Peringatan Mesir terkait Prospek Perdamaian di Timur Tengah Pasca Invasi Israel di Rafah

indotim.net (Rabu, 28 Februari 2024) – Rafah merupakan wilayah paling selatan di Jalur Gaza, Palestina. Daerah ini menjadi tempat berkumpulnya para pengungsi dari wilayah utara dan tengah Gaza yang melarikan diri dari serangan militer Israel. Saat ini, Rafah berpotensi menjadi sasaran invasi oleh pihak Israel, yang membuat Mesir memberikan peringatan.

Mesir merupakan negara yang berbatasan langsung dengan Rafah di wilayah Timur Tengah. Sebagai jalur perdagangan dan distribusi bantuan dari berbagai negara, Rafah memiliki peran strategis yang penting.

Pemerintah Mesir menegaskan bahwa rencana Israel untuk melakukan invasi darat ke Rafah di Gaza selatan dapat berdampak serius bagi perdamaian di Timur Tengah.

Pada sesi sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Swiss, para menteri luar negeri dari negara-negara Liga Arab menegaskan bahwa beberapa negara tidak memperhatikan penderitaan yang terjadi di Gaza.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir, Sameh Shoukry, menyatakan bahwa polarisasi ekstrem yang terjadi akibat perang Gaza telah menggambarkan standar ganda beberapa anggota badan hak asasi manusia PBB.

“Saat ini dunia sedang menyaksikan tindakan keji dan pelanggaran terbesar terhadap rakyat Palestina,” ujar Shoukry seperti yang dilaporkan oleh kantor berita AFP pada Rabu (28/2/2024).

Dia menyerukan gencatan senjata segera dan mendesak Israel untuk tidak menyerang Rafah.

“Setiap tindakan militer dalam situasi seperti ini akan menimbulkan dampak bencana yang merusak perdamaian di kawasan,” ujarnya memperingatkan.

Mesir menyoroti potensi invasi Israel ke Rafah sebagai ancaman serius terhadap stabilitas wilayah Timur Tengah. Meskipun berkaitan dengan keamanan nasional, Mesir sangat memperhatikan efeknya terhadap perdamaian regional.

Sebelumnya, Israel menunjukkan sikap bertahan tanpa mengindahkan permintaan gencatan senjata:

Israel Menolak Gencatan Senjata

Sebelumnya, pemerintah Israel telah menyatakan bahwa penundaan gencatan senjata dengan Hamas tidak akan menghentikan rencana invasi darat ke Rafah. Rafah adalah tempat di mana sekitar 1,4 juta warga sipil Palestina mencari perlindungan selama perang di Gaza berlangsung.

READ  Fadli Zon Tanggapi Megawati: Kekuasaan Enak, Jangan Lupa Rakyat

Awalnya, konflik di Gaza bermula ketika kelompok militan Hamas yang berkuasa di wilayah Palestina tersebut melancarkan serangan pada 7 Oktober. Peristiwa ini menyebabkan sekitar 1.160 orang tewas di Israel, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil, demikian seperti yang dilaporkan oleh AFP.

Serangan udara dan serangan darat Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 29.878 orang, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.

Penduduk di sekitar kawasan Rafah sangat terpukul dengan invasi ini. Banyak yang kehilangan anggota keluarga serta rumah mereka hancur akibat serangan tersebut. Situasi semakin genting di wilayah ini.

Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry telah memberikan peringatan keras terhadap kemungkinan invasi Israel ke Rafah, Palestina. Shoukry menegaskan bahwa tindakan semacam itu dapat mengancam perdamaian di Timur Tengah.

Shoukry menyoroti sikap beberapa negara di Dewan Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 47 negara, yang cenderung enggan mengambil langkah tegas dalam menghadapi konflik tertentu, termasuk konflik di Rafah. Meskipun telah mengambil tindakan terkait konflik lain, namun sikap terhadap potensi invasi Israel terhadap Rafah terlihat kurang agresif.

“Tampaknya kehidupan di Gaza tidak cukup layak untuk mendapat perhatian mereka, sehingga pembantaian puluhan ribu anak-anak gagal menggoyahkan hati nurani mereka yang terlalu sensitif,” cetus Menlu Mesir itu.

“Kehidupan anak-anak Gaza tampaknya kurang berharga dibandingkan anak-anak lain,” ujarnya.

“Ini merupakan awal… runtuhnya sistem internasional, termasuk dewan ini,” imbuhnya.

Kesimpulan

Meskipun Mesir memberikan peringatan keras terhadap potensi invasi Israel ke Rafah di Gaza, sebagian negara dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB terlihat enggan untuk mengambil langkah tegas dalam menghadapi konflik tersebut. Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, menegaskan bahwa tindakan invasi tersebut dapat mengancam perdamaian di Timur Tengah, namun sikap beberapa anggota dewan dinilai kurang agresif dalam menanggapi situasi di Gaza. Mesir menyoroti perlunya gencatan senjata dan mendesak Israel untuk tidak menyerang Rafah sebagai langkah penting untuk menjaga stabilitas regional.

READ  Ganjar Sampaikan Alasan Urgensi TNI Berperan Aktif dalam Memerangi Ekonomi Illegal