Awal Ramadhan: Rahasia Penentuan Menurut Ilmu Astronomi

indotim.net (Minggu, 03 Maret 2024) – Pada 10 Maret mendatang, akan ditentukan awal Ramadhan 2024. Kementerian Agama di Indonesia menggunakan kriteria dari Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) untuk menentukan awal bulan hijriah, termasuk Ramadhan.

Penentuan Metode Hisab Rukyat ini dilakukan dengan memperhatikan ketinggian hilal harus mencapai minimal 3 derajat di atas ufuk dan elongasi atau jarak sudut Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat. Ketentuan ini penting untuk menentukan awal bulan hijriah yang baru.

Berdasarkan laporan yang dilansir oleh CNN Indonesia, tahun 2024 diperkirakan akan menyaksikan perbedaan awal Ramadhan di antara kelompok umat Islam. Proyeksi menunjukkan bahwa kondisi hilal atau bulan sabit tipis yang menjadi penentu awal bulan Ramadan 1445 Hijriah pada tanggal 10 Maret di Indonesia kemungkinan tidak akan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Perbedaan tersebut dapat timbul karena kriteria yang berbeda, bukan hanya karena metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan).

Penyebab Penentuan Awal Ramadhan Bisa Berbeda

Untuk menentukan bulan baru, pengukuran terhadap kondisi hilal bisa dilakukan jauh-jauh hari berdasarkan hitungan astronomi.

Memahami Metode Astronomi dalam Menentukan Awal Ramadhan

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pengukuran terhadap hilal merupakan salah satu kunci dalam penentuan awal bulan Ramadhan dalam ilmu astronomi.

Selanjutnya, di Indonesia, Kementerian Agama kemudian melakukan verifikasi melalui pengamatan lapangan satu hari sebelum tanggal yang diperkirakan sebagai awal Bulan Ramadhan dan mengesahkannya dalam rapat isbat.

READ  Maruarar Sirait Meminta Maaf Setelah Mengundurkan Diri dari PDIP

Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa kriteria hilal (hilal) yang diadopsi merupakan kriteria berdasarkan dalil syar’i tentang awal bulan dan hasil kajian astronomi yang valid.

Dalam Islam, penentuan awal Ramadhan sangat penting karena menentukan awal bulan suci bagi umat Muslim. Kriteria yang digunakan haruslah sesuai dengan tuntunan agama serta data astronomi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Poin-poin kriteria tersebut juga harus dapat menemukan titik temu antara pengamat rukyat dan pengamat hisab, guna mencapai kesepakatan bersama. Hal ini juga menjadi fokus Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dalam mekanisme penentuan awal bulan Ramadhan.

Menurut sumber tersebut, perbedaan dalam penentuan awal bulan hijriah, terutama pada bulan Ramadan, sering kali disebabkan oleh ketidakkonsistenan dalam kriteria penentuan awal bulan lunar. Sebagai prasyarat penting dalam menyatukan kalender lunar adalah adanya satu otoritas yang diakui bersama.

Selain itu, Thomas juga menegaskan bahwa informasi terkait penentuan awal bulan Ramadhan sebaiknya diperbarui secara langsung oleh lembaga yang berwenang. Hal ini penting agar tidak terjadi salah tafsir atau penyesuaian yang kurang tepat.

Menurut Thomas, kriteria penentuan awal Ramadhan berdasarkan ilmu astronomi perlu ditekankan untuk menghindari perbedaan pendapat yang bersifat subjektif. Dengan demikian, umat Islam dapat bersama-sama menjalankan ibadah puasa dengan penuh kekhusyukan dan meraih berkah dari Allah SWT.

Penentuan Awal Ramadan Berdasarkan Ilmu Sains

Menurut laporan dari CNN Indonesia, BMKG telah mengungkapkan dalam studi yang berjudul ‘Informasi Prakiraan Hilal Saat Matahari Terbenam Tanggal 10 dan 11 Maret 2024 sebagai Penentu Awal Bulan Ramadan 1445 H’, tentang faktor-faktor yang menentukan awal bulan Ramadan.

1. Ketinggian Hilal

Mengacu pada data BMKG, pada tanggal 10 Maret 2024, ketinggian hilal di Indonesia ketika Matahari terbenam berkisar mulai dari 0,33 derajat di Jayapura, Papua, hingga 0,87 derajat di Tua Pejat, Sumatra Barat.

READ  Truk Bawa Grup Kesenian Beraksi di Jurang Pasuruan, Menelan Korban

Pada tanggal 11 Maret 2024, ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam berada antara 10,75 derajat di Merauke, Papua, hingga 13,62 derajat di Sabang, Aceh.

2. Elongasi

Pada 10 Maret 2024, sudut jarak antara Bulan dan Matahari di Indonesia ketika Matahari terbenam berkisar antara 1,64 derajat di Denpasar, Bali, hingga 2,08 derajat di Jayapura, Papua.

Pada 11 Maret 2024, elongasi di wilayah Indonesia saat Matahari tenggelam berkisar antara 13,24 derajat di Jayapura, Papua, hingga 14,95 derajat di Banda Aceh, Aceh.

3. Umur Bulan

Perlu diperhatikan umur Bulan di Indonesia ketika Matahari terbenam pada 10 Maret. Rentang angkanya bervariasi antara -0,15 jam di Waris, Papua, hingga 2,84 jam di Banda Aceh, Aceh.

Saat Matahari terbenam pada 11 Maret 2024, umur Bulan di Indonesia berkisar antara 23,84 jam di Waris, Papua, hingga 26,84 jam di Banda Aceh, Aceh.

Munculnya Potensi Perbedaan

Sejauh ini, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1445 H pada Senin, 11 Maret, berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.

Menurut Muhammadiyah, pada Ramadan 2024, Bulan mencapai ketinggian tertentu ketika matahari terbenam di Yogyakarta pada tanggal 10 Maret dengan koordinat geografis ( = -07° 48′ LS dan l= 110° 21′ BT ) = +00° 56′ 28” (hilal sudah terlihat).

Pada tanggal 10 Maret 2024, saat matahari terbenam, bulan terlihat di atas ufuk menandakan awal Ramadhan, kecuali di daerah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.

Walaupun Muhammadiyah telah memberikan kepastian, namun pemerintah melalui Kementerian Agama belum menetapkan tanggal 1 Ramadan 1445 H. Penetapan ini akan dilakukan dalam sidang isbat pada Minggu, 10 Maret 2024.

READ  Bamsoet Mengajak Komunitas Otomotif untuk Terlibat dalam Kegiatan Sosial Ramadan