indotim.net (Jumat, 01 Maret 2024) – Terungkap bahwa pondok pesantren (ponpes) di Kediri, tempat seorang santri meninggal akibat dianiaya oleh senior, tidak memiliki izin resmi. Menyikapi hal ini, Kementerian Agama (Kemenag) memberikan pendampingan kepada ponpes tersebut dengan menyediakan tempat sementara bagi santri di ponpes lain.
Melalui rapat koordinasi bersama KemenPPPA, Kemenko PMK, KPAI, Kementerian Agama (Kemenag) memberikan pendampingan kepada pondok pesantren di Kediri setelah seorang santri tewas akibat dianiaya. Anna Hasbie, juru bicara Kemenag, menyatakan komitmen untuk mengimplementasikan regulasi yang sangat tepat dalam kasus ini.
“Biasanya, pelaku kejahatan sudah dipidana, namun dalam kasus pesantren, kami akan memberikan pendampingan sementara. Anak-anak pesantren dapat dititipkan sambil proses formal terpenuhi. Pendampingan pesantren dilakukan untuk mengevaluasi apakah ada aspek yang perlu diperbaiki,” ujar Anna Hasbie saat dihubungi pada Kamis (29/2/2024).
Menindaklanjuti kasus dianiayanya seorang santri di Kediri, Kementerian Agama (Kemenag) memberikan pendampingan kepada pondok pesantren (ponpes) di wilayah tersebut.
Dalam penjelasannya, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Kediri, Miftah, mengungkapkan, “Yang lebih penting ini santrinya belajar, ketika kita sedang melakukan pembinaan, kita mencari pesantren-pesantren terdekat atau tanya ke orang tua ‘Gimana anaknya mau dikembalikan atau seperti apa?'”
Anne menyatakan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan kepolisian setempat terkait kasus ini. Dia mengakui bahwa pondok pesantren tersebut tidak memiliki izin resmi.
Kepala kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kediri, Adib Gunawan, mengatakan pihaknya telah memberikan pendampingan kepada pondok pesantren (ponpes) di Kediri setelah seorang santri tewas akibat dianiaya.
“Kepala kantor kami sudah turun, sudah berkoordinasi dengan polisi setempat, mencari tahu duduk persoalan. Memang benar pesantren ini tidak memiliki izin, tetapi jika kita bicara tentang pesantren ini adalah institusi pendidikan yang lahir dari budaya, pendekatannya kultural, berbeda dengan sekolah atau madrasah,” ujarnya.
“Pondok pesantren ini didirikan karena kebutuhan masyarakat. Hal ini sering terjadi di lingkungan sekitar. Namun, kami merasa perlu adanya regulasi yang jelas karena pesantren juga menjadi identitas kami,” ungkapnya.
Sebelumnya, terjadi kasus santri tewas dianiaya di salah satu pesantren di Kediri. Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan bahwa pondok pesantren tersebut didapati belum memiliki izin resmi.
Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag Jatim, As’adul Anam, menjelaskan bahwa pesantren tersebut tidak memiliki izin operasional. Beliau menyatakan perlunya perhatian dari pemerintah daerah dalam menangani kasus ini dengan serius.
“Kejadian tersebut terjadi di pesantren yang tidak memiliki izin operasional. Ini menunjukkan perlunya peninjauan ulang terkait aturan. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah, dan kami telah melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah untuk dapat mengantisipasi hal-hal yang serupa,” ujar As’adul dalam keterangan yang dilansir situs Kemenag, Kamis (29/2).
“Kami akan menggali informasi dengan tim dan mendalami kemudian akan kami laporkan ke provinsi dan pusat,” ujarnya.
Kesimpulan
Kementerian Agama (Kemenag) memberikan pendampingan kepada pondok pesantren di Kediri setelah insiden tragis seorang santri meninggal akibat dianiaya oleh senior. Perlunya evaluasi terhadap pesantren yang tidak memiliki izin resmi serta kerjasama dengan pihak terkait, menunjukkan komitmen dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan para santri dalam sistem pendidikan pesantren.