikan keuangan negara yang telah dirugikan akibat tindakan korupsi yang dilakukan oleh Lukas Enembe.