MK Putuskan Jaksa Agung Tak Boleh Terafiliasi dengan Partai Politik

indotim.net (Kamis, 29 Februari 2024) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan larangan bagi pengurus partai politik (parpol) untuk menjabat sebagai Jaksa Agung. Keputusan ini diumumkan oleh MK dalam konteks gugatan terkait Undang-Undang Kejaksaan.

Putusan tersebut diungkap melalui nomor 6/PUU-XXII/2024 yang memberikan keputusan terkait UU Kejaksaan yang diajukan gugatan oleh seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar.

Dalam keputusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45 terkait syarat calon Jaksa Agung.

MK menegaskan bahwa calon Jaksa Agung haruslah tidak berasal dari pengurus partai politik.

Mahkamah Konstitusi (MK) menekankan bahwa calon Jaksa Agung yang berasal dari pengurus partai politik harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai setidaknya selama 5 tahun.

Menyatakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6755) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik setidaknya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung,” tulis MK dalam amar putusannya.

Sementara itu, MK menilai pengurus partai politik merupakan individu yang memiliki keterikatan yang kuat dengan partainya. Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan yang berpotensi mengganggu independensi Jaksa Agung dalam menjalankan tugasnya.

READ  Pilih Perempuan Pertama sebagai Menteri Utama Punjab: Langkah Bersejarah Pakistan

“Penegasan ini disampaikan karena sebagai pengurus partai politik, seseorang memiliki hubungan yang kuat dengan partainya. Oleh karena itu, berdasarkan penalaran yang masuk akal, kemungkinan besar akan terjadi konflik kepentingan jika seseorang tersebut diangkat sebagai Jaksa Agung tanpa batasan waktu yang cukup untuk melepaskan afiliasi dengan partai politik yang didukungnya,” demikian yang diungkapkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya.

Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa tidak ada batasan waktu tertentu bagi kader partai politik yang kemudian diangkat sebagai jaksa agung. Mereka hanya perlu mengundurkan diri sejak dilantik menjadi Jaksa Agung.

“Bagi calon Jaksa Agung yang sebelumnya merupakan anggota partai politik, mereka harus mengundurkan diri sejak diangkat menjadi Jaksa Agung. Batas waktu 5 (lima) tahun untuk tidak terlibat dalam kepengurusan partai politik sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung dianggap sudah cukup untuk menghindari berbagai kepentingan politik dan intervensi partai politik terhadap Jaksa Agung tersebut,” tulis Mahkamah Konstitusi.

Dalam putusan ini, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari Hakim Konstitusi Arsul Sani. Serta terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 2 (dua) orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman serta Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.

Arsul Sani menjelaskan perbedaan antara pengurus dan anggota partai politik sebagai landasan keputusan. Menurutnya, hal ini penting untuk mengurangi kemungkinan interpretasi yang beragam terkait putusan yang diambil.

Untuk mencegah adanya penafsiran yang berbeda terhadap pertimbangan hukum dalam Putusan a quo, Arsul Sani menyatakan, “Pengurus partai politik adalah individu atau kelompok yang memiliki tanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kerja partai politik serta mewakili partai baik di dalam maupun di luar organisasi partai. Yang tidak termasuk dalam definisi pengurus adalah individu yang tidak memiliki peran dan tanggung jawab dalam proses tersebut, seperti yang biasanya disebut dengan berbagai nama dewan dan lembaga lain dalam struktur partai politik.”

READ  Cak Imin Siapkan Rp 150 Triliun untuk Masa Depan Anak Muda Jika Dipilih

Sementara hakim Anwar Usman dan Hakim Daniel Yusmic P Foekh menilai permohonan tersebut seharusnya ditolak. Menurut mereka, UU Kejaksaan telah menjamin kekuasaan di bidang penuntutan secara independen. Oleh karena itu, orang yang diangkat sebagai Jaksa Agung harus mundur tidak hanya dari jabatan sebagai pengurus, tetapi juga dari keanggotaan partai.

“Berdasarkan UU Kejaksaan yang menjamin independensi dalam penuntutan demi keadilan, menegaskan bahwa penuntutan harus bebas dari pengaruh pihak manapun. Sehingga, saat seseorang diangkat menjadi Jaksa Agung oleh Presiden, seharusnya yang bersangkutan tidak hanya harus mundur dari jabatan pengurus partai, tetapi juga mundur dari keanggotaan partai politik,” ungkapnya.

Berikut ini amar putusan MK yang mengatur mengenai larangan bagi Jaksa Agung untuk terlibat sebagai pengurus partai politik.

Mengadili

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang Jaksa Agung atau jaksa lainnya untuk berasal dari pengurus partai politik telah menimbulkan berbagai tanggapan. Hal ini disambut baik oleh beberapa pihak yang melihat pentingnya independensi dalam penegakan hukum. Sementara itu, ada juga yang menilai keputusan ini sebagai pembatasan hak politik seseorang yang terafiliasi dengan partai politik.

1. MK mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian.

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Pasal tersebut mengatur bahwa “Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung”.

READ  Panglima TNI dan Jaksa Agung: Manfaatkan Kekuatan Gabungan untuk Pertegakan Hukum dengan Lebih Baik

Memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.