indotim.net (Senin, 26 Februari 2024) – Perbedaan pandangan terkait penentuan awal Ramadan telah lama menjadi perbincangan hangat di kalangan umat Islam di Indonesia. Menyikapi hal tersebut, PBNU dan PP Muhammadiyah merilis imbauan bersama untuk menyejukkan suasana.
Saat ini, potensi perbedaan awal Ramadan telah mulai terungkap seiring dengan laporan prediksi ketinggian hilal yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Tercatat bahwa BMKG menyebut kemungkinan adanya perbedaan awal Ramadhan 1445 H.
Sebagaimana dilansir pada hari Jumat, laporan tersebut merupakan hasil kajian BMKG berjudul ‘Informasi Prakiraan Hilal saat Matahari Terbenam Tanggal 10 dan 11 Maret 2024 yang Menjadi Penentu Awal Bulan Ramadhan 1445 H’. Laporan ini dipublikasikan melalui situs resmi BMKG.
Dalam laporan tersebut, BMKG juga memuat informasi terkait waktu konjungsi (Ijtima’) dan waktu terbenam matahari, peta ketinggian hilal, peta elongasi, peta umur bulan, peta lag, peta fraksi illuminasi bulan, objek astronomis lainnya yang berpotensi mengacaukan rukyat hilal, serta data hilal saat matahari terbenam untuk kota-kota di Indonesia.
Dari informasi tersebut, terdapat potensi perbedaan awal Ramadan yang disebabkan oleh penggunaan metode perhitungan yang berbeda-beda. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa konjungsi terjadi ketika matahari dan bulan berada pada posisi ekliptika yang sama.
Disebutkan bahwa konjungsi geosentrik (ijtima’) dijadwalkan akan terjadi pada Minggu, 10 Maret 2024 pukul 09.00 UT. Di Indonesia, waktu konjungsi tersebut akan berlangsung pukul 16.00 WIB, 17.00 WITA, atau 18.00 WIT.
Laporan BMKG menunjukkan bahwa pada 10 Maret 2024, waktu matahari terbenam paling awal terjadi pukul 17.51 WIT di Waris, Papua. Sedangkan waktu matahari terbenam paling akhir adalah pukul 18.50 WIB di Banda Aceh, Aceh.
“Dari perhitungan waktu konjungsi dan matahari terbenam, dapat disimpulkan bahwa konjungsi terjadi setelah terbenamnya Matahari pada tanggal 10 Maret 2024 di beberapa daerah di Indonesia,” ungkap BMKG.
Berdasarkan informasi ini, PBNU dan Muhammadiyah menyarankan agar penentuan awal Ramadan 1445 H disesuaikan dengan hasil rukyat hilal. Jika konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam pada tanggal 10, maka penentuan awal Ramadan dilakukan setelah Matahari terbenam. Namun, jika konjungsi terjadi setelah Matahari terbenam pada tanggal 11 Maret 2024, maka awal Ramadan juga dihitung setelah Matahari terbenam.
Sementara itu, bagi yang mengacu pada hisab dalam menetapkan awal Ramadan 1445 H, kriteria-kriteria hisab perlu dipertimbangkan. Poin ini khususnya berkaitan dengan situasi Matahari terbenam pada tanggal 10 dan 11 Maret.
Sebelumnya, BMKG telah memberikan prediksi tinggi hilal di berbagai wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam tanggal 10 Maret, dimana rentangnya berkisar antara 0,33 derajat di Jayapura, Papua hingga 0,87 derajat di Tua Pejat, Sumatera Barat.
Ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 11 Maret berkisar antara 10,75 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 13,62 derajat di Sabang, Aceh.
Saat terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan Ramadan berdasarkan pemerhatian hilal, PBNU dan Muhammadiyah secara bersama-sama menyampaikan imbauan kepada umat Muslim Indonesia.
Selanjutnya, elongasi di Indonesia saat Matahari terbenam pada 10 Maret, berkisar antara 1,64 derajat di Denpasar, Bali sampai dengan 2,08 derajat di Jayapura, Papua. Sementara elongasi di Indonesia saat Matahari terbenam pada 11 Maret, berkisar antara 13,24 derajat di Jayapura, Papua sampai dengan 14,95 derajat di Banda Aceh, Aceh.
BMKG juga memprediksi umur bulan di Indonesia saat matahari terbenam pada 10 Maret 2024, berkisar antara -0,15 jam di Waris, Papua; hingga 2,84 jam di Banda Aceh, Aceh.
“Menurut BMKG, umur bulan di Indonesia pada saat matahari terbenam pada 11 Maret 2024 bervariasi mulai dari 23,84 jam di Waris, Papua, hingga 26,84 jam di Banda Aceh, Aceh,” seperti yang dinyatakan oleh BMKG.
Imbauan dari PBNU dan Muhammadiyah sangat penting untuk diperhatikan, terutama terkait perbedaan awal Ramadan.
Imbauan dari PBNU
Pada potensi perbedaan awal Ramadan, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur mengimbau umat untuk saling menghormati.
Pada kesempatan yang sama, Gus Fahrur menekankan pentingnya sikap saling menghormati dalam perbedaan tersebut. “Kita juga tetap menghormati pilihan sebagian masyarakat yang berkeinginan untuk berbeda, dengan memakai metode hisab sendiri untuk warganya,” ujarnya kepada wartawan pada hari Minggu (25/2/2024).
Sebelumnya, Gus Fahrur juga menegaskan pentingnya masyarakat untuk mengikuti keputusan pemerintah terkait penetapan awal puasa. Keputusan tersebut biasanya dilakukan melalui sidang isbat yang dipimpin oleh Kementerian Agama (Kemenag) bersama perwakilan organisasi keagamaan Islam di Indonesia.
“Ya, seperti biasa kami mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk mengikuti keputusan pemerintah yang diumumkan melalui sidang isbat yang dihadiri oleh menteri agama dan perwakilan ormas Islam di tanah air,” ujar Spokesperson PBNU.
Gus Fahrur menegaskan bahwa pentingnya kesatuan umat dalam menentukan awal Ramadan. Dalam hal ini, PBNU menekankan agar warga NU mematuhi proses penglihatan hilal dan tetap mengikuti ketetapan pemerintah.
“Menurut aturan dari NU, kita diwajibkan untuk berpuasa berdasarkan penampakan hilal dan mengikuti keputusan pemerintah,” ucapnya.
Imbauan Muhammadiyah
Imbauan yang sama turut disampaikan oleh Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, meyakini bahwa masyarakat tidak akan bermasalah jika penetapan awal puasa nantinya berbeda.
“Dan perbedaan awal atau akhir Ramadan sudah sering terjadi, untuk itu saya yakin masyarakat sudah terbiasa dan tidak ada masalah apa-apa,” kata Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad ketika dihubungi, Minggu (25/2/2024).
Dadang menjelaskan bahwa perbedaan merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan manusia, termasuk dalam hal pemahaman agama.
“Perbedaan itu senantiasa ada dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pemahaman agama,” ungkap narasumber.
Perbedaan tersebut sudah terjadi pada Ramadan sebelumnya. Dadang berharap masyarakat dapat saling menghormati perbedaan yang ada.
“Mari kita selalu menghormati perbedaan pandangan ini,” ujar beliau.
“(Perbedaan) sebagaimana yang telah terjadi pada masa yang lampau. Selamat menjalankan ibadah puasa,” tambahnya.
PP Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Ramadan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024. Sementara itu, Pemerintah akan mengadakan sidang isbat pada 10 Maret 2024 untuk menentukan awal puasa tahun 2024.