indotim.net (Selasa, 27 Februari 2024) – Ribuan dokter di Korea Selatan (Korsel) melakukan mogok kerja dan turun ke jalan untuk memprotes kebijakan penambahan jumlah mahasiswa kedokteran. Aksi protes ini bertujuan menyoroti kebijakan penerimaan yang dianggap tidak adil oleh para dokter.
Otoritas kesehatan Korea Selatan mencatat bahwa ribuan dokter magang di beberapa rumah sakit terbesar di negara tersebut telah melakukan mogok kerja pada Rabu (21/02). Mereka melakukan protes terhadap rencana peningkatan jumlah mahasiswa yang diterima di sekolah kedokteran. Aksi para dokter ini mengakibatkan gangguan dalam pelayanan terhadap sejumlah pasien.
Pemutusan banjir mahasiswa kedokteran oleh pemerintah Korea Selatan telah diputuskan untuk mengalami peningkatan jumlah. Dimulai dari 3.000, rencananya akan diperluas menjadi 5.000 pada tahun akademik 2025 mendatang. Selanjutnya, target akan diperbesar menjadi 10.000 mahasiswa pada tahun 2035. Langkah tersebut diambil dalam rangka meningkatkan layanan kesehatan di wilayah terpencil dan merespons tuntutan yang semakin meningkat di tengah status Korea Selatan sebagai salah satu negara dengan tingkat penuaan tercepat di dunia.
Menurut para mahasiswa kedokteran dan para dokter yang ikut dalam protes, Korea Selatan sudah punya cukup dokter. Oleh karena itu, langkah pertama pemerintah seharusnya adalah memperbaiki gaji dan kondisi kerja, terutama bagi dokter spesialis seperti pediatri dan penanganan darurat, sebelum membuka penerimaan mahasiswa baru.
Wanti-wanti dari Pemerintah
Dilansir dari AFP, Senin (26/2/2024), aksi mogok massal ini berdampak pada pembatalan dan penundaan operasi pasien kanker serta operasi caesar bagi wanita hamil. Pemerintah telah meningkatkan tingkat kewaspadaan kesehatan ke level tertinggi sebagai respons terhadap aksi tersebut.
Para dokter dianggap sebagai pekerja esensial di Korea Selatan dan dilarang oleh hukum untuk melakukan mogok kerja.
Akan tetapi, itu tidak menghentikan ribuan dokter di negara itu untuk turun ke jalan dalam aksi protes yang membebani penegak hukum.
Pemerintah Seoul telah dengan tegas menyatakan bahwa aksi pengunduran diri massal tersebut melanggar hukum. Menurut laporan dari kantor berita Yonhap, pihak berwenang mengancam akan menindak tegas para pelaku atau bahkan mencabut izin praktik medis mereka.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Korsel Lee Sang Min, berbicara dalam pertemuan manajemen krisis, menyampaikan bahwa pemerintah telah mengajukan “permohonan terakhir” pada Senin (26/2) waktu setempat agar para dokter kembali bekerja pada minggu ini juga.
“Kalau Anda pulang ke rumah sakit sebelum 29 Februari, tidak akan ada pertanggungjawaban terhadap masa lalu,” tegasnya.
Sebelumnya, Lee menyatakan bahwa tindakan kolektif para dokter yang berkepanjangan ini menimbulkan “ancaman terhadap kehidupan dan kesehatan para pasien”.
Menurutnya, aksi ini tidak dapat diterima dan bisa mengganggu sistem perawatan kesehatan yang sudah dirancang secara ketat.
“Rumah sakit merupakan tempat di mana impian untuk merawat pasien yang sakit menjadi kenyataan setiap hari,” kata seorang dokter kepada rekan-rekannya yang melakukan mogok kerja.
“Saya berharap Anda semua akan kembali ke tempat kerja dan terlibat dalam dialog untuk menciptakan lingkungan media yang lebih baik,” imbau Lee kepada para dokter yang berunjuk rasa.
Kegiatan demonstrasi oleh ribuan dokter di Korea Selatan untuk memprotes ketidakkonsistenan pemerintah terkait hukuman bagi pelanggar protokol kesehatan terus berlangsung.
Para dokter yang turun ke jalan menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap lonjakan kasus COVID-19 yang terus meningkat di negara tersebut.
Mereka menuntut pemerintah agar memberlakukan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan demi menekan penyebaran virus corona.
Dokter-dokter tersebut juga mendesak pemerintah untuk memastikan penerapan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan guna melindungi masyarakat dari ancaman pandemi.
Rumah sakit di seluruh wilayah Korsel berjuang dengan kekurangan tenaga dokter dalam sepekan terakhir. Laporan media lokal menyebut semakin banyak dokter, termasuk lulusan sekolah kedokteran baru, yang bergabung dalam aksi protes tersebut.
Dikatakan oleh seorang dokter yang berpartisipasi dalam aksi tersebut, “Kami tidak akan tinggal diam melihat situasi ini. Kesehatan masyarakat adalah prioritas utama kami, dan kami harus membuat Pemerintah menyadari pentingnya menangani masalah kekurangan tenaga medis ini dengan serius.”
Pemerintah Seoul mengatakan Korsel memiliki rasio dokter-dan-penduduk terendah di antara negara-negara maju lainnya. Pemerintah berusaha keras untuk menerima 2.000 mahasiswa kedokteran tambahan setiap tahunnya, mulai tahun depan.
Para dokter di Korea Selatan mengekspresikan penolakan yang tegas terhadap rencana pemerintah. Mereka khawatir langkah tersebut akan berdampak negatif pada kualitas layanan kesehatan. Di sisi lain, pendukung rencana pemerintah berpendapat bahwa dokter sebenarnya cemas akan kemungkinan perubahan dalam struktur gaji dan status sosial mereka sebagai dampak dari reformasi medis.