indotim.net (Jumat, 01 Maret 2024) – Hakim dengan tegas mengkritik pengelolaan buku investasi dan pembayaran pajak dari mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono. Beliau menyatakan bahwa jawaban yang diberikan oleh Andhi di persidangan dinilai tidak logis.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Majelis Hakim Djuyamto ketika menginterogasi Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, yang menjadi terdakwa di PN Tipikor Jakarta pada Jumat (1/3/2024). Pertama-tama, hakim menanyakan dari mana Andhi memperoleh informasi mengenai keuntungan perusahaan milik pengusaha Sia Leng Salem yang menjadi tempat investasinya.
“Saya tanya, untuk mengetahui perusahaan yang Saudara tanam investasi itu, dalam keadaan untung atau rugi, Saudara dari mana tahunya?” tanya ketua majelis hakim Djuyamto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3/2024).
“Saya menyadari keuntungan tersebut ketika Pak Sia Leng Salem membagi hasil usahanya dengan saya, Pak,” ungkap Andhi.
Andhi mengklaim mengetahui keuntungan perusahaan tersebut dari hasil usaha yang diberikan oleh Sia Leng Salem. Dia juga menyatakan bahwa ia percaya sepenuhnya pada Sia Leng Salem.
“Terus orang yang menanam modal itu perlu nggak untuk mengetahui ini sebenarnya untungnya berapa?” tanya hakim.
Mengapa pertanyaan seperti itu harus muncul dalam persidangan yang seharusnya menegakkan keadilan?
“Awal-awalnya seperti saya pernah menanyakan kepada Pak Salem Pak, tapi Pak Salem menyampaikan, ‘Andhi percaya sama saya karena saya yang mengerjakan di sana dan Andhi kan hanya investasi’ jadi..,” jawab Andhi.
Hakim putuskan untuk memotong jawaban dari Andhi. Dia menyebut jawaban Andhi sebagai lucu dan aneh karena tidak ada bukti pembukuan terkait hasil investasi perusahaan, hanya mengandalkan rasa percaya semata.
“Saya tanya, bukan soal Saudara percaya sama Sia Leng Salem, Saudara sendiri selaku investor supaya mengetahui oh untungnya sekian, besarnya sekian, dari mana Saudara tahu?” tanya hakim.
“Saya hanya mempercayai Saudara Sia Leng Salem saja Pak,” ungkap Andhi.
“Kan sangat aneh dan lucu kalau Saudara mengatakan seperti itu, apalagi Saudara kan bukan orang biasa,” timpal hakim.
“Saya mempercayai Saudara Sia Leng Salem saja yang diberikan itu, saya sudah percaya pada Saudara Sia Leng Salem, apalagi waktu sudah kembali modal saya berpikir ya udah,” jawab Andhi.
Andhi mengklaim bahwa perusahaan investasi tersebut tidak pernah mengalami kerugian. Menurutnya, perusahaan tersebut selalu menghasilkan keuntungan karena Sia Leng Salem selalu memberikan hasil usaha yang positif.
“Apakah perusahaan ini benar-benar tidak pernah mengalami kerugian seperti yang Anda ceritakan?” tanya hakim.
“Saya tidak pernah mengalami kerugian,” tegas Andhi.
“Dari mana Saudara tahu?” tanya hakim.
“Karena Sia Leng Salem masih memberikan hasil usaha kepada saya,” jawab Andhi.
Selanjutnya,
Hakim kemudian menanyai Andhi terkait pembayaran pajak dari pendapatan yang diperolehnya bersama Sia Leng Salem. Andhi terdiam tanpa memberikan jawaban, lalu hakim kembali menegaskan pertanyaannya.
“Lha iya, perusahaan nggak pernah rugi itu kan luar biasa, pajaknya bagaimana? yang ngurus siapa pajak?” tanya hakim namun Andhi Pramono terdiam tak menjawab.
Saat ruangan sidang terdiam karena Andhi Pramono yang tak memberikan jawaban yang memuaskan, mata hakim Cecar mulai menyiratkan ketidakpuasan. Ia tidak terima dengan jawaban terkesan menghindar dari Andhi.
“Heh? hasil yang Saudara terima dari investasi ini pajaknya bagaimana?” tanya hakim lagi.
“Pajaknya belum saya bayarkan, Yang Mulia,” jawab Andhi.
Hakim menilai jawaban yang disampaikan oleh Andhi sebagai tidak logis karena Andhi terkesan enggan untuk mengetahui proses pembukuan serta rincian pembagian pendapatan dari perusahaan investasi tersebut. Hakim menegaskan kepada Andhi untuk bersikap jujur selama persidangan berlangsung.
“Saya sudah jelas dari awal, mengatakan jujur dan apa adanya. Namun, hanya dengan dua pertanyaan dari saya, Saudara tidak bisa memberikan jawaban yang benar. Tidak masuk akal bagi seseorang yang menjadi investor, yang menanam modal namun tidak peduli dengan hal-hal tersebut. Apalagi jika tidak ada pembukuan, tentu orang pasti akan ingin mengetahui, ingin tahu sejumlah berapa, ingin mengetahui seberapa besar yang diberikan dan yang diterima. Tentu, tetapi seharusnya sebelum itu, Saudara tahu berapa investasi saya dan berapa keuntungan yang saya dapatkan. Namun, tentu Anda memiliki pendapat atau pernyataan lain mengenai hal ini. Anda tahu kan bahwa Anda mendapatkan penghasilan dari pembagian investasi tersebut?” tanya hakim.
“Saya siap, Yang Mulia, saya tahu,” jawab Andhi.
Hakim terus mencecar Andhi terkait pembayaran pajak hasil usaha investasi tersebut. Andhi mengatakan pajak hasil usaha itu dibayarkan melalui tax amnesty tahun 2016.
“Pajak tidak dibayar?” tanya hakim.
“Waktu itu belum sempat terpikir begitu, Yang Mulia,” balas Andhi.
“Kenapa tidak terpikir oleh Anda? Sudah jelas Anda menyadari bahwa Anda adalah seorang pejabat pemerintahan,” timpal hakim dengan tegas.
“Mungkin begini Yang Mulia, izin Yang Mulia, karena waktu itu sampai tahun 2010 juga saya belum menerima langsung dari Pak Sia Leng Salem,” jawab Andhi.
“Apakah hingga saat ini Anda sudah membayar pajak?” tanya hakim.
“Sampai sekarang, hasil itu kan saya kembalikan ke ibu saya dan sudah di…” jawab Andhi namun dipotong hakim.
“Kan Saudara yang disuruh kelola, yang saya tanya sudah dibayar pajaknya belum?” tanya hakim.
“Sudah dibayarkan lewat tax amnesty, Yang Mulia tahun 2016 Yang Mulia atas semua hasil usaha yang dari Pak Sia Leng Salem itu sudah dibayarakan atau diperhitungkan pajaknya lewat tax amnesty tahun 2016, Yang Mulia,” jawab Andhi.
Mantan Kepala Bea-Cukai Makassar Andhi Pramono (AP) didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 58,9 miliar. Gratifikasi itu diterima Andhi dalam bentuk mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.
Pada sidang, Andhi diperiksa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait setiap detail penerimaan gratifikasi. Tersangka Andhi mencoba memberikan klarifikasi terkait sumber dana yang diterimanya.
Uang yang diterima terdiri dari tiga mata uang yang berbeda. Totalnya mencapai Rp 50,2 miliar, USD 264.500 atau sekitar Rp 3,8 miliar, dan SGD 409 ribu atau sekitar Rp 4,8 miliar.