Petisi Pemakzulan Jokowi Dikritik, Tidak Masuk Akal-Inkonstitusional

indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy menanggapi isu pemakzulan Presiden Jokowi dengan adanya gerakan petisi 100. Menurutnya, hal tersebut tidak masuk akal dan inkonstitusional.

Dalam pertemuan antara 22 tokoh yang mewakili Petisi 100 dengan Menko Polhukam Mahfud Md, terdapat keinginan untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai pemilihan tanpa adanya Presiden Jokowi. Dengan kata lain, target untuk memakzulkan Jokowi harus segera tercapai dalam waktu satu bulan, yaitu sebelum 14 Februari 2014.

“Tiga lembaga yang berperan untuk memakzulkan seorang presiden, yaitu MPR, DPR, dan MK. Di mana MK harus memutuskan pendapat DPR tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan, kemudian DPR menyampaikan usulan pemakzulan kepada MPR. Selanjutnya, MPR akan memutuskan apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak. Proses ini sangat panjang dan tak boleh diabaikan,” ujar Rizaldy dalam keterangan tertulis pada Senin (15/1/2024).

Mengenai petisi pemakzulan Jokowi, para pengamat menyatakan bahwa tindakan ini tidak masuk akal dan melanggar konstitusi. Selain itu, proses pemakzulan sendiri membutuhkan waktu yang lebih dari sebulan. Proses ini membutuhkan langkah-langkah yang panjang dan waktu yang cukup lama.

Proses pemakzulan harus dimulai dengan DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45. Pasal ini menyatakan bahwa presiden dapat dinyatakan melanggar jika melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.

“Tanpa uraian yang jelas hal apa dari Pasal 7B UUD NRI 1945 yang dilanggar presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah inkonstitusional,” ujar Rizaldy.

Rizaldy, yang juga merupakan lulusan Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menilai bahwa petisi pemakzulan terhadap Jokowi tidak memiliki dasar yang masuk akal dan bersifat tidak sesuai dengan konstitusi negara.

READ  Kompolnas: Tindakan Tegas Terhadap Firli Bahuri

Ia juga menegaskan bahwa isu ini dapat mempengaruhi tahapan pilpres yang telah berjalan. Hanya tinggal 30 hari lagi kita semua memasuki hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.

“Bukan hanya soal hukum apa yang dilanggar presiden, tapi proses pemakzulan presiden memerlukan waktu yang panjang dan proses yang rumit. Presiden Jokowi masih kuat posisinya saat ini,” ujar Rizaldy.

Memang Indonesia pernah mengalami proses pemakzulan di Indonesia, seperti sidang istimewa yang digelar oleh DPR RI untuk memakzulkan Gus Dur dari kursi presiden pada tanggal 23 Juli 2001, meski tidak diikuti oleh Fraksi PKB dan PDKB. Sidang istimewa juga dilakukan untuk mengangkat Megawati sebagai Presiden ke-5 RI, sekaligus pemilihan Hamzah Haz yang saat itu menjabat Ketua Umum PPP sebagai wakil presiden melalui voting.

“Tapi ingat di zaman Presiden Gus Dur belum ada MK, sehingga proses saat ini sangat berbeda. Presiden harus ada tiga aspek sekaligus yang dilanggar dan dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai presiden yaitu, aspek hukum, etik, dan konstitusi, hal ini tidak mudah. Dalam kasus Presiden Jokowi, Presiden masih kuat posisinya, sehingga mustahil ada pemakzulan,” tutup Rizaldy.

Kesimpulan

Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy menilai bahwa petisi pemakzulan terhadap Presiden Jokowi tidak masuk akal dan inkonstitusional. Proses pemakzulan sendiri membutuhkan waktu yang lebih dari sebulan dan melibatkan langkah-langkah yang panjang. Rizaldy juga menekankan bahwa isu ini dapat mempengaruhi tahapan pilpres yang telah berjalan, namun Presiden Jokowi masih kuat posisinya saat ini. Dalam kasus Presiden Jokowi, Presiden masih memenuhi syarat dan pemakzulan menjadi mustahil dilakukan.