indotim.net (Jumat, 01 Maret 2024) – Dugaan pelanggaran Pemilu di Kuala Lumpur, Malaysia berdampak panjang. Saat ini, tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Ditemukan dugaan pelanggaran administratif di Kuala Lumpur oleh Bawaslu, sehingga akhirnya muncul rekomendasi untuk melakukan pemungutan suara ulang baik dengan metode pos maupun kotak suara keliling (KSK). Rekomendasi dari Bawaslu juga menyatakan agar penghitungan suara dihentikan sementara.
Menurut Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, telah terjadi dugaan pelanggaran administratif pemilu yang dilaporkan oleh panwaslu Kuala Lumpur terhadap PPLN Kuala Lumpur. Hal ini diungkapkan di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, pada Rabu (14/2/2024).
“Rekomendasi pemungutan suara ulang untuk metode pos dan KSK. Serta tidak dihitungnya hasil pemungutan suara dengan metode pos dan KSK di seluruh wilayah Kuala Lumpur sejak tanggal 4 sampai 11 Februari 2024,” lanjutnya.
Bagja menjelaskan terdapat beberapa dugaan pelanggaran administratif pemilu, seperti DP4 Luar Negeri yang hanya terekam sebesar 12% di Kuala Lumpur. Selain itu, terdapat 18 pantauan palsu yang seolah-olah berasal dari Kuala Lumpur.
“Pergeseran 50% pemilih TPS menjadi KSK tanpa didahului menganalisa data di pemilihnya. Lonjakan pemilih dengan metode pos meskipun coklik hanya dilakukan terhadap 12% dari DP4LN,” ungkapnya.
Selain itu, terdapat pelanggaran yang dilakukan dengan metode pos. Bagja menyatakan bahwa terjadi penambahan pemilih oleh KPPS LN berdasarkan petunjuk dari penanggung jawab pos PPLN Kuala Lumpur. Hal ini menyebabkan pemungutan suara dengan metode pos menjadi bermasalah karena banyak pos yang tidak sampai kepada pemilih.
“Sehingga muncul peristiwa seseorang yang belum diketahui identitasnya menguasai ribuan surat suara pos, beredarnya video pencoblosan surat suara pos yang mengganggu legitimasi hasil pemungutan suara dengan metode pos di wilayah Kuala Lumpur,” ucapnya.
Pelaksanaan Kartu Suara Keliling (KSK) juga mengalami masalah, seperti lokasinya yang terlalu jauh dari kantong-kantong sehingga dianggap melanggar prinsip KSK yang seharusnya mudah dijangkau. Bagja menyebut ada KSK yang dibuat tanpa izin dari pihak lokal sehingga akhirnya dibubarkan oleh petugas setempat, bahkan ada pemilih yang menggunakan metode pos untuk memberikan suara di KSK.
Penemuan KSK yang membawa surat suara sebanyak 500 lembar untuk setiap jenis Pemilu, meskipun pemilihnya tidak mencapai 500, telah menimbulkan rekomendasi dari panwaslu Kuala Lumpur. Mereka merekomendasikan agar hasil suara ini tidak dihitung dan perlu dilakukan pemungutan suara ulang.
KPU Setop Pengitungan Suara Via Pos dan KSK
Selain itu, dalam pengembangan kasus ini, Bareskrim turut menetapkan sejumlah pejabat di PPLN Kuala Lumpur sebagai tersangka. Hal ini tentu saja menarik perhatian publik terkait proses hukum yang akan berlangsung.
KPU kemudian memutuskan menunda penghitungan suara metode pos dan kotak suara keliling (KSK) di Kuala Lumpur, Malaysia. Hal itu lantaran ditemukannya sejumlah masalah dalam pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024.
Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dalam konferensi pers di kantor KPU Jakarta Pusat pada Kamis (15/2/2024), “Untuk kedua metode itu, kami menghentikannya terlebih dahulu karena ada temuan-temuan yang sebenarnya KPU sendiri telah mengetahui adanya situasi yang secara prosedural tidak sesuai.”
Masalah penghitungan suara di Kuala Lumpur seharusnya sudah dimulai pada tanggal 14-15 Februari 2024 seperti yang disampaikan oleh Hasyim. Namun, disampaikannya bahwa pada tenggat waktu tersebut, penghitungan suara yang dapat dilakukan saat ini hanya terbatas pada metode TPSLN.
“Untuk metode pos dan kotak suara keliling dihentikan dahulu,” jelasnya.
Perintah tersebut disampaikan oleh Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Arief Sulistyanto, terkait dengan kasus dugaan penyimpangan penyaluran Bansos di Kementerian Sosial.
Hasyim mengungkapkan bahwa terdapat keterkaitan yang jelas antara temuan-temuan Bawaslu dan KPU dalam proses pemilu di Kuala Lumpur. Dengan demikian, menurutnya, metode pos dan KSK memiliki potensi untuk mengharuskan dilakukannya pemungutan suara ulang.
“Sehingga kemudian nanti situasinya potensial untuk metode pos dan metode KSK khusus di Kuala Lumpur akan dilakukan pemungutan suara ulang. Detail-detail dan mekanismenya kami di KPU Pusat mempersiapkan segala sesuatunya tentu saja berkoordinasi dengan Bawaslu,” ujar narasumber.
PPLN di Kuala Lumpur Anggota telah Dinonaktifkan dari Tugasnya setelah Terjerat Kasus Hukum.
Tujuh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia dinonaktifkan buntut pendataan pemilih yang mengakibatkan pemungutan suara metode pos dan kotak suara keliling (KSK) harus diulang.
Kejadian ini menimbulkan kontroversi besar dan menunjukkan adanya penyimpangan dalam proses pemilu di luar negeri.
“Kami sudah menonaktifkan atau memberhentikan sementara tujuh anggota PPLN. Karena kan ada problem dalam tata kelola pemilu di Kuala Lumpur,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Hasyim menjelaskan bahwa proses pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur akan diurus oleh KPU RI. Langkah pertama yang akan dilakukan KPU dalam penyelenggaraan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur adalah melakukan pembaruan data pemilih.
Masalah tersebut muncul karena ketika melakukan pendataan pemilih pada tahun 2023, dari total 490 ribu pemilih yang seharusnya menjalani proses pencocokan dan penelitian (coklit), hanya sekitar 12% dari jumlah tersebut yang benar-benar dicoklit.
Masalah yang dihadapi Hasyim dalam proses coklit adalah alamat dari para pemilih. Ia menyebutkan bahwa hanya sekitar 62 ribu orang yang alamatnya dapat dikenali.
Setelah proses penyelidikan yang intensif, Bareskrim akhirnya menetapkan 7 staf Pusat Pelayanan Paspor Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungli. Keputusan tersebut didasari oleh beberapa fakta yang berhasil dikumpulkan oleh tim penyidik. Berikut adalah 4 fakta terkait jeratan Bareskrim terhadap 7 PPLN Kuala Lumpur:
1. Ditemukan adanya aliran dana ilegal yang diduga terkait dengan pungutan liar yang dilakukan oleh para tersangka.
2. Saksi-saksi kunci memberikan keterangan yang mendukung dugaan keterlibatan para tersangka dalam praktik pungli.
3. Bukti elektronik seperti pesan WhatsApp dan rekaman percakapan juga menjadi bagian dari barang bukti yang cukup kuat.
4. Adanya transaksi keuangan mencurigakan yang tidak sesuai dengan prosedur resmi PPLN Kuala Lumpur.