Air Threats: Tantangan Sulit di IKN, BRIN Andalkan Drone

indotim.net (Rabu, 06 Maret 2024) – Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksamana (Purn) Amarulla Octavian, menyebutkan bahwa ancaman udara merupakan tantangan sulit dalam pertahanan Ibu Kota Nusantara (IKN). Hal ini menjadikan penguatan pertahanan udara dan siber sebagai fokus utama dalam sistem smart defense IKN yang juga menjadi kebutuhan mendesak.

Dari tiga konsep matra pertahanan, yaitu darat, laut, udara, yang paling sulit adalah menghadapi ancaman udara. Karena memang sifat dari serangan ini adalah sangat cepat,” kata Amarulla dalam FGD Smart Defense Indonesia: Penguatan Sistem Pertahanan IKN di Jakarta, dikutip dari laman BRIN, Rabu (6/3/2024).

Pada salah satu forum terkait, BRIN mengungkapkan bahwa ancaman dari udara di Ibu Kota Negara (IKN) menjadi salah satu tantangan tersulit yang dihadapi. Dalam mengatasi hal ini, BRIN memutuskan untuk mengandalkan teknologi drone sebagai solusi utama.

“Kalau kita bisa menghadapi serangan yang sangat cepat, maka kita pasti bisa menghadapi serangan laut dan darat. Jadi kita basisnya pilih dulu dari tiga matra itu mana yang paling berbahaya, yaitu serangan udara,” jelas seorang perwakilan BRIN.

Strategi Antisipasi melawan Ancaman Udara

Masalah ancaman udara di Indonesia Knowledge Hub (IKN) diidentifikasi sebagai salah satu tantangan yang paling sulit. Menurut Amarulla, ancaman udara dapat terlihat secara langsung (kinetik) dan karena itu, konsep smart air defense (pertahanan udara pintar) harus mengandalkan drone sebagai elemen kunci dari strategi pertahanan udara.

Ia menjelaskan, penggunaan drone menjadi kunci dalam mengantisipasi dan menghadapi serangan pesawat udara dan rudal musuh.

READ  Otorita Berupaya Cari Investor untuk Pembangunan Rusun dan Rumah Tapak bagi ASN

Konsep pertahanan drone sendiri menurutnya akan bervariasi sesuai penggunaan. Opsinya operasinya antara lain sepenuhnya otonom, kombinasi dengan kontrol manusia, atau sepenuhnya dengan kontrol manusia.

Amarulla menyatakan kesiapan BRIN dalam mendukung implementasi konsep smart air defense melalui penelitian dan inovasi untuk meningkatkan keamanan serta pertahanan negara.

Mengenai ancaman udara yang dihadapi, BRIN menjelaskan bahwa prinsip dasar dari smart air defense adalah penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Teknologi ini bertujuan untuk menggantikan peran manusia dalam mengoperasikan sistem pertahanan udara.

Di zona yang lebih kritis, yaitu area vital, kecerdasan buatan (AI) akan beroperasi secara mandiri dan otomatis, tanpa campur tangan manusia. Sementara di zona lainnya, aktivitas AI dapat digabungkan dengan aktivitas manusia.

Pada bagian sebelumnya, Yusuf Subagyo mengungkapkan potensi ancaman udara yang menjadi tantangan sulit di Implementing Kalbis Institute for National Challenges (IKN) yang dikelola oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

“Di BRIN sendiri kita sudah bisa coba untuk menghasilkan teknologi kunci untuk drone. Teknologi kuncinya drone itu sebenarnya ada tiga, avionic system, propulsion system, sama control system,” katanya.

Ia mencontohkan, Iron Dome Israel yang menggunakan smart air defense terbukti sangat efektif dalam mengantisipasi serangan udara. Amerika Serikat juga menggunakan teknologi AI dalam pertahanan wilayah penting seperti Gedung Putih, Washington DC.

Bagian belakang ini, Edi berharap dengan penggunaan drone, IKN bisa meningkatkan kemampuan dalam menghadapi ancaman udara yang semakin kompleks.

Smart Cyber Defense

Amarulla juga menekankan pentingnya smart cyber defense (pertahanan siber pintar) di era digital. Sistem ini harus mampu mengantisipasi serangan siber dari berbagai arah (multi-aksis) dan berbagai tingkat (multi-level), termasuk bom listrik atau elektronik yang berisiko membuat sistem apapun lumpuh.

READ  Jokowi Resmikan Pembangunan Gedung Arthadhyaksa Kantor LPS: Momen Penting untuk Keuangan Indonesia

BRIN saat ini telah merancang solusi pertahanan mandiri, salah satunya adalah dengan mengembangkan sumber listrik independen yang tidak rentan terhadap serangan siber.

Sebagai bagian penerapan smart cyber defense, power plant atau sumber daya listrik tersebut harus mandiri dan tidak boleh tergantung pada jaringan listrik PLN.

Sebelumnya, Kepala BRIN, Laksda TNI Dr. Ir. Agus Suhartono, M.Sc. juga telah menyoroti tentang pentingnya memperkuat pertahanan udara di Indonesia, terutama terkait pembangunan Kawasan Nasional (IKN) Mandalika. Menurutnya, untuk mengatasi ancaman udara yang semakin kompleks, diperlukan upaya yang lebih serius, salah satunya dengan mengandalkan teknologi drone.

“Kami di BRIN saat ini sudah bisa merancang bagaimana pertahanan-pertahanan itu bisa menggunakan sumber listrik atau power plant yang mandiri, tidak tergantung dengan PLN. Jadi kalau kita mau bicara smart cyber defense, pertama backbone-nya kita harus punya power plant sendiri, sumber listrik sendiri,” katanya.

Rencana Induk Pembangunan Sistem Pertahanan IKN

Direktur Wilayah Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan), Laksma TNI Anis Rusdiyanto mengatakan pihaknya sudah mengkaji prediksi ancaman di IKN. Di antaranya yaitu ancaman militer, ancaman nonmiliter, dan ancaman hibrida, berupa serangan senjata biologis dan wabah penyakit.

Menyikapi hal tersebut, Anis menegaskan pentingnya pengembangan sistem pertahanan negara (Sishanneg) di IKN yang menggabungkan kekuatan militer dan nirmiliter secara cerdas, kuat, serta canggih dengan kemampuan daya tangkal yang tinggi. Langkah ini diterapkan sesuai dengan arahan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertahanan Nomor 1746/M/XII/2023.

Rencana pembangunan Sishanneg di IKN juga akan mendapat dukungan dari TNI berbagai matra, yang menggabungkan elemen tradisional pertahanan dengan teknologi dan diplomasi modern.

Ia menambahkan, terdapat 59.124 personel yang akan dipindahkan ke IKN dalam 5 tahap. Kesemuanya berasal dari personel Kemhan, Mabes TNI, TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

READ  Jokowi Mulai Bangun Sekolah di IKN, Ditargetkan Selesai Mei 2024

Perbesaran kekuatan komponen utama maupun komponen cadangan (komcad) menurutnya juga terus berlangsung. Sejak 2021, ada 8.574 anggota komcad yang terdiri dari 1497 anggota matra darat, 500 anggota matra laut, dan 500 anggota matra udara.

Ia menegaskan pentingnya penggunaan teknologi drone sebagai solusi dalam menghadapi ancaman udara. “Dengan teknologi drone yang canggih, kami semakin siap menghadapi tantangan sulit di IKN,” ujarnya dengan keyakinan.

Menurut Anis, “Smart defense di sini kita mengartikan sebagai sistem pertahanan yang menyinergikan pertahanan militer dan nirmiliter dengan menggunakan teknologi mutakhir yang menyelaraskan dengan diplomasi atau dual strategy.”

Selain itu, strategi yang diandalkan juga mencakup penggunaan anti-access atau denial area (penghentian gerak dan pembatasan gerak) dengan menerapkan sistem pertahanan berlapis, virtual maritime gate system, zona identifikasi pertahanan udara, pertahanan cyber, dan diplomasi pertahanan,” ungkapnya.