Sejarah Kabah dan Awal Kemusyrikan di Makkah

Sejarah Ka’bah

Sejarah Ka’bah bermula dari hijrahnya Hajar bersama Ismail di sebuah lembah gersang tanpa adanya kehidupan sama sekali. Hal ini sudah disebutkan pada pembahasan sejarah Makkah. Ismail tumbuh besar di kota Makkah. Ia tumbuh besar bersama suku Jurhum. Suku Jurhum berbicara dengan bahasa Arab. Ismail tumbuh dewasa kemudian menikah dengan anak kepala suku Jurhum. Ismail juga berbicara dengan bahasa Arab.

Bermula dari hal inilah kemudian muncul istilah arab musta’ribah. Ibrahim diperintahkan oleh Alloh untuk mengunjungi Hajar dan Ismail. Sesampainya di Makkah, Ibrahim bertanya kepada Hajar di mana Ismail. Ismail sudah menikah dengan salah seorang anak kepala suku Jurhum. Datanglah Ibrahim ke rumah Ismail. Sampai di rumah Ismail, Ibrahim bertemu dengan istri Ismail, Ismail sedang berburu, dan orang zaman dahulu ketika berburu biasanya 2 atau 3 bulan lamanya. Ibrahim bertanya kepada istri Ismail tentang rumah tangga mereka.

Istri Ismail menjelaskan banyak hal, termasuk kekurangan suaminya Ismail, termasuk kurangnya rasa syukur istrinya. Ketika hendak meninggalkan rumah Ismail, Ibrahim berpesan kepada istri Ismail; “tadi ada seorang yang datang bernama Ibrahim dan dia berpesan gantilah tiang pintu rumah”.

Ibrahim kembali ke Palestina, dan belum bertemu Ismail sejak ditinggalkan bersama Hajar di lembah gersang Makkah. Ismail kembali pulang. Dia bertanya pada istrinya; “apakah ada orang yang bertamu mencarinya? Istrinya menjawab; iya ada seorang laki-laki bernama Ibrahim. Lalu ismail bertanya lagi; apa pesannya? Dia (Ibrahim) berpesan untuk mengganti tiang pintu rumahnya”. “Baiklah kalau begitu, kemasilah barang-barangmu, aku menceraikanmu! Ketahuilah, sesungguhnya orang yang bernama Ibrahim adalah ayahku, dia seorang Nabi Alloh, dan arti mengganti tiang pintu adalah menceraikanmu”, kata Ismail.

Ibrahim pergi ke Makkah untuk mengunjungi istri dan anaknya, lagi. Tidak ada riwayat yang menjelaskan secara rinci berapa jeda waktu antara kedatangan Ibrahim yang kedua dengan yang ketiga ke Makkah. Ibrahim mendatangi rumah Ismail, dan ternyata Ismail telah menikah dengan istri yang baru, dari suku Jurhum pula. Ditanyalah bagaimana kehidupan rumah tangga mereka. Istri menjawab dengan banyak rasa syukur, dan Ibrahim pun berpesan kepadanya; “bahwa dirinya Ibrahim datang ke rumah, dan berpesan untuk mempertahankan tiang pintunya”. Ibrahim kembali ke rumah hajar. Selang beberapa saat, bertemulah Ibrahim dengan Ismail.

Perjumpaan setelah sekian lama berpuluh-puluh tahun tidak bersua. Ibrahim tidur dan bermimpi. Mimpi menyembelih putra tersayangnya, Ismail. Pagi harinya, Ibrahim menemui Ismail dan berkata; “wahai anakku Ismail tersayang, dalam mimpiku aku menyembelihmu, bagaimana pendapatmu?” Ismail berkata (dengan penuh keyakinan); “kerjakanlah wahai ayahku apa yang diperintahkan padamu, Insya Alloh engkau akan mendapatkanku termasuk orang yang sabar”. Perlu diketahui, mimpi seorang nabi adalah wahyu, tidak mungkin dari syaiton. Semua mimpi nabi adalah benar.

READ  BPKH Gandeng PT Pos, Mengembangkan Bisnis Haji dan Umrah ke Persebaran Saudi

Banyak kalangan yang menganggap usia Ismail sewaktu hendak disembelih adalah usia anak-anak. Pendapat ini tidak benar. Banyak ulama sejarah yang menyanggahnya. Tidak mungkin seorang anak kecil bersedia untuk disembelih oleh ayahnya, pasti ada rasa takut yang berlebihan. Bahkan, pendapat yang rojih adalah, usia Ismail adalah usia sudah dinobatkan menjadi seorang nabi, sekitar 40 tahun.

Ibrahim dan Ismail pergi ke suatu tempat di antara Mudzalifah dan Mina, sesuai dalam mimpi. Berjalanlah keduanya menuju ke sebuah bukit kecil, tempat untuk menyembelih Ismail. Di perjalanan, syaiton menggoda Ibrahim. Syaiton berkata; “mengapa engkau hendak menyembelih anakmu, kasihan?”. Ibrahim pun melempari syaiton batu kerikil, seraya mengucapkan “bismillahi Allohu akbar” sebanyak 7 kali. Syaiton pun pergi.

Berjalanlah lagi keduanya. Syaiton pun datang lagi untuk menggoda. Ibrahim melempari batu lagi 7 kali seraya mengucapkan “bismillahi Allohu akbar”, syaiton pun pergi. Berjalalanlah lagi keduanya, dan datanglah lagi syaiton untuk menggoda ketiga kalinya. Ibrahim mengambil batu keriki dan melempari syaiton dengannya sebanyak 7 kali seraya mengucap “bismillahi Allohu akbar”.

Alloh membiarkan keduanya, karena hendak menguji keikhlasan hambanya tersebut. Sesampainya di bukit, ketika Ismail sudah memberikan lehernya untuk disembelih, dan Ibrahim telah mengayunkan pedangnya untuk menyembelih, Alloh utus Jibril untuk menahan pedang Ibrahim. Dan Alloh berfirman kepada Ibrahim; “wahai Ibrahim, kamu telah mempercayai mimpi, dan sungguh Kami akan menggantikan anakmu dengan sembelihan domba yang besar”. Perilaku Ibrahim menyembelih Ismail dengan ketulusan kemudian Alloh ganti dengan domba, Alloh abadikan dengan adanya hukum syari’at qurban.

Perilaku Ibrahim melempar syaiton pun diabadikan menjadi salah satu rukun dalam haji, yakni melempar jumroh. Setelah kejadian itu, Ibrahim kembali membawa domba tersebut. Dan orang-orang beriman menyembelih domba sebagai suatu ibadah qurban karena ada perintah dari Alloh.

Membangun Ka’bah

Datang perintah dari Alloh setelah itu untuk membangun Ka’bah di pondasi dasarnya, namanya Bakkah. Maka Ibrahim mengajak Ismail, hanya berdua saja. Ibrahim tidak mengajak orang-orang beriman karena memang hanya Ibrahim dan Ismail saja yang diperintahkan oleh Alloh. Dibangunlah Ka’bah dengan sederhana, hanya tanah liat diberi air kemudian dicetak dan disusun setelah kering.

Sejarah Kabah dan Awal Kemusyrikan di Makkah
uninus.ac.id

Setiap kali Ibrahim selesai menyusun batu bata, dilihatlah dari kejauhan untuk memastikan struktur bangunan Ka’bah sudah rata. Pijakan tempat Ibrahim ini melihat diabadikan hingga hari ini dengan sebutan Maqom Ibrahim. Setelah selesai membangun, Ibrahim menyuruh Ismail untuk mencari batu yang sangat keras. Ismail kembali dengan membawa Hajar Aswad.

READ  Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Dalam suatu riwayat disebutkan, asal muasal Hajar Aswad adalah batu yang turun dari surga. Awalnya berwarna putih. Berubah menjadi hitam karena dosa anak Adam. Setelah itu Alloh memerintahkan Ibrhim dan Ismail untuk menjaga Ka’bah dari kemusyrikan. Alloh ajarkan cara thawaf, dimulai dari Hajar Aswad, mencium Hajar Aswad, sebagaimana sekarang menjadi salah satu rukun dalam ibadah haji atau umroh. Dan disunnahkan pula untuk sholat di belakang Maqom Ibrahim. Dan kemudian datanglah Jibril kepada Ibrahim membawa perintah dari Alloh untuk menyeru manusia menunaikan haji.

Awal Munculnya Kemusyrikan di Makkah

Suku Jurhum berkembang pesat di daratan Makkah. Salah satunya disebabkan karena banyak orang berhaji ke Ka’bah. Di sisi lain jazirah Arab, ada suku yang bernama Khuza’ah. Suku ini suka berperang. Mereka cemburu dengan suku Jurhum. Khuza’ah pun memerangi suku Jurhum untuk merebut ekonominya, menguasai segalanya dari suku Jurhum. Berperanglah dua suku tersebut dan suku Khuza’ah menang.

Ada beberapa pimpinan suku Jurhum berinisiatif menimbun sumur zam zam sebelum Khuza’ah memasuki gerbang Makkah, karena ia tahu bahwa sukunya akan kalah. Semua penduduk dari Jurhum sepakat tidak akan mengatakan di mana letak sumur zam zam. Maka selama Khuza’ah menguasai Makkah, tidak ada air di sana. Adapun air di Makkah didatangkan dari luar Makkah, dibeli dengan harga mahal.

Salah satu raja dari Khuza’ah memimpin. Dia orang yang tinggi, besar, dan kuat. Dia memiliki sifat karam atau dermawan. Setiap orang berhaji selalu dia beri makan seluruh jamaah haji. Hanya saja, dia tidak mengikuti ajaran tauhid Ibrahim, dia tidak mengerti. Dia juga berdagang. Amr ibn Luhay namanya. Amr ibn Luhay membuat suatu keputusan yang merusak tatanan ajaran tauhid Ibrahim.

Pada suatu hari, Amr ibn Luhay pergi ke negeri Syam (Suriah, Libanon, Yordania, Palestina). Dia melihat suku Amalik di sana sedang menyembah patung berhala. Amr ibn Luhay heran dengan apa yang mereka sembah. Suku Amalik memberi tahu, bahwa patung berhala itu adalah yang mendekatkan diri mereka kepada Alloh. Jika mereka butuh sesuatu, mereka minta kepada patung berhala ini. Air, hujan, keturunan, maka dari berhala ini bisa mendatangkannya; kata suku Amalik. Amr ibn Luhay pun tertarik, karena di Makkah tidak ada air katanya.

READ  Sejarah kota Makkah dan Peradabannya di Jazirah Arab

Berdasarkan pendapat ini, maka ahli sejarah menyimpulkan bahwa Amr ibn Luhay bukan raja pertama di Makkah dari suku Khuza’ah, melainkan generasi berikutnya. Kembali ke Makkah, ia pun membawa patung berhala. Dan ia mulai mengenalkan tuhan yang baru tersebut kepada penduduk Makkah. Patung yang pertama dibawa Amr bernama Hubal. Dia letakkan patung berhala itu di depan pintu gerbang Makkah, dan memerintahkan penduduk Makkah supaya tiap hari mendatangi patung Hubal dengan harapan ada air.

Karena ia raja Makkah yang disegani dan ajaran Ibrahim telah lama pudar, maka banyak dari masyarakat Makkah yang mengerjakan perintah Amr. Secara umum, secara rububiyyah, masyarakat Makkah waktu itu mengerti bahwa tuhan mereka adalah Alloh. Tetapi secara uluhiyyah, sudah banyak ajaran Nabi Ibrahim yang dilupakan. Semenjak itu, banyak masyarakat Makkah yang menyembah Hubal.

Selama Amr memimpin Makkah, banyak sekali perintah jahil darinya. Perintah pertama, setiap suku harus membuat patung berhala sendiri, dan di letakkan di depan sukunya. Berhala Hubal disembah seluruh masyarakat Makkah. Wud bagi suku Kalb. Suwa’ untuk suku Hudhail. Yaghuts oleh suku Thay. Ketika musim haji datang, orang-orang dari luar Makkah terpengaruh dengan perilaku Makkah yang menyembah berhala.

Melihat moment ini, Amr ibn Luhay memerintahkan masyarakat Makkah membuat patung berhala dan dijual pada para jamaah haji. Ada pula perintah aneh lain dari Amr ibn Luhay. Dahulu kala sebelum suku Khuza’ah datang ke Makkah, ada seorang pemuda bernama Isaf berasal dari Yaman. Menyukai seorang perempuan dari Yaman pula, bernama Na’ilah. Cinta mereka terhalang orang tua Na’ilah. Ayah Na’ilah menolak lamaran Isaf. Sepasang kekasih tadi sepakat bertemu di Makkah bersamaan musim haji. Datanglah mereka untuk saling bertemu.

Setelah berjumpa, selama berhari-hari di Makkah, mereka tidak mampu menahan syahwatnya. Keduanya berzina di depan Ka’bah. Seketika Alloh kutuk keduanya menjadi patung. Suku Jurhum pun kemudian meletakkan patung Isaf di bukit Shofa dan patung Na’ilah di bukit Marwa supaya menjadi pelajaran. Setiap orang sa’i akan mengenali mereka sebagai hukuman dari Alloh.

Berjalannya waktu, masyarakat Makkah mulai lupa akan adanya patung Isaf dan Na’ilah. Amr ibn Luhay pun memindahkan kedua patung tersebut di depan Ka’bah dan menyuruh untuk menyembahnya. Di Makkah, pada zaman Nabi Ibrahim dan Ismail suasana tentram dalam ibadah kepada Alloh. Belum mengetahui hingga hari ini oleh para ahli sejarah, berapa lama ajaran Ibrahim yang benar-benar murni bertahan di Makkah.