indotim.net (Sabtu, 02 Maret 2024) – Polisi telah mengungkap hasil tes kejiwaan empat santri senior yang menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang menewaskan santri Ponpes Al Hanifiyah Kediri, Bintang Balqis Maulana (14). Para pelaku diduga sering mengalami kekerasan fisik dan verbal dari orang tuanya sejak kecil, yang diduga menjadi pemicu untuk melakukan aksi keji terhadap Bintang.
“Perilaku agresi tersangka disebabkan oleh riwayat masa kecil dan pola asuh kedua orang tua tersangka yang cenderung mendapat kekerasan secara fisik dan verbal. Kemudian, kurangnya perhatian serta kasih sayang dari kedua orang tua,” kata Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji.
“Kondisi di atas menjadi pemicu tindakan perilaku agresi tersangka terhadap korban, sehingga tersangka melakukan tindakan agresi seperti memukul, menendang, dan memaki korban. Hal ini dilakukan tersangka supaya korban mau mengerjakan segala tugas yang ditugaskan oleh tersangka,” sambungnya.
Tes kejiwaan ini dilakukan oleh Tim Psikologi Biro SDM Polda Jatim dan Polres Kediri Kota pada Kamis (29/2/2024). Selain itu, pihak penyidik akhirnya mendapatkan kesimpulan dari tim medis kejiwaan soal kondisi para tersangka.
Menurut Kapolresta Kediri, Brigjen Pol. Marudut Liberty Panjaitan, Motif pelaku melakukan kekerasan diduga lantaran trauma saat kecil. “Pelaku punya latar belakang dia sering mendapatkan kekerasan,” kata Marudut.
Selain itu, Marudut juga menjelaskan bahwa pelaku saat ini telah diamankan oleh kepolisian untuk proses lebih lanjut. “Pelaku berinisial KT (19), tinggal ruko sekitar Pondok Pesantren. Motifnya kita masih dalami lebih lanjut,” ungkap Marudut.
Menurut Bramastyo, pemeriksaan psikologi ini memiliki peran yang krusial, terutama dalam rangka kelancaran proses penyelidikan kasus kematian Bintang Balqis Maulana, seorang santri yang meninggal.
Ternyata, peristiwa tragis pembunuhan santri di Kediri ini memiliki latar belakang yang sangat kelam. Sejak kecil, korban sudah sering mengalami berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan oleh senior di pondok pesantren tempatnya belajar.
Menurut informasi yang dihimpun, kekerasan tersebut tidak hanya bersifat fisik, tapi juga psikis yang secara perlahan merusak jiwa dan kepribadian korban. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena kekerasan pada anak sejak usia dini bisa berdampak jangka panjang yang serius.
Bagaimana tidak, dari kecil korban sudah terbiasa dengan ketakutan, penghinaan, dan perlakuan kasar yang dilakukan oleh para senior di pondok pesantren. Seharusnya, lingkungan pendidikan seperti pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman dan memberikan perlindungan bagi para santri, bukan malah menjadi tempat yang menimbulkan trauma dan penderitaan.
Perlu adanya perhatian serius dari pihak terkait untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Pendidikan sejak dini tentang pentingnya menghormati martabat sesama, menghentikan sikap bullying, dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua orang harus menjadi prioritas utama dalam pembinaan karakter para santri.
Baca juga: Inilah 5 Tanda Anak Mendapat Perlakuan Kekerasan yang Harus Diwaspadai
Kesimpulan
Kekerasan fisik dan verbal yang dialami oleh para tersangka sejak kecil diduga menjadi pemicu tindakan keji terhadap santri Ponpes Al Hanifiyah Kediri. Peristiwa tragis ini memperlihatkan urgensi untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, bebas dari kekerasan, dan memberikan perlindungan bagi para santri agar terhindar dari trauma dan penderitaan yang berdampak jangka panjang.