indotim.net (Senin, 22 Januari 2024) – Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memulai sidang untuk membahas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh 93 pegawai KPK yang terlibat dalam kasus pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan) KPK. Sidang putusan mengenai kasus etik tersebut akan digelar pada tanggal 15 Februari.
“Putusannya nanti tanggal 15 (Februari),” kata anggota Dewas KPK, Albertina Ho, di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
Sidang etik perdana terkait kasus pungli di rutan KPK diadakan pada tanggal 17 Januari minggu lalu. Dewan Pengawas KPK telah membagi kasus ini menjadi sembilan berkas perkara yang berbeda.
Anggota Dewas KPK lainnya, Syamsuddin Haris, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada 63 pegawai KPK yang menjalani sidang etik. “Sampai sekarang sudah 63,” ungkapnya.
Pada sidang putusan tanggal 15 Februari mendatang, Dewan Pengawas (Dewas) akan memberikan vonis kepada 90 dari total 93 pegawai KPK yang terlibat dalam skandal pungli di rutan.
“Saat ini telah disepakati untuk melibatkan 90 pegawai dalam 6 kluster. Namun, ada tiga kluster yang belum mencapai kesepakatan,” ungkap Syamsuddin.
Pada tanggal 15 Februari nanti, akan digelar sidang putusan etik terkait kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di tiga Rumah Tahanan (Rutan) milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang yang akan digelar pada tanggal 15 Februari nanti, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan putusan terkait kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di Rutan KPK. Selain itu, Dewas juga mengungkap fakta baru terkait pungli ini yang terjadi di tiga rutan yang menjadi milik KPK.
“Yang jelas pungli terjadi di tiga rumah tahanan. Pertama di Merah Putih, kedua di sini, C1, dan ketiga di Rutan Guntur,” ujar Syamsuddin.
Menurut Syamsuddin, dalam enam berkas perkara yang telah diperiksa, pihaknya menemukan berbagai bentuk fasilitas yang diterima oleh para pemberi pungli. Diketahui bahwa para tahanan diberikan fasilitas seperti memesan makanan dan dijenguk di luar jam besuk.
Menurut narasumber, dalam kasus pungli di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat banyak hal yang terlibat. Misalnya, upaya untuk memesan makanan atau menggunakan handphone. Selain itu, ada juga yang terkait dengan suap pungli untuk mendapatkan izin kunjungan di luar jadwal resmi.
Narasumber juga menyebutkan bahwa hal tersebut harus diperiksa satu per satu karena ada banyak hal yang terkait. Proses pemeriksaan menjadi cukup rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Sidang putusan etik mengenai kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK akan digelar pada tanggal 15 Februari. Sidang ini akan menentukan sanksi yang akan diberikan kepada pelaku pungli yang telah diungkap oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Menurut Ketua Dewas KPK, Syamsuddin, uang dari pungli tersebut juga diterima oleh pelaku melalui rekening pribadi masing-masing. Hasil temuan Dewas menunjukkan bahwa uang hasil pungli tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari pelaku.
“Itu uangnya untuk beli bensin, untuk makan dan segala macam. Lagipula kan, itu tidak sekaligus, jadi ada yang sebulan itu dapat Rp 1 juta, ada yang sebulan itu dapat Rp 1,5 juta, sesuai dengan posisi masing-masing,” ujar narasumber.
Temuan awal Dewas pada September 2023 mengungkapkan bahwa jumlah pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai Rp 4 miliar. Namun, dalam pengumuman terbaru, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan bahwa nilai pungli dalam kasus ini telah meningkat menjadi Rp 6,1 miliar.
Kesimpulan
Sidang putusan etik mengenai kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan digelar pada tanggal 15 Februari. Pada sidang tersebut, Dewan Pengawas (Dewas) KPK akan memberikan vonis kepada 90 dari total 93 pegawai KPK yang terlibat dalam skandal pungli di rutan. Uang hasil pungli tersebut digunakan oleh pelaku untuk keperluan sehari-hari. Temuan awal Dewas menunjukkan bahwa jumlah pungli mencapai Rp 4 miliar, namun telah meningkat menjadi Rp 6,1 miliar.